Seperti biasaaku menemani bapak angkatku di teras. Dan seperti biasa aku hanya diam danhanya bicara kalau ditanya. Tampak mata yang sepertinya sudah lelah itumenikmati suasana taman sore itu, sebelum seseorang datang dan membawa bapakangkatku ke dalam
rumah. Orang itu adalah Pak Arian, dokter pribadi Pak Susastio. Aku masihdi teras ketika Pak Arian sudah selesai dan muncul dari pintu kemudian duduk dibangku sebelahku.
“Nama kamu Syan,ya.” Sapanya. Dijabatnya tanganku.
“Aku Arian. Akubanyak mendengar cerita tentang kamu dari Bapak”.
“Apa dia ceritatentangku?”
“ Ya Syan.Sesungguhnya Bapak tidak ingin memperlakukanmu seperti itu. Beliau cerita takutkamu tidak tahan di sini”.
“Kenapa beliaumemperlakukan aku seperti itu?” tanyaku tak mengerti.
“Syan, kau harustahu Bapak menderita schizophrenia, semacam ketakutan tidak beralasan.Penderitaannyalah yang membuat ia bersikap kasar. Coba kau renungkan pernahkandia tiba-tiba menjadi lembut dan seperti menyesali perbuatannya?”
“Iya”, jawabkusingkat.
“Itulahsesungguhnya sifat beliau. Dia itu sesungguhnya orangnya arif dan baik tapikehidupan telah merubah segalanya.” Tanpa sadar Pak Arian, dokter pribadi Bapakangkatku itu, cerita panjang lebar bagaimana dulu ketika Pak Susastio masihmenjadi Pejabat. Dan cerita perjuangan Pak Susastio sebelum menempati posisiitu. Bahkan sampai cerita tentang sebelah kakinya yang pincang. Dan dari semuayang diceritakan aku jadi mengerti kenapa Pak Susastio jadi seperti itu.
“Syan.” katanya.