LOKASI CERITA
Danau Kaco terletak di Desa Lempur, di Gunung Raya sebuah kecamatan di Kabupaten Kerinci, Jambi, Indonesia. Danau Kaco dapat dicapai melalui jalur darat dimulai dari Kota jambi ke Sungai Penuh. Jarak antara Jambi ke Sungai Penuh sekitar 500 km dengan waktu tempuh 10-11 jam. Selanjutnya dari Sungai Penuh dilanjutkan ke desa terdekat yaitu Desa Lempur, Kecamatan Gunung Raya dalam waktu 45 Menit dengan kendaraan roda empat atau pun roda dua. Setelah itu dilanjutkan lagi dengan berjalan kaki menyelusuri hutan selama 3-5 jam. Selama perjalanan pengunjung akan disuguhkan dengan pemandangan alam yang masih sangat asri, salah satunya kita disuguhkan oleh pemandangan air terjun yang dapat kita lihat sewaktu dalam perjalanan.[1]
Â
CERITA ASAL USUL DANAU KACO
Â
Hidup dikalangan orang terpandang memang menjadi impian setiap manusia, memiliki harta dan jabatan apalagi memiliki paras yang indah. Manusia mana yang tak bahagia, seakan-akan bumi ini ada di genggamannya, semua yang terasa hanya tinggal mengeluarkan kata, begitulah manusia yang di takdirkan hidup sebagai orang yang berada.
Â
Terkisah pada zaman dahulunya, zaman dimana komunitas manusia hanya beberapa orang saja zaman Pamuncak dan Sigindo di Alam kerinci, berawal dari pemuncak tengah yang dikuasai oleh Sigindo Balak di alam serampas yang memiliki keponakan seorang perempuan yang berparas cantik, setiap laki-laki yang memandang pasti akan jatuh hati, namun sayang tak sembarang orang bisa mendapatkannya, dia adalah Putri dari Raja Gagak yang bernama Puti Suluh Makan.
Â
Puti Suluh Makan terlahir sebagai anak Raja, masa kecilnya hidup dikerajaan yang begitu ketat penjagaannya. Jika ia mengangkat telunjuknya ke atas, maka tiba-tiba saja telunjuknya mengeluarkan cahaya yang menerangi sekelilingnya. Semua orang disekelilinginya pun sangat menyayanginya.
Â
"Puti, kemarilah.. Ayah Gendong, kita jalan-jalan keluar menikmati pemandangan". Ucap ayahnya kepada Puti yang kala itu masih kecil, betapa sayangnya Raja Gagak kepada Puti, ia penuhi keinginan anaknya dengan kemewahan sebagai orang terpandang lagi berada.
Â
 Hingga kini Puti Suluh Makan beranjak dewasa. Kecantikan Puti semakin terlihat jelas Hingga termasyhur namanya dikalangan pemuncak yang tiga. Pemuncak Tuo, Pemuncak Tengah dan Pemuncak Bungsu.
Â
Tak ada yang tak kenal dengan Puti Suluh Makan anak si Raja Gagak, banyak pemuda yang jatuh hati saat melihat paras cantiknya.
Â
Suatu ketika Puti berjalan menuju pasar hendak ingin berjalan-jalan bersama teman-temannya di Kerajaan, dengan Rambut yang terurai Panjang dan kulit yang putih serta mata yang tajam maka tak seorang pemuda pun sanggup berkedip setiap melihat puti melangkahkan kakinya, ia bagaikan bidadari yang turun untuk singgah menikmati kehidupan di Bumi.
Â
"Puti, Lihatlah para pemuda di Pasar ini, semuanya melihatmu, betapa cantiknya engkau wahai Puti". Ucap salah seorang teman yang berada disampingnya.
Â
Dengan raut wajah yang malu-malu, Puti menundukkan kepalanya. Memang selama ini ia tak pernah melihat wajahnya Sendiri, dikarenakan pada waktu itu belum ada cermin untuk berkaca, semua hanya mendengar kata orang saja. Jika hendak melihat wajah sendiri maka harus jauh-jauh berjalan mencari air sungai yang Jernih, sedangkan Puti tak pernah mendapatkan izin untuk pergi jauh dari kerajaan.
Â
Kedewasaan Puti membuat ia semakin dikenal apalagi dikalangan pemuda dan pangeran, meski jauh jarak membentang ditutupi hutan rimba yang  terkadang belum dilewati manusia, namun namanya tetap termasyhur dikala itu. Jika anak perempuan sudah beranjak dewasa, tentu akan menjadi pembicaraan ditengah-tengah masyarakat tentang siapa yang akan mendampingi sang Putri dari Raja Gagak tersebut.
Â
Hari itu datanglah Pangeran jauh-jauh dari Jambi untuk meminang Puti Suluh Makan, Pangeran itu sangat gagah terlihat ia ditemani beberapa pengawal untuk menemani setiap langkahnya, nama Puti yang masyhur dan cantik itulah yang membuat pangeran sampai memijakkan kaki ke Alam Kerinci. Bersegera ia menemui sang Raja Gagak.
Â
"Wahai Raja, aku datang dari Negeri Jambi bermaksud untuk melamar Anak Tuan, sudilah kiranya Tuan menerima lamaran ini, jangan tuan Ragu, Hidup anak tuan akan aku Jamin hingga tujuh turunan tak akan habis hartaku di Kerajaan". ucap Pangeran Tersebut kepada Raja Gagak dengan penuh harapan dengan merendahkan bahu menundukkan kepala.
Â
"Tentu Pangeran, tidak mungkin aku menolak lamaran seorang pangeran yang Gagah lagi terpandang, namun sebagai masyarakat yang beradat, tinggalkan lah intan berlian serta batu mulia sebagai tanda bahwa engkau benar-benar inginkan anakku  Puti Suluh Makan, jika nanti hari pernikahan telah ditentukan maka datanglah kembali". Tawar Raja gagak pada Pangeran tersebut.
Â
Tidak tanggung-tanggung Pangeran memberikan Emas berlian, permata yang menyilaukan kepada Raja Gagak sebagai tanda bahwa ia benar-benar ingin menikahi Puti.
Â
"Namun tuan raja, sebelum aku pulang ke Jambi. Izin kan aku melihat Puti sebentar saja hanya sebagai pelepas rindu dihati". Ucap Pangeran.
Â
Raja Gagak pun memanggil Puti untuk datang ke singgasananya. Saat Puti datang tak berkedip mata pangeran melihat Puti dengan keelokan parasnya, betapa pangeran tidak sabar untuk kembali lagi ke Kerinci, Raja Gagak hanya tersenyum kecil melihat pangeran tersebut.
Â
Sepulangnya Pangeran itu ke Jambi, si Raja Gagak melihat-lihat kembali pemberian Pangeran tadi, betapa Indahnya perhiasan itu mengkilat dan bercahaya, perhiasan ini mungkin adalah perhiasan terbaik yang dimiliki oleh pangeran tadi, lalu disimpannya ditempat yang sangat baik.
Â
"betapa mudahnya mendapat berlian-berlian ini, beruntungnya aku memiliki anak yang sangat cantik". Ucapnya dalam hati seraya tersenyum-senyum.
Â
***
Â
Keesokan harinya, sedang duduk santai Raja gagak bercengkrama dengan orang-orang di kerajaan datang lagi seorang pangeran dari Pulau Punjung dengan tujuan yang sama yaitu hendak melamar Puti anaknya.
Â
Pangeran dari pulau Punjung tak kalah Gagahnya dari pangeran yang datang sebelumnya, kedatangan Pangeran tersebut disambut baik oleh raja gagak. Karena Kecantikan puti yang terkenal itu, Raja Gagak dan kerajaannya pun ikut menjadi terkenal sampai dari kerajaan-kerajaan yang ada diluar daerahnya.
Â
"Wahai Tuan Raja, kedatanganku kesini tiada lain tidak bukan, untuk meminta izin sembari ingin meminang anak tuan untuk menjadi pendamping hidup, usah tuan Ragu anak tuan akan terjaga dan hidup dalam bergelimangan harta, tidak mungkin hidupnya akan sengsara jika tuan izinkan aku untuk menjadi pendamping hidupnya". Ucap pangeran tersebut.
Â
Namun kelu lidah sang Raja untuk berkata, karena baru saja pangeran dari Jambi telah meminang anaknya terlebih dahulu, apa yang hendak dikata dengan pangeran yang satu ini. disisi lain Raja Gagak berfikir, jika ia menerima Pangeran Pulau Punjung pasti ia akan mendapatkan berlian dan perhiasan yang sangat banyak lagi, akan bertambah-tambah hartanya.
Â
Fikiran buruk telah terlintas dalam benak Raja gagak, lama ia berfikir langkah apa yang hendak ia ambil, antara mengatakan dengan jujur bahwa Puti telah dilamar, atau menyembunyikan apa yang sebenarnya terjadi. Namun fikiran jahatnya lebih besar dari pada kejujuran yang sebenarnya.
Â
"kalau seperti itu keinginan serta lamaran engkau wahai pangeran, Aku terima, sebagai orang yang beradat tinggalkan berlian batu mulya sebagai tanda bahwa anak ku telah engkau pinang".
Â
Jawaban Raja gagak sama dengan jawaban sebelumnya. Seperti tidak ada kejadian apa-apa yang ada hanyalah kebohongan untuk meraih harta yang lebih banyak lagi.
Â
Kemudian Pangeran tersebut memberikan batu mulya intan berlian emas yang menyilaukan sebagai tanda ia akan segera menikahi sang puti. Begitu besar harapannya tanpa ia hiraukan lagi berapa berlian yang akan ia berikan asalkan puti raja tersebut bisa menjadi pendamping hidupnya.
Â
"pulang engkau wahai pangeran ke Pulau Punjung tempat engkau berasal, jika waktunya telah datang untuk mempersunting anakku, maka datanglah kembali ke Alam Kerinci". Ucap Raja Gagak
Â
***
Â
Bukan hanya Pangeran dari Pulau Punjung dan Jambi saja yang datang, akhir-akhir ini pangeran berdatangan menemui Raja Gagak dengan tujuan yang sama, untuk melamar Puti Suluh Makan. Oleh Raja Gagak yang awalnya sedikit canggung dan Ragu untuk berbohong namun sekarang telah terbiasa dan ringan mulutnya berbicara tidak sesuai dengan kejadian yang sebenarnya, asalkan dia bisa mendapatkan harta yang banyak dari pangeran-pangeran yang datang.
Â
Setiap pangeran yang Datang jawaban dari sang Raja Gagak selalu sama untuk meninggalkan tanda berlian emas dan batu mulia sebagai orang yang beradat, tak terhitung berapa orang Pangeran yang Datang dari berbagai macam penjuru Negeri.
Â
Suatu ketika Puti penasaran akan Harta berupa intan berlian serta batu mulia yang berkilau-kilau yang dimiliki ayahnya, berbagai macam bentuk dan jenisnya, warnanya pun berbeda beda sehingga indah memang perhiasan itu terlihat.
Â
"maafkan aku Ayah, akhir-akhir ini aku melihat kita sering kedatangan tamu dari jauh dan mereka selalu memberi perhiasan yang indah dan bernilai tinggi kepada ayah. Apa maksud kedatangan mereka wahai ayah?". Tanya Puti penasaran yang sering melihat ringannya para tamu memberikan hal yang bernilai tinggi kepada ayahnya.
Â
Mendengarkan pertanyaan Puti, ayahnya menjawab dengan sebuah kebohongan pula, begitulah sifat bohong, jika sekali saja berbohong maka akan melahirkan kebohongan-kebohongan berikutnya.
Â
"mereka adalah sahabat Ayah dari jauh, ia menitipkan kenangan saja sebagai tanda ia mengagumi Alam tanah kerinci yang kita tempati ini". jawab ayahnya singkat dan memang ia tak mau berpanjang lebar untuk mengeluarkan kata-kata.
Â
"lantas mengapa mudahnya mereka memberikan sesuata yang bernilai tinggi untuk ayah, maafkan jika aku lantang berbicara wahai Ayah". Tanya Puti lagi, puti agaknya telah curiga dengan apa yang dilakukan ayahnya.
Â
"usahlah banyak bicara Puti, ini adalah urusan ayah untuk menjaga kelangsungan dan kokohnya kerajaan ini, sekarang pergilah engkau menjauh dari Ayah". Ucap ayahnya yang terlihat mulai kesal atas pertanyaan-pertanyaan Puti.
Â
Puti pun pergi menuju kamarnya, bermenunglah ia dikamarnya memikirkan apa yang terjadi. Ia takut ayahnya salah langkah karena ia sangat sadar dengan kecantikannya dan banyak yang menyukainya, terkadang ingin sekali ia melihat wajahnya sendiri, namun apa daya iya tak pernah diizinkan pergi jauh menuju sungai yang bening untuk berkaca, hanya melihat dari bayangan-bayangan lampu yang terkadang tidak jelas untuk dibayangkan.
Â
Karena zaman itu tempat berkaca adalah di sungai yang jernih yang dapat memantulkan cahaya, ia kubur dalam-dalam atas apa yang dia inginkan berharap suatu saat ia bisa melihat kecantikan wajahnya sendiri.
Â
***
Â
Hari-hari pun berlalu, perhiasan-perhiasan Raja Gagak yang ia dapatkan dari berbagai macam pangeran itu sudah mulai tak terasa indah dinikmati lagi, karena hari yang dijanjikan untuk menikahkan anaknya dengan Pangeran tersebut sudah mulai dekat. Ia kebingungan memikirkannya bisa jadi nanti akan berperang sesama pangeran untuk mendapatkan Puti, dan bisa juga ia yang akan dibunuh oleh pangeran yang gagah lagi kuat itu karena telah terlanjur membohongi mereka, dan pastinya nama dan kerajaannya akan tercoreng.
Â
Hatinya mulai tak tenang dan berfikiran apa yang seharusnya ia lakukan menghadapi pangeran-pangeran tersebut, tak sampai akalnya memikirkan, tidurnya mulai tak nyenyak. Urusan kerajaan pun ikut tak karuan.
Â
Hari semakin dekat, waktu yang dijanjikan laksana jarak sejengkal dari wajah. Alangkah kagetnya raja gagak, salah seorang Pangeran dan pengawalnya datang lebih dulu sebelum waktu yang dijanjikan itu datang, pada malam itu rasa cemas dan takut kala itu menyelimuti seluruh kehidupannya, bersegerahlah pangeran itu menghadap Raja Gagak.
Â
"Maafkan hamba tuan, hamba datang sebelum waktu yang disepakati datang, seharusnya beberapa hari lagi aku datang sampai kesini, aku takut jika diperjalanan nanti terjadi sesuatu, maka aku mencoba datang lebih awal". Ucap pangeran tersebut.
Â
Lalu oleh Raja di Persiapkan tempat Pangeran beristirahat sampai nanti datang waktunya, lagi pula beberapa hari lagi hari yang dijanjikan itu datang.
Â
Baru saja satu orang pangeran yang datang, raja gagak sudah merasa kegelisahan dalam hidupnya, kebohongannya akan terbongkar dan kerajaan dan nama baiknya akan tercoreng serta ia akan hidup penuh dengan kesengsaraan. Belum lagi jika semua pangeran telah datang, tentu peperangan dan pertumpahan darah pasti akan terjadi.
Â
Akal sehatnya pun mulai tertutup dengan kegelapan yang memadamkan cahaya terang dalam kehidupan, Raja Gagak sudah mulai berencana untuk meninggalkan Kerajaan untuk sementara waktu pergi bersama Puti untuk perjalanan yang jauh, hingga nanti keadaan sudah membaik ia akan kembali ke kerajaan.
Â
Pagi-pagi buta ia telah bersiap-siap dengan perlengkapan seadanya, tak lupa ia bungkuskan perhiasan-perhiasan yang diberikan pangeran untuk dibawa ikut dalam perjalanannya nanti yang tak jelas arahnya kemana. Segera ia membangunkan Puti.
Â
"Puti Anakku, bangunlah... bersiap-siaplah untuk pergi menuju perjalanan yang jauh bersama ayah". Ucap ia kepada Anaknya yang terlihat masih dalam suasana kantuk lantaran dinginnya di pagi itu.
Â
"hendak pergi kemana kita Ayah?". Tanya Puti singkat.
Â
"nanti akan ayah ceritakan, sekarang cepatlah bersiap-siap untuk pergi".
Â
Puti pun mengikuti perkataan ayahnya tanpa mengetahui kejadian yang sebenarnya, sebagai seorang anak tentu harus patuh kepada orangtua. Apalagi puti adalah seseorang yang sangat lembut dan tak mungkin ia membantah perkataan ayahnya.
Â
Raja dan Putrinya Puti Suluh Makan pun berangkat pergi meninggalkan kerajaan, jauh berjalan jarak demi jarak dilalui terkadang bertemu hutan belantara yang sangat lengang, rasa lelah pun mulai menghantui dan datang menemani.
Â
"sebenarnya hendak kemana kita Ayah, aku telah lelah". Tanya Puti.
Â
"sebentar lagi kita akan sampai puti, bersabarlah". Jawab ayahnya.
Â
Perjalanan pun terus berlanjut, hingga bertemu sebuah batu besar. Mereka beristirahat disana. Raja Gagak pun bermenungan dan fikiran yang masih tak karuan, kegelisahan tak hilang begitu saja. Meski berada di tempat yang jauh dari kerajaan namun rasa-rasa ia akan dikejar oleh pangeran-pangeran dan menuntut janji padanya.
Â
Di tempat batu itu, rasa-rasa akan ditemukan juga oleh pangeran-pangeran itu, perjalan dilanjutkan lagi tanpa mengenal lelah. Hati Puti sudah mulai merasakan kesedihan atas apa yang dilakukan oleh ayahnya seakan-akan tanpa kasih sayang.
Â
"ayah sebenarnya kita hendak kemana? Kenapa ayah membawa ku ketempat yang sangat jauh?". Tanya Puti dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
Â
Namun ayahnya tak menghiraukan pertanyaan Puti, perjalanan dilanjutkan begitu saja bahkan melewati sungai yang curam. Namun Raja Gagak masih merasa ia akan ditemukan juga, entah hanya perasaan saja lantaran rasa cemas dan ketakutan yang mendalam.
Â
Hingga sampailah ia ke Renah Bukit Lintang, berdekatan dengan dusun lempur yang kala itu belum ada lempur dan manusia yang menghuni daerah itu, namun perasaan akan ditemui oleh pangeran terus dirasakan oleh Raja gagak pada setiap langkahnya, entah kemana perjalanan itu akan berhenti.
Â
Jauh berjalan akhirnya mereka bertemu dengan sebuah telaga yang sangat bening, lelah dan jauh perjalan akhirnya mereka beristirahat disana. Raja Gagak selama diperjalanan belum pernah menunjukan senyuman diwajahnya seperti biasanya dikerajaan, betapa berat masalah yang ia temui lantaran karena sifatnya sendiri.
Â
Lelah hari itu seakan-akan menambah beban fikiran Raja gagak. Diletak nya perhiasan yang banyak itu disampingnya, kegelisahan tak juga pergi dalam fikirannya.
Â
"Hendak kemana kita Ayah dan apa yang sebenarnya terjadi?". Â Puti masih saja menanyakan hal yang demikian, lantaran Puti benar-benar tidak tau apa yang terjadi sebenarnya. Yang ia tau selama ini ayahnya selalu memberikan yang terbaik untuknya.
