"Jika kamu peduli banget sama monyet-monyet ini, maka matilah sama mereka!", Mansyar balas. Tiba-tiba ada suara ledakan di area pertanian dan perkemahan warga.
"Aku telah letuskan kerajaan ini jadi hangus, tidak ada orang lagi yang bisa kau selamatkan. Jika kamu mau hidup, ikut kami balik ke kapal.", Mansyar bilang.
Mereka lari duluan. Secara insting, aku ikut lari sama mereka. Selama aku lari, aku bisa menyiumi bau asap hutan kebakaran, aku bisa melihat api besar yang menyelimuti seluruh kerajaan Tulipi. Ini semua salah, ini semua tidak menurut rencanaku!
Tiba-tiba, salah satu dari pelaut dari kru aku jatuh ditancap tombak lewat dadanya. Kemudian ada tombak-tombak yang lain lagi yang jatuh dari langit dan perpohonan. Mereka tahu kita mencuri hartanya. Aku lari lebih kencang, lebih cepat dari apa yang aku bisa. Aku lari cepatnya sehingga tersandung kepada akar pohon dan membentur kepala kepada batu.
Keesokan harinya, aku bangun terikat pada kursi kecil. 3 prajurit kurcaci sedang menjagaku, satu sedang menjagaku, dan dua lagi sedang mengasah tombaknya dan pisau-pisau. Tatapan mereka merupa harimau yang akan memangsa.
Dengan kejutan, raja Yanma membanting pintu dengan kencang sehingga prajurit-prajurit di ruangan pun juga kaget. Raja Yanma kemudian bergerak menujuku. Berikutnya, raja Yanma menatapku dengan amarah seratus matahari. Tiba-tiba, ia menamparku; walaupun tangannya kecil, pukulannya masih sangat menyakitkan.
"Kamu membohongiku!", sang raja menguak.
"Kamu bilang kalian adalah para pedagang, tetapi sebenarnya kalian adalah pencuri... dan pembunuh!", ia bicara sambil berjalan bolak-balik melingkari ku.
"Raja Yanma, aku berusaha menghentikan kru aku tetapi merek-"
"Diam!", ia mendiamiku.
"Aku dulu menyukaimu... aku mengkagumimu! Kenapa engkau lari kalau begitu!?", ia tanya.