Prolog
Sudah berapa lamakah kita di laut? Berapa lama lagi sampai ke kepulauannnya? Kaptennya, Hayuti Mansyar, kita akan sampai dalam seminggu lagi. Namaku Soetara Weller, aku adalah seorang penjelajah dan ahli biologi dari Indonesia, tetapi aku berasal dari turunan Belanda dari bagian ayahku. Ayahku dulu bekerja dalam penjajahan Belanda, pada masa itu banyak terjadinya kejahatan yang dilimpah ke bangsaku.
Walaupun ayahku adalah seorang ofisial militer Belanda, dia selalu mempraktekkan dan mengajarku untuk tidak mendiskriminasikan dengan sesama manusia mau dia orang Belanda atau Indonesia; apalagi istrinya seorang Indonesia, itu alasan besar mengapa ia mengajarku seperti itu. Selama masa itu aku belajar di Indonesia. Setelah masa penjajahan, aku bekerja di Indonesia untuk tolong memperbaiki kesalahan bangsa bapaku.
Inilah bukan petualangan pertamaku, biasanya wilayah-wilayah yang aku telah jelajahi hanya ada binatang dan rempah-rempah, tetapi aku juga menemukan beberapa yang dihuni suku-suku kecil. Sekarang, aku dengan kruku yang aku menggaji sedang berjelajah ke sebuah kepulauan misterius di bagian timur Indonesia.
Pertemuan Pertama
Akhirnya kita sampai ke pulaunya, angin paginya sejuk dan basa. Ketika mau mendarat ke pantai, kita dijumpai oleh anak-anak suku pulau, 4 sedang melempar tombak ke kita dan 2 lain sedang menonton. Tetapi ada sesuatu yang aneh dari badan mereka.
Kru buru-buru mencari perlindungan dari tombaknya; Mansyar juga berusaha memutar balik kapal dari pantai, tetapi kegigihanku memaksakan kaptennya untuk mendatangi lebih dekat ke mereka, kru mengira aku gila.
"Grrr!", ia membentak.
Sambil mendekat, aku coba melambaikan bahwa kita tidak berbahaya. Aku sangat berisiko menghilangkan tanganku untuk berdamai dengan anak-anak yang mungkin tidak memahami tandaku; sangat pintarnya aku. Akhirnya, mereka mengerti lambaianku dan berhenti. Saat mau menderat, tahu-tahunya mereka bukan anak-anak namun mereka kurcaci-kurcaci; aku bisa mengetahuinya dari tampaknya bulu ketek dan kemaluan.
2 kurcaci yang dibelakang sebenarnya ibu-ibu, tampaknya dari adanya payudara dan ada yang sedang menyusui bayinya. Ukurannya kurang lebih 1,2 meter, dan mempunyai muka merupa monyet. Hal ini menabjukan kita, kapten Mansyar pun dengan pengalaman lamanya juga kaget. Saat mendarat di pantai, pendekar-pendekarnya mengumpul sekitar kita dengan membidik tombaknya ke kita. Kelihatan dari muka kurcacinya mereka takut dan terpesona.
Secara perlahan, aku turun duluan dari kapal dengan satu tanganku diangkat ke atas dan yang lain menyembunyikan pistol di belakang pundukku. Kemudian aku menyuruh kru untuk juga turun. Mereka ragu-ragu turun dari kapal, kapten Mansyar turun terakhir sambil memegang senapan. Sesudah kami turun dari kapal, kurcaci-kurcacinya menyentuh kita dengan ujung tombaknya, sehingga mereka sedang memeriksa kita
"Apa rencana berikutmu, genius?", kapten Mansyar tanya.
Rencanaku, aku menyuruh kita semua untuk mengjongkok sebagai tanda kepatuhan, hal ini telah menyelamatkan hidupku dari orang-orang suku maupun sama mantan-mantanku. Kurcacinya menurunkan tombaknya. Tiba-tiba, seorang kurcaci dengan cat muka puti jalan berwaspada dan mengalurkan tangannya ke aku. Ia menyetuhnya muka sebelum membilang sesuatuku, tangannya kecil tapi tebal.
Ia kemudian menggeledah kantong kemejaku. Ia mengambil pemantikku, ia lanjut dengan memainkan dengannya sebelum pemantiknya tiba-tiba nyala. Apinya membakar tangannya, dengan kaget kurcaci yang lain membidik tombaknya ke kita lagi. Panik terjadi kemudian antara kruku dan kurcaci-kurcacinya, tetapi aku dapat memadamkan kedua pihak, kapten Mansyar masih tenang selama ini.
Aku mengambil pemantikku dari pasir, dan menentermakan kurcaci-kurcacinya. Setelah itu, aku menyalakan pemantikku. Kurcaci-kurcacinya berkumpul dan mengamati apinya, seperti seorang bayi mengamati kunang-kunang. Kurcaci-kurcacinya terpesona. Kemudian, kurcaci-kurcacinya berdansa dan bernyanyi dengan kegembiraan.
"Hah, mereka benar-benar suka api ya!?", seorang pelaut berkomen dengan keriangan dalam suaranya.
"Sepertinya begitu, nak.", kapten Mansyar.
Perayaan
Pada malamnya, kita diundang ke kerajaan kurcaci. Kami melewati hutan yang besar dan lebat dengan menaiki seekor binatang yangku belum pernah lihat. Rupanya seperti kerbaunya tinggi dengan kakinya yang kurus tapi kuat, seperti batang pohon. Bulunya lebat dan hijau seperti daun. Tahu-tahunya mereka seperti ini untuk bersembunyi dari pemangsa dengan menyamar pohon-pohon sekitarnya. Karbila, kata pemimpin pendekarnya.
Selama perjalananku ke kerajaaan kurcaci, aku melihat burung-burung yang indah dan berwarna-warni, dan monyet-monyet sebesar buah apel; beberapa dari mereka juga ikutan menaiki karbila-karbilnya.
Saat kita sampai di kerajaan, kita segera dibawa ke istana. Kerajaannya mempunyai banyak tempat seperti area pertanian, dan perkemahan warga. Kerajaannya di kelilingi oleh dinding batu yang pendek dengan seni yang menurutku menggambarkan dewa matahari yang disembah kurcaci ini.
Istananya besar dan tinggi, dan juga terbuat dari batu. Istananya juga merasa lebih besar dari dalam daripada di luar. Kita disuruh duduk dilantai, dari bawah suatu tangga yang menuju ke sebuah takhta yang tinggi. Yang menduduki takhta adalah seorang raja, ia memakai suatu jubah yang terbuat dari kulit dan percikan berlian. Dengan keagungannya, ia menatapi bawah ke kita dengan senyuman ramah.
Rajanya kemudian turun dari takhtanya untuk menyalam kita. Ketika rajanya turun dari takhtanya, semua pendekar, prajurit, dan pelayan di ruangan membungkuk kepadanya; seorang prajurit pun juga menundukkan kita. Kemudian ia menyuruh kita semua untuk balik berdiri.
"Halo, namaku adalah Yanma, raja kurcaci.", ia memperkenalkan dirinya.
Saya takjub mengetahui bahwa ia bisa berbahasa Indonesia sedangkan masyarakat lainnya hanya bisa bersungut suara saja.
"Siapakah engkau?", ia menanyakan kita.
"Uuhhh... Namaku Soetara, dan ini kapten kru aku, kapten Mansyar.", aku menjawabnya.
"Apa tujuanmu di datang ke pulauku?", raja Yanma taanya.
Kita sebaiknya jangan mengasitahui bahwa kita semaunya mengklaim pulau ini, atau kita bisa dibunuh. Jadi aku membohongnya.
"Kami adalah pedagang, kami menemukan pulau ini dengan tidak sengaja saat berjelajah ke Australia.", Â kapten Mansyar melirikku dengan humor.
"Australia... pulau apakah it-"
"Sebaiknya yang Mulia mengasitahui kami apakah pulau ini dan kenapa pulaunya sangat... menabjukkan, lagian kita kan membawa api.", kapten Mansyar memotongkan raja.
"Ah benarnya kamu. Ini adalah kerajaan Tupili!", raja membalas.
Raja Yanma kemudian dengan menjelaskan sejarah kerajaan ini. Kerajaan Tupili telah dipimpin oleh banyak raja-raja lain sebelumnya, yang juga pintar sepertinya. Kemajuan kerajaan Tupili selalu dimundurkan oleh musim hujan yang membuatnya mustahil untuk menghasilkan api, karena itu kerajaan tidak dapat berkembang.
Inilah... inilah kesempatanku untuk memperbaiki kesalahan bangsa Belanda, aku harus menyebar pengetahuan bangsa kurcaci ini ke seluruh dunia supaya mereka bisa mempunyai akses untuk teknologi kami. Raja Yanma memercaya bahwa pemantikku akan menyelamatkan banyak warga yang sekarang belum dapat akses ke makanan, perobatan, dan kehangatan dari udara dingin.
Setelah itu, raja Yanma memperjelaskan sejarah dan budaya kerajaan Tupili dengan memberikan tur melewati seluruh istana. Banyak aneka ruangan yang mewah, seperti: ruang mandi yang berasal dari hot spring, ruang makan yang besar tetapi sementara makanannya masih mentah antara ruangan lainnya.
Tetapi ruangan yang paling istimewa adalah ruangan harta, disana menempati gunung atas gunung koin dan berlian emas, perak, gading, dan banyak harta-harta lainnya. Aku dan kru semua kagum dari pemandangan semua harta itu.
"Mari. Sekarang adalah waktunya untuk berpesta.", kata raja.
Pada makan malam yang dihosting raja, kami diberikan banyak untuk makan malam. Dari sapi, ayam, ikan-ikan, juga pun seekor binatang yang menyerupai kadal dengan sayap. Saya tidak pernah mengira kurcaci-kurcaci ini sangat bermurah hati. Kita juga diberikan acara-acara tarian, bela diri, dan musik dari budaya mereka. Secara tipikal, para kru sedang bersikap tidak sopan dihadapan para kurcaci.
Pada tengah-tengah acara, kapten Mansyar menyuruhku mengikutinya ke belakang istana. Di belakang istana, kapten Mansyar bicara ke aku bahwa dia dan tim mau menyuri harta kerajaan untuk kita sendiri. Aku terkejut, tidak ada ekspresi di dunia yang bisa menggambarkan amarahku. Sebagai atasannya, aku melanggarnya. Mansyar kelihatannya tidak senang, dan jalan balik ke istana.
Pada akhir acara, aku diundang raja untuk memberikan pidato tentang penemuan pemantikku kepada seluruh rakyat. Tidak tahu kenapa saya butuh bukannya kurcaci-kurcaci yang lain bisa mengerti perkataanku. Berdiri atas panggung, aku berpidato sambil memegang pemantikku.
"Saya dan kru aku berada di garis bidik diskriminasi bangsa ayahku sendiri. Kedua kami percaya bahwa kedua bangsa itu dapat bekerja sama dan mencapai kejayaan, bahkan lebih daripada budaya yang indah dari orang Indonesia atau pemantik dari seorang Belanda.
Saya tidak tahu apakah Anda semua dapat benar-benar memahami perkataan-perkataanku, tetapi jika Anda melakukannya, saya ingin mengatakan bahwa cahaya api dapat bersinar pada anda juga!", semua penonton bertepuk tangannya seperti mereka mengerti pidatoku. Raja Yanma mengelah air mata sedikit.
Raja Yanma untuk meminta pemantikku. Dengan bahagia, aku memberikannya. Di belakang para kurcaci, Mansyar dan kru sedang berbisik sesuatu seolah lagi merencanakan sesuatu. Aku punya kenyakinan bahwa mereka berminat baik. Setelah acaranya selesai, kita dibolehkan tidur di istana raja sebelum "melanjuti perjalanan kita ke Australia".
Pengkhianatan
Pada tengah malam, aku keluar untuk merokok sedikit; aku masih mempunyai korek api untuk sendiri jika pemantikku hilang atau rusak. Korek apinya tidak bisa dinyalakan. Tiba-tiba, aku melihat Mansyar dan kruku sedang mencuri harta-harta raja. Saya segera lari ke mereka untuk menghentikannya.
"Hey, kembalikan harta mereka sekarang juga sebelum ada yang lihat kita!", aku berbisiknya dengan.
"Jika kamu peduli banget sama monyet-monyet ini, maka matilah sama mereka!", Mansyar balas. Tiba-tiba ada suara ledakan di area pertanian dan perkemahan warga.
"Aku telah letuskan kerajaan ini jadi hangus, tidak ada orang lagi yang bisa kau selamatkan. Jika kamu mau hidup, ikut kami balik ke kapal.", Mansyar bilang.
Mereka lari duluan. Secara insting, aku ikut lari sama mereka. Selama aku lari, aku bisa menyiumi bau asap hutan kebakaran, aku bisa melihat api besar yang menyelimuti seluruh kerajaan Tulipi. Ini semua salah, ini semua tidak menurut rencanaku!
Tiba-tiba, salah satu dari pelaut dari kru aku jatuh ditancap tombak lewat dadanya. Kemudian ada tombak-tombak yang lain lagi yang jatuh dari langit dan perpohonan. Mereka tahu kita mencuri hartanya. Aku lari lebih kencang, lebih cepat dari apa yang aku bisa. Aku lari cepatnya sehingga tersandung kepada akar pohon dan membentur kepala kepada batu.
Keesokan harinya, aku bangun terikat pada kursi kecil. 3 prajurit kurcaci sedang menjagaku, satu sedang menjagaku, dan dua lagi sedang mengasah tombaknya dan pisau-pisau. Tatapan mereka merupa harimau yang akan memangsa.
Dengan kejutan, raja Yanma membanting pintu dengan kencang sehingga prajurit-prajurit di ruangan pun juga kaget. Raja Yanma kemudian bergerak menujuku. Berikutnya, raja Yanma menatapku dengan amarah seratus matahari. Tiba-tiba, ia menamparku; walaupun tangannya kecil, pukulannya masih sangat menyakitkan.
"Kamu membohongiku!", sang raja menguak.
"Kamu bilang kalian adalah para pedagang, tetapi sebenarnya kalian adalah pencuri... dan pembunuh!", ia bicara sambil berjalan bolak-balik melingkari ku.
"Raja Yanma, aku berusaha menghentikan kru aku tetapi merek-"
"Diam!", ia mendiamiku.
"Aku dulu menyukaimu... aku mengkagumimu! Kenapa engkau lari kalau begitu!?", ia tanya.
Tiba-tiba, seorang pendekar masuk ke ruangan interogasi... si pemimpin pendekar. Ia memberitahukan sesuatu ke raja Yanma, bahasa kurcaci masih saya kurang mengerti. Raja Yanma tiba-tiba tampaknya terkejut.
"Kazmaral mengasitahuiku bahwa menurut intelnya kamu memang ada berusaha menghentikan kru kamu.", raja memberitakan. Raja Yanma tampaknya lega.
"Tetapi aku tidak bisa membebaskanmu saja atas kejahatan krumu. Aku butuh tolongmu mengembalikan hartaku. Antara harta-harta itu, ada sebuah makhota kaca yang diturunkan dari raja-raja sebelumku sebagai pusaka suci, aku mau engkau terutama mengembalikan itu.", ia menyuruhku.
Raja Yanma kemudian mengambilkan pisau kecil yang baru di asah, dan dia melumarinya dengan cairan kekuningan. Baunya menyengat dan memualkan, cairan itulah sebuah racun. Ia mendatangiku dengan pisaunya.
"Sebentar yang Mulia, saya akan tetap bersetia dan menolongmu mengembalikan harta-hartamu. Tetapi yang Mulia jangan membunuhku!", saya memohonnya.
"Aku memercayaimu, tetapi masyarakatku tidak.", raja Yanma melanjuti dengan menusuki dadaku dengan pisau beracunnya.
"Kamu akan mengembalikan makhota itu dalam sehari atau engkau akan mati. Jika berhasil, maka aku akan menyembuhkanmu dari racun.", ia menyuruh sebelum menarik pisaunya dari dadaku.
Sekarang, hidupku tergantung pada seutas benang.
"Dan inilah... pemantikmu. Jika bangsamu sebenarnya seburuk mereka, aku tidak mau berhubungan apapun denganya."
Pertengkaran
Aku sekarang berada di dalam hutan dengan pistol, dan sekelompok 5 pendekar kurcaci yang dipimpin oleh Kazmaral, pemimpin pendekar kurcaci. Aku telah melacak jejak kru aku selama 5 jam. Raja telah memberitakan bahwa kapalku telah di hancurkan supaya aku dan kru tidak melarikan diri, dan bahwa  pendekar-pendekar raja ada melukai beberapa pelaut dari kruku.
Sebagai penjelah, aku punya pengetahuan dalam melacak binatang maupun manusia terutama kalau mereka sedang berdarah. Jejaknya membawaku ke sebuah cahaya api unggun. Itu pasti artinya mereka sedang beristirahat, maka kita bisa menyerang secara tiba-tiba. Kita semua secara diam melilingi mereka dalam semak-semak.
4 pelaut sedang duduk dan makan malam, dan Mansyar sedang tidur di kemahnya. Dalam sekilap, kita meloncat dari semak-semak dan menyerang mereka. Mereka semua terkejut dan cepat menyerah, Mansyar meloncat dari kemah dalam kejutan; ia sedang memakai berlian-berlian punya raja.
"AAAAHHHHH!!!!", Mansyar berteriak.
Kami bisa menahan semua pelautnya dari menyerang balik, puji syukurlah tidak ada orang yang harus mati. Tiba-tiba, salah satu kurcacinya membunuh pelautnya, yang lain ikut membunuh kruku.
"Tidak! Jangan membunuh mereka!", aku meminta pendekar kurcacinya untuk berhenti. Sebelum dapat dibunuh, Mansyar mendorong pendekar yang menahannya dan melempar bom ke lantai sebelum meloncat ke semak-semak, ledakannya memusnahkan 3 dari pendekarku. Sebelum lari, ia mengambil makhota gelas raja.
Sambil lari, kapten Mansyar menembakan senapannya ke kita. Salah satu dari pendekar kita tertembak, lukanya tidak terlalu parah. Kazmaral dapat menangkapnya sebelum jatuh. Sesudah aku meminta Kazmaral untuk merawatinya, aku segera mengejari Mansyar. Berikutnya, aku mengejar Mansyar di seluruh hutan. Selama ini, ada banyaknya persimpangan antara peluruh.
Kami berlari terus sampai tiba ke candi pada dekat sebuah jurang, candinya terlihatnya kuno dan meruntuh. Kapten Mansyar memanjati candi dengan aku mengkutinya. Candinnya tinggi dengan sebuah menara yang dindingnya runtuh, kami pun juga menaiki salah satu menara it. Ketika Mansyar telah menaiki menara, ia menunggu kehadiranku dengan membidiki senapannya ke aku.
"Kamu seharusnya bantu kami mencurikan hartanya terlebih dahulu, kita nanti pun juga membawabilang ke aku seharusnya ada menolongnya mencuri hartanya terlebih dahulu, kita sekarang seharusnya udah di laut.", Mansyar bilang.
"Mohon, Mansyar. Kamu tidak usah melakukan ini.", aku memohonnya.
Ia kemudian mesenyum dengan jarinya mengerat pada pelatuk senapan. Jantungku bergempa, apakah sinilah aku mati? Sebelum ia menarik pelatuknya, senapannya terlempar dari lemparan tombak. Kami melihat ke kiri kita untuk melihat penyelamatku, Karzamal. Senapannya jatuh dari candi. Sementara dia terganggu, aku menyambarnya keluar dari menara. Aku tetap memukulnya, dan memukulnya, dan memukulnya sampai dapat menyingkirnya.
Tetapi, ia menggulingkanku, dan memukulku secara terusan juga. Kami tetap berlawan di seluruh candi. Kemudian, Karzamal dapat tiba dari sebuah dinding candi dan meloncati ke punduk Mansyar. Karzamal kemudian memanjat ke kepala Mansyar, dan memukulnya dan membantingnya sebelum Mansyar melemparnya jauh.
Kami melilingi Mansyar, dalam upaya terakhir, ia mengunus pisau dari sabuknya. Perlawanan kita mulai memperlahan atas kedua pihak berhati-hati. Mendekatinya menjadi tugas yang lebih susah, apalagi ada makhota raja yang harus kita amankan. Dengan mendadak, Karzamal coba meloncat ke punduk Mansyar. Tetapi ia tertangkap olehnya, dan dilemparkan ke aku. Benturannya menjatuhkan kita berdua.
Saat aku menggulingkan Karzamal dari saya, aku melihati matanya terbuka lebar seperti terkejut. Saat aku menginspeksinya, aku melihat bahwa ia telah ditusuk Mansyar. Napasnya dihambatkan oleh darah yang menaiki ke tenggorakannya. Dan dalam momen terakhirnya, Karzamal membisikan
"Api."
Setelah menaruh Karzamal di lantai, aku balik berdiri. Badanku tegang tetapi siap. Jiwaku merasa dipenuhi seolah jiwa pendekar Karzamal ditransferkan ke aku. Dalam sekilap, aku menyambar Mansyar sehingga jatuh dari sebuah tangga, kita lanjut menjatuh ke sebuah ruangan besar. Dari jatuh sebesar itu, aku kagum bahwa makhotanya masih tidak apa-apa sehabis lepas dari pegangan Mansyar.
Pada ruangan, salah satu dindingnya runtuh ke suatu jurang. Saat selesai jatuh, kami membangkitkan badan kita sendiri dari lantai. Mansyar kelihatannya sudah lelah, inilah kesempatanku. Aku menghajarnya dengan seluruh hatiku, ketika Mansyar mau menusuk, aku menangkap tangannya dan melepaskan pisau. Dengan pisau itu, aku menusuk kakinya sehingga ia tidak bisa berdiri dengan benar lagi.
Di dinding, ada berisitirahatnya sebuah penjelajah sepertiku dengan lantera. Prihatin, aku mengambil lanteranya dan menggunakannya untuk menghajar Mansyar. Ketika lanteranya pecah, percikan kacanya menusuk kulit Mansyar dan olinya melumari seluruh badannya. Dekat pada jurang, aku mengambil pemantikku yang dikembalikan raja Yanma.
"Sepertinya api mencahayakan kamu juga.", seperti itu aku menyalakan pemantiknya dan melemparkannya ke Mansyar.
Sesaat apinya menyentuh Mansyar, seluruh badannya terbakar. Kulitnya mulai memanggang dan mengerut. Dalam panik, Mansyar jatuh ke jurang tadi. Jurangnya paling tidak 200 meter tinggi, dia tidak akan hidup dari itu.
Perpisahan
Seminggu kemudian, setelah bangsa kurcacinya selesai membuat kapal baru untuk perjalananku balik ke Indonesia, kami mengadakan upacara perpisahan. Pendekar yang ditembak masih hidup dan sedang dirawati. Di pantai, aku diberikan makanan dan minuman yang cukup selama perjalanan. Pada malamnya, sebelum berlayar balik, kita mengadakan upacara pemakaman untuk Kazmaral. Badannya dikremasi setelah diberkati oleh doaan-doaan masyarakat, dia adalah seorang pahlawan.
Dalam kenangannya, aku diberikan sebuah tombak upacara, sebagai penanda bahwa aku dianggap seorang pendekar bagi bangsa kurcaci. Aku juga diberikan sebuah ikat kepala bunga. Besok paginya, semua barang dan peralatan sudah disiapkan. Aku siap melayar balik ke Indonesia. Tetapi sebelum saya pergi, aku menanyakan raja,
"Yang mulia, anda harus tahu bahwa ketika aku kembali pulang, aku harus melaporkan penemuanku ke pemerintah."
"Saya tahu."
"Dan ketika mereka tahu, mereka akan datang untuk mengklaim wilayah ini."
"Iya."
"Apa yang harus aku memberitahui mereka?", aku menayanya.
"Bahwa kita akan siap untuk memperjuangkan tanah kita.", raja menjawab dengan keagungan dalam suaranya.
"Ada lebih dari bangsa kurcaci daripada kerajaan Tupili saja.", ia membilangku.
Aku menatapnya sekali lagi ketika menaiki kapal. Aku mempelajari bahwa sebuah bangsa tidak bisa dikembangkan oleh bangsa lain, mereka harus belajar untuk mengembangkan dirinya sendiri. Itulah bagaimana negara Indonesia dibangun, itulah bagaimana bangsa kurcaci harus berkembang. Saat kapal hanyut, aku ditinggalkan dengan lambaian dan selamat tinggal. Ketika aku melirik kembali pada orang-orang indah ini, aku melambai balik.
Goodbye, Tupili.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H