Mohon tunggu...
Heri Susanto
Heri Susanto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Red Letter Day

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

CATATAN PANJANG AISHA

21 Desember 2012   19:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:14 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku masih ingat betul ketika tragedi itu terjadi, kala aku menemani sang ibu untuk membuktikan apakah dugaannya selama ini benar atau salah, bahwa ada wanita lain diantara kami. Ibu sudah lama mencari tahu tentang kegiatan sehari-hari ayah diluar pekerjaannya sehari-hari, dan kini lah klimaksnya.

Jantung ku berdegup kencang ketika aku berada di depan sebuah rumah yang diterasnya terparkir dengan rapi mobil ayah. Aku yakin ibu merasakan hal yang sama denganku.

Ibu mengetuk pintu sambil meengucapkan salam, “Assalamualaikum….”

“Waalaikumsalam…”terdengar suara seorang anak yang membukakan pintu.

Aku dan ibu terpaku saat melihat kenyataan yang ada di depan kami. Antara percaya dan tidak, aku melihat ayah dan seorang wanita sedang duduk sambil mengupas mangga. Mereka terlihat sangat bahagia, serasa seperti orang yang dilanda mabuk cinta. Ya Allah…apa ini? aku terdiam terpukau, sedang ibu langsung menemui ayah, dan belum sampai ibu di depan ayah, perempuan yang bersamanya tadi langsung berlari menjauh lewat pintu belakang. Ntah karena sadar atas kesalahannya ataupun takut, aku tak tahu. Yang pastinya aku melihat wajah ayah merah padam dan langsung membawa kami pulang kerumah. Dalam perjalanan, suasana hening, yang terdengar hanya isakan ku dan ibu, menangis menahan luka. Singkat kata kami telah berada dirumah, dan ayah dengan garangnya menumpahkan emosinya. Mungkin tak menyangka akan terbongkar seperti ini.

”Pringggg !!!!”....terdengar suara vas bunga pecah.

”srrrrttttttt gdubrakkk!!!!” di ikuti suara seretan kursi yang ditendang dan berakhir dengan menabrak dinding.

Pertengkaranpun pun tak terhindarkan, ayah dan ibu saling beradu argumen. Aku menangis terisak dipinggir pintu, dan kemudian juga ikut menumpahkan perasaanku.

”Kenapa ayah tega ngelakuin ini semua???, ”apa kurangnya ibu yang sudah menemani ayah selama puluhan tahun, yang dengan setia menghadapi sikap tempramen ayah selama ini, yang slalu menyiapkan makan siang tepat dipukul 12 hingga ketika ayah pulang kerja semua sudah tertata rapi di meja makan, yang setiap sore menyiapkan makanan cemilan ketika ayah bangun tidur istirahat, dan yang menemani ayah ketika suka dalam duka hingga disaat ayah terpurukpun ibu masih setia, apa itu masih kurang yah??????, Apa kurang??????, Coba ayah jelaskan pada aisha, dan jelaskan juga dengan pasti siapa perempuan itu??????, jelaskan yah....jelaskan!!!!!!!, Aisha dan ibu ingin mendengarnya langsung dari ayah”. Tanyaku dalam terisak

Tampak mata ayah merah dan berkaca juga, lalu berkata, ”Bu.....,”Aisha.....maafkan ayah, ayah khilaf, dia adalah……istri ayah, ayah baru menikahinya beberapa bulan yang lalu”.

Serasa petir menyambar, jantung berhenti berdetak, dan bayangan gelap langsung menghantui, suatu pengakuan yang aku dan ibu tidak ingin mendengarnya. Kami seakan terkulai lemas tak berdaya menerima kenyataan yang tak pernah terpikirkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun