Mohon tunggu...
Heri Susanto
Heri Susanto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Red Letter Day

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

CATATAN PANJANG AISHA

21 Desember 2012   19:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:14 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore akan beranjak meninggalkan keperkasaan sang surya yang sedari tadi sudah menemani aktifitas ku. Bunyi kendaraan terdengar berlalu lalang, dan akupun duduk termangu di sebuah bangku yang berada di teras rumah ku. Merasakan semilir angin yang terkadang menerpa wajah, melambaikan kerudung yang terbungkus rapi sebagai penutup kepala. Tak tahu apa yang terpikirkan, yang pastinya aku menghabiskan waktu dengan mendengarkan dentuman nasyid yang terdengar menyejukkan hati dari sebuah radio yang ku punya. Yahhh…. Itulah kegiatan sore ku sambil menuggu datang nya azan magrib yang siap menggema, membahana di seluruh penjuru jagad raya, mengajak seluruh umat untuk memenuhi kembali panggilan sang khaliq. Bermunajah dan senatiasa melakukan apa yang memang menjadi perintah-Nya.

***

“Aisha…..”, terdengar suara ibu yang memanggil untuk mengajak ku makan malam bersama. Aku pun segera bangkit dan menuju meja makan. Sudah beberapa tahun ini aku menjalani hari-hari hanya berdua bersama ibu. Sejak tragedi itu….. seluruh kehidupan ku berubah. Langit seakan kelam, tertutup awan kelabu yang kian menambah suram. Pesona indahnya kehidupan tak lagi mampu menutupi lara dan duka yang menyelimuti diri. Kenikmatan dan kebahagiaan yang pernah ku rasa di masa kecilku kini tlah terenggut. Ayah sudah tak bisa bersama lagi, dan tinggallah aqu bersama ibu yang menanggung semua kepedihan yang terasa begitu sesak di dada.

“Aisha…. Bagaimana kuliah mu nak?” ibu membuka percakapan.

“Insyaallah lancar, Bu….aisha akan menyelesaikan skripsi aisa di tahun ini.

“Doakan ya bu, moga semuanya berjalan baik dan aisa bisa segera bekerja.

“Aisha ingin membuat ibu bahagia, dan aisa akan buktikan bahwa tanpa figur ayahpun kita masih bisa menjalani hidup dengan baik.”

Sejenak mata ibu langsung berkaca-kaca, aku tahu apa yang ada dihatinya. Ia pasti sangat kecewa dan sedih bila teringat kembali pada pengkhianatan seorang suami yang sudah ditemaninya dengan setia selama puluhan tahun.

“Aisha….. Ibu senang bisa bersamamu, kamu adalah mutiara hati ibu, dan karena dirimu nak, ibu masih bisa bertahan hingga saat ini.”

Tanpa tinggal diam aku langsung memeluk ibu, dan kamipun tersedu bersama.

Peristiwa itu telah berlalu selama lebih kurang 4 tahun, tepatnya ketika aku masih duduk di bangku SMA. Jujur hingga kini aku masih tak bisa menutupi rasa kecewaku terhadap ayah, tak kuasa untuk menerimanya. Namun walau bagaimanapun ia tetap ayahku. Ayah yang pernah sangat menyayangi dan memanjakanku dulunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun