“Habiskan.”Tangan rapuh itu menyodorkan sepiring buah itu ke depan mukaku. Dan aku kembaliseperti binatang yang harus melahap cepat makanan yang diberikan tuannya.Jangan-jangan makhluk tua ini sudah menganggapku binatang.. .haha... mungkinmenjadi binatang lebih baik. Aku tak perlu merasa iri. Aku tak perlu merasasakit hati, dan aku tidak akan punya masalah. Mungkin genap setahun saja akuberada di rumah ini. Sisi manusiaku akan terkikis hilang. Mungkin aku akan jadianjing yang berwujud manusia, yang setiap hari berada di dekat tuannya. Dipaksa makan, menerima bentakan.Dan diberi uang.
Tapi apakah binatang butuh uang…?... haha... aku tertawa sendiri.
“Syan“, pekikIbu Lenny, istri Pak Susastio, seraya menarikku ke belakang. Sementara PakSusastio hanya melihatku melotot. Aku diseretnya ke dapur dengan mulut yangmasih penuh dengan buah.
“Syan ,” ucap BuLenny lagi.
“Tadi kulihatkau tertawa sendiri, jangan sampai kau menjadi gila seperti Bapak. Kau haruskuat. Kau harus tahan. Kau mengerti?“, aku hanya diam dan menatap perempuan,istri mantan pejabat itu. Kalau kau jadi aku, kau tidak akan tahan”, bathinku.
“Ini, pegang.“Bu Lenny mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya. Beberapa lembar ra-
tusan ribu.
“Gunakan untukkesenaganmu, kau tidak boleh stress”, ucapnya. Sebelum kumasukkan uang itu kedalam sakuku kudengar lagi teriakan bapak angkatku.
“Syaaaan..” Akusegera berlari, tidak mempedulikan Bu Lenny yang masih terpaku melihatku.
“Iya, Pak”,kataku setelah aku berada di depannya.
“Kamu, Syankan?”