Â
Mendengar pertanyaan itu, hati Raja Gagak semakin tak karuan. Seakan-akan ia sudah kehilangan akal sehatnya serta hati yang jernih, maka terlontar kata-kata yang sangat menyakitkan bagi Puti.
Â
"engkau ingin tau? Engkau lah penyebab dari semua ini? perhiasan yang diberikan pangeran-pangeran ini bertujuan untuk melamarmu, aku sebagai ayahmu tak berdaya menolak lamaran-lamaran sang pangeran". Ucap Ayahnya dengan nada yang begitu keras, masih saja ia menyalahkan orang lain yang sebenarnya ia tamak terhadap perhiasan yang indah itu.
Â
Mendengar perkataan ayahnya, sedihlah hatinya. Air matanya tak sanggup ia tahan, gadis selembut itu dan memiliki paras yang indah, tak pernah pula ia melawan kepada orangtuanya. Kini ia disalahkan, hati siapa yang tak sedih, berusaha ia tahan air matanya untuk tidak menetes, namun derai air mata tersebut mengalir begitu saja.
Â
"maafkan aku Ayah". Ucap puti, menunduk hingga air matanya pun menetes ke tanah yang lembab itu.
Â
"sekarang hanya ada dua pilihan aku atau engkau yang merenggut nyawa di telaga ini". ucap ayahnya dengan nada yang keras serta dengan wajah yang seakan-akan dirasuki oleh makhluk jahat.
Â
Puti Berkata:
Â
"Demi nama baik ayah dan kerajaan yang ayah miliki, biarkanlah aku yang pergi meninggalkan dunia ini, namun sebelum nyawa terpisah dengan badanku izinkan aku berkaca untuk melihat wajahku ditelaga yang bening ini". ucapnya penuh kesedihan.
Â
Ayahnya tetap tidak memperdulikan perkataan Puti.
Â
Puti pun pergi ketepian Telaga bening itu untuk melihat wajahnya untuk yang pertama dan terakhir kalinya, tajam matanya melihat kearah telaga dan ternyata benar-benar cantik serta lembut wajahnya, menetes air matanya ke talaga tersebut.
Â
"kecantikan ku inilah yang membawa aku ketelaga ini dan kecantikan ku ini pula yang membawa kesengsaran hatiku". Ucap Puti dalam hati, ia pun memberikan senyuman terakhir pada telaga yang bening itu, demi sang ayah ia terjun menjatuhkan tubuhnya ke telaga tersebut yang detik demi detik menenggelamkannya jatuh kepermukaan telaga.
Â
"Putiii.. Anakku". Teriak Raja gagak.
Â
Semua telah terjadi, antara penyesalan dan keinginan menuruti hawa nafsu membawa Raja gagak menjadi Raja yang berhati busuk dan tamak akan harta. Untuk menyimpan perhiasan yang dibawa tadi, ia lemparkan ke telaga tersebut bersama tenggelamnya Puti Suluh makan. Berharap suatu saat ia akan mengambil kembali perhiasan yang tersimpan di dasar telaga tersebut.
Â
Saat semua perhiasan yang mengkilau lagi indah itu jatuh ke dasar telaga, ternyata bersama itu ada sebuah intan perhiasan dari seorang pangeran yang amat berkilau sehingga mengeluarkan cahaya biru. Sehingga membuat air seisi telaga menjadi warna Biru.
Â
Kini Puti telah tenang di telaga tersebut membawa kisah yang menyayat hati.
Â
Dari cerita Danau Kaco ini dapat dipetik pelajaran yang sangat berharga, tergila-gila akan harta tidak akan membawa hidup menjadi bahagia, bahkan sebaliknya ia akan membawa kehancuran seperti kehidupan Raja gagak bahkan ia rela kehilangan anaknya demi harta yang ia akan dapatkan.
Â
SELESAI
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI