Akibatnya tangan Branjangan Sakti yang terjerat di dadanya Aji yang berubah seperti kapas lembut tak berdasar menolak lepas ke dua tangan Branjangan Sakti bersama terlontar tubuhnya seperti layang-layang putus. Jatuh tanpa suara dari atas panggung tak bergerak sedikit pun.
Pertempuran anti klimak. Tidak ada benturan dahsyat, tidak ada ledakan adu tenaga. Berbanding terbalik dengan rapalan Panca Naga Melebur Jiwa sebelumnya.
Sunyi, senyap, hilang suara dan hilanglah tenaga dalam dan kesaktian Branjangan Sakti bersama ambisinya yang gagal.
" Tunggu.... !" teriak Kelana Jati yang selalu awas mengikuti pertandingan.
Tubuh tinggi besarnya melayang cepat menjadi bayang biru menubruk ke arah Branjangan Sakti.
Tapi semua terlambat... di detik terakhir, di saat terakhir, tanpa suara tangan lemas Branjangan Sakti mampu meraih dan mengambil sebutir pil dari sakunya.
Pil penghancur tulang dan penghancur organ yang ditelannya karena putus asa, malu dan menemui kegagalan.
Kelana Jati, menekuk lutut di depan Branjangan Sakti, memeriksa dengan cepat-cepat tanda-tanda vital di tubuh Brajangan Sakti. Tapi sudah terlambat.
Nyawanya melayang bersama ambisinya yang terbang.
Kelana Jati berdiri. Semua diam. Semua sepi.
Ia menghampiri Aji Panjalu. Menepuk pundaknya.
Kemudian menghadap ke arah hadirin yang hadir di Lembah Seribu Ular.