Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Wasiat Mandeh Khadijah

12 Juni 2017   22:31 Diperbarui: 13 Juni 2017   10:25 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar; Oltret.com

Setelah  kepergian Datuk Sutan, karman benar-benar terjebak dalam sunyi. Surau yang terletak di tengah sawah kampung itu, benar-benar buah akulturasi budaya masyarakat Kampung Karman.

Awalnya, masyarakat yang mengerjakan sawahnya, sholat di dangau mereka masing-masing ketika waktu sholat tiba. Dari pertemuan-pertemuan setelah lelah seharian kerja di sawah menjelang pulang ke rumah, maka disepakatilah untuk membangun surau. Tujuannya agar bisa melakukan sholat berjamaah. Kini, sesuai perjalanan waktu, surau yang dulu sangat sederhana, menjelma sebagai surau dengan kondisi cukup baik.

Namun, perbaikan fisik surau, tak sebanding dengan bertambahnya jumlah jamaah yang sholat. Mereka yang mengerjakan sawah semakin sedikit saja. Sementara anak-anak sang pemilik sawah, tak ada lagi yang berminat meneruskan apa yang dilakukan para orang tua mereka. Jadilah surau ini, lengang.

Kini, sore itu, Karman duduk sendiri di surau tengah sawah itu, setelah Datuk Sutan meninggalkannya.

Untuk pulang ke rumah, ada rasa malas yang menggelayut pada Karman. Untuk apa pulang? Untuk siapa dia pulang? Rumah yang akan dia datangi, tentu akan kosong melompong. Tak ada lagi penghuni disana. Mandeh Khadijah, bunda Karman adalah satu-satunya penghuni rumah itu. Kini setelah empat tahun berpulangnya Mandeh Khadijah keharibaan Illahi Robbi, maka rumah itupun kosong. Dan, inilah kepulangan pertama Karman setelah empat tahun lalu, sejak berpulangnya Mandeh Khadijah kehadirat Allah SWT. Kepulangan untuk menziarahi makam mandeh Khadijah, sebagai bakti sorang anak pada sang bunda.

Apa pula yang akan Karman jawab, tentang sindiran Datuk Sutan, jika dia sedang menunggu seseorang? Betul dia menunggu seseorang. Tapi, siapa? Karman tak tahu siapa yang dia tunggu itu, bagaimana bentuknya, bahkan sekedar namapun dia tak tahu.

Aneh. Lalu darimana Karman yakin dia akan menemukan orang yang dia cari itu, di kampung Mandehnya sendiri? Tak lain, karena rasa sayang seorang anak pada Mandehnya. Tak satupun kalimat Mandeh Khadijah yang tak Karman percayai. Seluruh apa yang diucapkan Mandeh, dia percaya. Sebagaimana percayanya Karman bahwa Mentari akan terbit di ufuk Timur dan terbenam di ufuk Barat.

*****

"Pergilah man, nanti juga kau akan pulang"

"Tentu Mandeh, Karman akan pulang ke rumah Mandeh" jawab Karman.

"Bukan itu maksud Mandeh" kata Mandeh, sambil mengelus rambut Karman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun