Aku keheranan sendiri. Aku masih ingin melanjutkan pemandangan ini, pikirku.
Maka aku menggerakkan kedua kakiku dan berlari mengikuti anak-anak itu ke ruangan kelas. Tapi nyatanya aku tidak bisa. Maka aku memutuskan untuk memanjat pagar tersebut dan mengintip melalui jendela, apa yang mereka pelajari.
Seseorang menepuk pundakku dari belakang kala aku tengah serius mendengar apa yang dipelajari anak-anak itu. Aku terkejut dan berharap aku tidak diusir dari tempat itu. Maka aku menoleh ke belakang dengan penuh hati-hati, dan akhirnya bisa bernafas lega.
"Apa yang kau lakukan disini, Sagara?" ternyata itu adalah Mahesa. Temanku di kampung. Aku tidak menyangka dia berada di sana juga denganku.Â
Berdasarkan ceritanya, telah dua bulan sejak kami diberhentikan dari sekolah dan dia belajar dengan sembunyi-sembunyi seperti ini. Mahesa lah yang memperkenalkanku tentang hal ini.
Dan setelah hari itu, aku dan Mahesa sering ke kota untuk belajar secara diam-diam.
Aku tahu hal ini sangat tidak disetujui oleh bapak dan ibu. Maka aku tidak pernah bercerita kepada mereka apa yang aku lakukan tiap kali ke kota. Aku terpaksa berbohong bahwa aku dikirim Koh Han untuk melakukan pekerjaan di kota. Aku mulai menikmati kebohongan yang aku jalani sejak hari itu.
Namun setiap kebohongan pasti tetap akan terbongkar.
Hari itu pertengahan bulan Oktober. Toko Koh Han tutup lebih awal. Dan aku berpikir itu menjadi kesempatan yang bagus untuk aku belajar di kota. Sepulang dari sekolah, aku langsung menuju rumah. Kala itu sudah tengah hari. Dan aku kira semua akan baik-baik saja.
Aku menghampiri bapak yang duduk di bangku depan rumah dan mencium tangannya. Bapak tidak seperti biasanya kala itu. Dia diam dan dingin. Ketika aku hendak masuk melalui pintu rumahku, bapak bertanya aku darimana.Â
Aku menjawab bahwa aku tentu saja dari toko Koh Han seusai bekerja. Bapak berdiri. Dia mengatakan bahwa dia tahu toko Koh Han telah tutup sejak pagi. Dan memaksaku untuk mengatakan yang sejujurnya.