Lickona (2013) menekankan bahwa pendidikan kewarganegaraan memainkan peran kunci dalam pengembangan karakter warga negara. Dengan fokus pada penguatan nilai-nilai demokrasi, seperti keadilan dan kesetaraan, PKn mampu menciptakan individu yang memiliki kepekaan terhadap potensi konflik dan mampu mengelola perbedaan tanpa kekerasan. Konsep ini didukung oleh pendapat Banks (2006), yang menyatakan bahwa pendidikan multikultural dalam PKn dapat membantu membangun inklusivitas di tengah keragaman, sehingga mencegah eskalasi konflik menjadi kekerasan.Â
Selanjutnya, penelitian Mazid & Istianah (2023) menunjukkan bahwa PKn yang berorientasi pada pendidikan perdamaian memiliki dampak positif dalam menurunkan sikap intoleransi di kalangan pelajar. Dengan metode partisipatif, seperti diskusi kelompok dan simulasi, siswa diajak untuk memahami perspektif pihak lain dalam konflik. Hal ini sejalan dengan pendekatan pendidikan konflik oleh Galtung (1996), yang menekankan pentingnya membangun "positive peace" melalui transformasi nilai dan perilaku masyarakat.Â
Secara implementasi, PKn juga menjadi media untuk memperkuat nilai-nilai Pancasila yang relevan dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya, melalui pembelajaran kolaboratif, siswa diajarkan untuk mempraktikkan musyawarah dalam mengambil keputusan, sebagaimana diatur dalam sila keempat Pancasila. Latihan ini menjadi bekal penting untuk menghadapi situasi konflik dalam masyarakat yang membutuhkan penyelesaian berbasis konsensus. Dengan demikian, Pendidikan Kewarganegaraan tidak hanya menjadi alat untuk menanamkan kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara, tetapi juga menjadi fondasi penting dalam membangun budaya damai di masyarakat. Melalui pendekatan ini, PKn mampu menjadi salah satu strategi mitigasi konflik yang efektif di berbagai konteks sosial.Â
Peran PKn dalam Mempromosikan Toleransi dan Resolusi Konflik
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) memiliki peran penting dalam mempromosikan toleransi dan resolusi konflik di tengah masyarakat yang multikultural. PKn dirancang untuk membentuk warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya serta memiliki nilai-nilai demokratis, termasuk toleransi, penghargaan terhadap keberagaman, dan kemampuan menyelesaikan konflik secara damai. Menurut Jannah & Sulianti (2021), PKn bertujuan untuk mengembangkan kecerdasan warga negara yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, sehingga memungkinkan peserta didik untuk memahami dan mempraktikkan nilai-nilai kebangsaan yang harmonis di tengah perbedaan.
Salah satu aspek utama dalam PKn adalah pendidikan toleransi. Menurut (Suharyanto, 2013), toleransi adalah sikap menghormati dan menerima perbedaan yang ada dalam masyarakat, baik dalam hal budaya, agama, maupun pandangan politik. Melalui pembelajaran PKn, siswa diajak untuk memahami keragaman sebagai kekayaan bangsa dan mengembangkan empati terhadap perbedaan. Dengan cara ini, PKn berkontribusi dalam mencegah potensi konflik yang muncul akibat kesalahpahaman atau prasangka antar kelompok.
Dalam konteks resolusi konflik, PKn juga berperan sebagai sarana untuk meningkatkan keterampilan mediasi dan negosiasi. Dahrendorf (2006) menyatakan bahwa konflik merupakan bagian alami dari interaksi sosial yang perlu dikelola secara konstruktif. Pembelajaran PKn dapat memberikan pengetahuan tentang strategi resolusi konflik, seperti komunikasi yang efektif, pemahaman perspektif pihak lain, dan pencarian solusi win-win. Melalui simulasi atau studi kasus, siswa dilatih untuk menerapkan keterampilan ini dalam situasi nyata, sehingga mampu menjadi agen perdamaian di komunitasnya.
Lebih lanjut, penelitian oleh Istianah dkk, (2023) menunjukkan bahwa pendekatan pendidikan berbasis nilai dalam PKn efektif dalam membangun sikap toleransi dan kemampuan menyelesaikan konflik pada siswa. Dengan menggunakan metode diskusi kelompok dan pembelajaran kolaboratif, siswa lebih mampu memahami pentingnya dialog dan kerja sama dalam menyelesaikan masalah sosial.
Oleh karena itu, PKn tidak hanya menjadi sarana pembelajaran tentang kewarganegaraan, tetapi juga alat strategis untuk membentuk masyarakat yang damai dan harmonis. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai toleransi dan resolusi konflik ke dalam kurikulum, PKn berkontribusi signifikan dalam menjaga keutuhan sosial di tengah keberagaman budaya Indonesia.Â
- Implementasi Pendidikan Kewarganegaraan di IndonesiaÂ
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di Indonesia bertujuan untuk membentuk warga negara yang cerdas, bertanggung jawab, dan memiliki komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi serta hak asasi manusia. Kurikulum PKn dirancang untuk memupuk pengetahuan, sikap, dan keterampilan kewarganegaraan yang relevan dengan konteks kehidupan masyarakat Indonesia yang beragam. Menurut Wulandari dkk (2023), pendidikan kewarganegaraan harus mampu membentuk individu yang kritis, toleran, dan aktif berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Namun, pelaksanaan pendidikan ini menghadapi berbagai tantangan, khususnya dalam mengintegrasikan isu-isu lokal, termasuk konflik sosial, ke dalam pembelajaran.
- Analisis Kurikulum PKn di Indonesia
Kurikulum PKn di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan, dari Kurikulum 1994 hingga Kurikulum Merdeka saat ini, dengan tujuan untuk lebih relevan terhadap dinamika masyarakat. Kurikulum PKn harus mencakup tiga aspek utama: civic knowledge, civic skills, dan civic disposition. Di bawah Kurikulum Merdeka, PKn diharapkan lebih kontekstual, yaitu menghubungkan pembelajaran dengan isu-isu lokal yang dihadapi masyarakat sekitar. Namun, integrasi ini sering kali terhambat oleh terbatasnya pemahaman guru tentang isu lokal yang kompleks serta kurangnya bahan ajar yang mendukung pembelajaran berbasis konteks (Cicilia, & Santoso, 2022).
- Tantangan Integrasi Isu Konflik Lokal dalam Pembelajaran