Mohon tunggu...
Jagat Alit
Jagat Alit Mohon Tunggu... Novelis - Konten Kreator

Mantan Super Hero. Sekarang, Pangsiun. Semoga Berkah Amin

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

SB-4, Bleduk Maut

6 Desember 2023   06:31 Diperbarui: 6 Desember 2023   06:35 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Matahari begitu perkasa membagi sinar

Ternyata bisa tumbang oleh makhluk sangar

Menggulitakan hari, padahal malam belum menyapa

Menjadi awal munculnya petaka!

Makhluk aneh yang muncul dari awan hitam dan merah darah itu bernama Bleduk Maut.

Yang bisa maujud menjadi apapun yang diinginkannya.

Dari awal dia sudah mengikuti Senopati Banyu Biru dari kejauhan. Bersembunyi di balik awan yang bergulung samar, hanya sebatas mengawasi dan menunggu. Dia hanya bisa melepas atau melemparkan "sesuatu" untuk menunjukan sebagian saja dari keberadaanya.

Persis, seperti anak panah yang dilepaskan menyerang ke arah Senopati Banyu Biru. 

"Menyerang" hanya dari balik tabir yang menyelubungi keberadaan sejatinya.

Dia tidak bisa menyeberangi tabir itu karena makhluk itu berbeda dunia dengan Senopati Banyu Biru.

Kecuali...

Kecuali seseorang yang menjadi target buruannya tanpa sengaja atau malah sengaja membaca pesan yang dilekatkan melalui apapun itu, seperti anak panah itu.

Pesan itulah yang disebut sebagai Syair Darah yang menjadi "pemicu" terbukanya tabir pembatas dua dunia itu. 

Syair Darah adalah mantra pembuka gerbang dunia.


Syair Darah adalah mantra pembuka Gerbang Kematian!

Karena, Senopati Banyu Biru penasaran melihat serangan anak panah yang meleset mengincar lehernya. Tanpa sengaja dia membaca pesan yang ditulis di potongan kain berwarna merah darah itu.

Sekali lagi...

Ini, Syair Darah

Pembuka Gerbang Kematian

Membasmi semuanya

Para penjilat Raja Kerta Benua!

Maka, senja lembayung yang berarak rebah ke balik cakrawala, pupus karena tabir pembatas itu koyak-moyak oleh mantra Syair Berdarah.

*

Betapa terkejutnya Senopati Banyu Biru ketika mendapatkan serangan beruntun dari makhluk aneh yang mengerikan itu. Satu serangan pertama bisa dihindarkannya dengan susah payah. Meski kesadarannya terpaksa terguncang.

Tapi, belum juga berhasil menarik nafas lega, makhluk itu berubah wujud menjadi lebih mengerikan.

Kepalanya yang membesar dengan mulut besar terbuka lebar juga, menampilkan pemandangan yang sangat mengerikan.

Rongga mulut seperti menyala merah darah bergolak persis api neraka saja. Belum lagi deretan gigi taring besar panjang siap merobek tubuhnya yang tanpa disadarinya, menggigil ketakutan.

"Ah, tamat sudah riwayatku," berdesir batin Senopati Banyu Biru menyadari posisinya yang sangat berbahaya.

Kepala dengan mulut yang terbuka lebar siap melahap dan mengunyah tubuh tidak berdayanya.

Senopati Banyu Biru sudah hampir pasrah menerima kematiannya yang datang begitu cepat. Dia hanya merasakan gulungan angin panas yang menerpa wajah dan tubuhnya.

Tinggal sesaat lagi, sekejap saja muncul sisa kesadaran bening dihatinya. Senopati Banyu Biru adalah Senopati andalan dari Panglima Nakayana, pasti bukan orang sembarangan.

Meskipun dia mengalami kejadian yang mengejutkan dan menghilangkan penilaian akal sehatnya, tapi kekuatan batinnya ternyata secara otomatis memberikan perlawanan.

"Dari tanah kembali ke tanah. Tuhan menggenggam jiwaku," gumamnya sebagai perlawanan terakhir.

Senopati Banyu Biru meraup tanah yang ada di samping kanannya, ketika dirinya sudah tidak berdaya. Lalu, dengan kekuatan batinnya dia meloncat ke atas menyongsong sergapan Bleduk Maut dengan menebar tanah yang digenggamnya sambil mematrikan mantra.

Akibatnya sungguh dahsyat dan tidak pernah dikiranya?

Kepala dengan mulut lebar yang mengeluarkan hawa panas bergulung yang sebentar lagi melahapnya, tiba-tiba terpental ke belakang dengan keadaan hancur berderai kembali menjadi pecahan awan hitam dan merah sambil melontarkan jerit kesakitan yang seumur-umur baru Senopati Banyu Biru mendengarnya.

"AAAAAAAAAHHHEERWOOOOHH!"

Jeritan yang mendirikan seluruh bulu romanya.

Untuk mengantisipasi serangan susulan yang tidak terduga lagi, buru-buru Senopati Banyu Biru mengeluarkan serangan balasan yang yang dilambari hawa dingin, sedingin es. Jurus Pukulan Inti Es.

"HIAAAATTTT"

"WROOSSHHH."

"BLAAARRRR!"

Menghantam sisa makhluk jadi-jadian itu menjadi debu yang kemudian menghilang di bawa angin Barat yang kembali dingin.

Tapi, pertarungan belum selesai.

Di tempat lain yang jauh dari pinggiran hutan itu...

Sosok serba hitam dengan mantel menutupi tubuh dan kepalanya, menjadi gusar. Matanya yang tinggal sebelah menjadi merah menyala penuh kemarahan.

Hancurnya makhluk jejadian itu, membuat tempat air berbentuk lingkaran berisi air bening yang semula tak beriak, menjadi buncah ke udara. Memercikan air ke delapan penjuru angin.

"SETAN ALAS. TANGGUH JUGA!"

Sosok hitam dengan mata sebelah kanan rusak, kehilangan kelopak dan bola mata itu berkedut dan bergetar.

Kemarahannya membuatnya segera menyambar tempat air agar tidak tumpah semuanya.

Tempat air itu media yang digunakannya untuk memantau segala gerak-gerik sasaran dan makhluk kirimannya.

"HRRGGGHHHH!"

Meskipun dia lumpuh, tapi dia mempunyai kekuatan aneh yang mengerikan. Kekuatan yang mampu mengendalikan makhluk aneh dari dunia lain untuk menuruti semua perintahnya.

Tidak terkecuali untuk melakukan pembunuhan bagi siapa saja yang telah menjadikan dirinya seperti itu.

Buta sebelah, kehilangan kesaktiannya dan tidak berdaya.

Untung saja Iblis turun tangan sendiri tidak membiarkan dirinya mati begitu saja.

*

Sosok serba hitam yang tidak kalah mengerikan itu, telah bersekutu dengan iblis untuk melakukan pembalasan kepada Raja Benua Lokananta yang mencelakainya seperti itu.

"Hmmm... Antek Kertabenua, terimalah kematianmu!"

Sosok hitam itu segera merapal mantra yang membuat udara disekitarnya menjadi gelap berbau menyan dan anyir darah.

Ritual pengirim makhluk jejadian dirapal dengan tingkatan yang lebih tinggi.

Tempat air atau bejana itu kembali tenang dan menampilkan pemandangan di arena pertempuran yang jauh di sana.

"HRGGGHHHHHHH."

Diputarnya kedua tangannya bergantian membentuk lingkaran yang bersilangan dan...

Dari permukaan air di bejana itu terlihat gumpalan hitam yang semula bercerai berai hilang tersaput angin senja, muncul kembali.

Bukan satu, tetapi menjadi dua makhluk hitam yang segera menyerang Senopati Banyu Biru.

"Ha... Ha... Ha... Hati-hati kamu cecurut. Jangan sampai menyesal!" tawa besar dan diikuti kata-kata ringan penuh sindiran.

*

Senopati Banyu Biru belum lama menarik nafas lega dan menenangkan jiwanya yang terguncang karena kemunculan dan serangan makhluk mengerikan yang menginginkan jiwanya.

Itu, baru beberapa saat lalu. 

"HORRRRWWGHHH."

"HORRRRWWGHHH."

Kini muncul lagi, makhluk aneh itu. Tidak hanya satu, tapi dua sekaligus.

Senopati Banyu Biru segera melolos pedang panjang yang tergantung di pinggangnya.

"SINGGGGG!"

Dilolosnya pedang itu keluar dari sarungnya dengan mengeluarkan suara berdesing dan membawa hawa dingin.

"Ayo, majulah. Aku tidak akan gentar!"teriak Senopati Banyu Biru untuk mempertebal semangatnya.

Dia yakin mampu menghadapi dua makhluk jejadian itu.

Dengan bersemangat dirapalnya Jurus Badai Pedang Menyiram Bumi dengan lambaran tenaga dalam Inti esnya.

Dua sosok makhluk jejadian itu langsung mengepung dan melakukan serangan seperti hujan badai datangnya.

"TRANG... TRANG... TRANGG!"

Tebasan dan tusukan Senopati Banyu Biru seakan menemui dinding baja tidak tertembus. Dua sosok tanpa senjata itu berhasil menangkis semua serangan pedangnya.

Kegagalan ini membuat Senopati Banyu Biru lepas kendali, emosinya tidak terkontrol. Dan kesadaran dan imannya pun menjadi goyah.

Membuat sosok hitam mata satu yang "menyetir" dari kejauhan berteriak girang.

"MENYESALAH!"

Apa maksudnya?

*

"HIAAATTTT." 

Senopati Banyu Biru meningkatkan serangan pedangnya, tapi tiba-tiba di merasakan keganjilan. Bukannya dua makhluk jejadian itu menghindar atau menangkis serangannya tapi malah menyongsong datangan serangannya dengan gembira.

Seakan membuka kedua tangan mereka, menyongsong kematian dengan pelukan.

Ah!

Senopati Banyu Biru tersengat kesadarannya tapi sangat terlambat.

Satu tusukannya mengenai makhluk yang sebelah kanan, dan satu tikamannya mengenai makhluk sebelah kiri dengan MUDAH.

Kemudian...

Terlontarlah dua teriakan kesakitan dan teriakan kematian.

Anehnya dua teriakan itu, adalah teriakan dari suara yang sangat dikenalnya.

Teriakan istrinya Kemala Ratri dan teriakan anaknya Daru Langit.

Seperti disiram oleh air es, Senopati Banyu Biru tersentak terkejut.

Ketika menyadari bahwa tikaman pedang terakhirnya yang menjadi sasarannya adalah benar Daru Langit anaknya.

Dan, ketika dia berpaling ke kanan, istrinya Kemala Ratri tergolek bersimbah darah.

"TIDAKKKKKK!"

Entah bagaimana caranya, Si Iblis Mata Satu bisa menjadikan Kemala Ratri dan Daru Langit menjadi tubuh sejati di balik makhluk jejadian yang dikirimnya. Sungguh tidak bisa diterima oleh akal. Dan, sungguh licik dan keji cara mengalahkan Senopati Banyu Biru.

Senopati Banyu Biru hancur hatinya, remuk jiwanya. Kemarahan yang menyebabkan menyesal tidak termaafkan.

Penyesalan yang ditebus dengan kematian. Kematian tragis!

Jiwa Senopati Banyu Biru terguncang. Kemarahan, penyesalan membuatnya hancur jiwanya.

Melihat kematian orang-orang yang dicintainya membuatnya kalap.

"TUNGGU AKU, KEMALA RATRI DAN DARU LANGIT."

"MAAFKAN AKU!"

Tubuhnya yang telah hilang kendali, meluncur cepat ke arah pohon Mahoni raksasa tempat Syair Berdarah tertancap dan masih melambai tanpa dosa.

"PRAAAAKKK!"

Tanpa jerit kematian, nyawa Senopati Banyu Biru terbang ke akhirat menyusul istri dan anaknya yang tewas karena siasat keji si Iblis Mata Satu. Kepalanya rekah beradu dengan batang Mahoni yang keras.

"BUKKK!"

Tubuh tanpa nyawanya jatuh bergedebuk ke atas tanah berumput gemuk. Darah merahnya membasahi tanah dan menandai awal terjadinya TEROR SYAIR BERDARAH!

*

Di tempatnya bersembunyi si Iblis Mata Satu berteriak puas dan melepas ancaman yang membuat Negeri Benua Lokananta membara.

"TUNGGULAH KEHANCURANMU KERTABENUA DAN MAHENDRA!"

"HA... HA... HA... HA... HA... HA!

Siapakah sosok hitam yang dengan keji membunuh 

Senopati Banyu Biru dengan cara licik?

Mengapa dia memusuhi Baginda Raja Kertabenua?

Siapa juga Mahendra yang menjadi sasaran pembalasannya?


Ikuti kisah Sang Penyelamat-Syair Syair Berdarah selanjutnya!


Bersambung...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun