Mentari semakin turun ke Barat. Halaman Surau Tabek Gadang makin sepi saja. Sebentar lagi, tentu akan  ada marbot Mesjid yang datang untuk mengumandangkan Adzan Maghrib, tanda berbuka tiba.
Biasanya, Marbot akan membawa sedikit panganan, untuk dia berbuka sendiri dan untuk mereka yang tersesat ke Surau ini, karena kesorean dalam perjalanan.
Karman memantapkan dirinya, mudah"an akan  ada sedikit kelebihan panganan yang dibawa Marbot. Cukuplah segelas air hangat  dan sepotong lamang.
Agaknya, keajaiban yang ditunggu Karman, tak akan terjadi sore ini. Jangankan wanita yang lewat, satupun manusia tak ada lewat. Jalan di depan Surau Tabek Gadang benar-benar  lengang.
*****
Pagi tadi, Karman sudah menziarahi makam Mandeh, makam itu telah dibuatkan kijing oleh Karman. Agar sesuai syariah, kijing Mandeh pada sisi atasnya, tetap terbuka. Tujuan Karman hanya satu, agar makam Mandeh memiliki data yang jelas dan tak hilang. Pada nisan Mandeh tertera nama dan bin, kapan Mandeh lahir dan kapan dipanggil Illahi Robbi.
Kini, tinggal satu yang harus dia kerjakan, pergi ke rumah Datuk Sutan. Pada adik Mandeh itu, dia akan pamitan untuk kembali ke Jakarta. Karman akan memimpin rapat terakhir sebelum libur lebaran, sekaligus membayarkan THR bagi karyawan yang telah mengabdikan waktu mereka selama ini,  bekerja pada  perusahaan Karman.
"Apakah setelah itu, kau akan pulang lagi Man? Lebaran di kampung?"
"Belum tentu Tuk" jawab Karman.
"Lalu, kau akan lebaran dimana?"
"Belum tahu, tuk"