Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Mencinta Baso sebesar Gunung Inerie

5 Juni 2017   15:14 Diperbarui: 5 Juni 2017   15:27 723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ibu Amsi meninggal dan di kubur di Ende ini”

“MasyaAllah. Sakit apa ibu Amsi?”

“Malaria. Sakit yang ketika itu, merenggut banyak nyawa masyarakat kita”

“okh. Itha, jadi ingin menziarahi pusaranya Daeng”

“Iya.. sayang. Besok kita ke sana. Mengunjungi makam Ibu Amsi, sebagai bentuk penghargaan kita pada sang Pahlawan yang tak tercatat dalam sejarah”

*****

Baso meraih pundak Mashitah, wanita yang menemaninya selama ini, dalam suka dan duka. Berdua, anak manusia yang tak muda lagi itu, melangkah beriringan, menapaki jalan meninggalkan pantai raja. Di seberang jalan, di sisi kiri jalan tempat mereka melangkah, masih jelas nampak patung Soekarno,  duduk menatap teluk Sawu siang malam di taman perenungan Sokerno.  

Perjalanan mereka masih terus berlanjut, sebagaimana perjalanan usia pernikahan yang mereka sudah lalui dengan segala onak durinya.

Semetara itu, sayup-sayup di kampung raja, suara Adzan Isya memanggil umatnya untuk sholat Isya dan sholat taraweh.  Bulan ramadhan ini, syarat makna untuk Daeng dan Mashitah.

Perjalan menuju pusat kota, berdua saja tanpa anak-anak, suasana malam ketujuh Ramadhan, membawa kesan yang sulit dilukiskan. Itha merasa muda kembali, tak ada redaksi kalimat yang pas untuk menggambarkan apa yang dirasa Itha.

Tangan Baso menjamah jemari Itha, menuntunnya menyebrangi jalan, ke sebrang Taman perenungan Soekarno di tengah kota Ende. Di bawah temaram lampu Plank ATM BRI, disebrang Taman Perenungan Soekarno. Itha melirik dengan ujung matanya pada Baso. Lelaki Bugis yang bersedia menghabiskan puluhan tahun bersamanya itu, masih  terlihat gagah, sedikit Flamboyant. Kalaupun Baso terlihat kasar dan serem, itu hanya kesan pertama bagi yang belum mengenalnya. Namun, bagi Ita, Baso adalah lelaki sejati. Tempatnya bersandar pada tiang kokoh yang bernama Baso.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun