Hanya ada satu anak yang masih berdiri di depan ruang kepala sekolah. Matanya menatap sendu ke arah guru kelas.
"Ibu, beneran ada makan siang gratis di sekolah?"
"Lilis, Ibu gak tahu pasti, Nak. Ada rencana pemerintah katanya," balas gurunya.
"Oh, iya Ibu. Terima kasih."
Anak perempuan itu berjalan ke kelas sambil menenteng keranjang kecil berisi gorengan hasil masakan ibunya. Dia akan menjualnya pada teman-teman saat jam istrahat.
Sebenarnya para murid sudah dilarang untuk berjualan di sekolah. Kepala sekolah beberapa kali mengingatkan bahwa tugas mereka adalah belajar. Tugas mencari nafkah adalah kewajiban orang tuanya.
Hanya saja ada pengecualian yang diberikan kepada Lilis. Sejak ayahnya meninggal dan ibunya ditabrak orang hingga tak bisa berjalan, Lilis menyambi sebagai penjaja makanan. Daripada dia putus sekolah, kepala sekolah akhirnya mengijinkan. Â
Saat pulang, Lilis memberi salam tapi tak ada sahutan. Terlihat ibunya  sedang tertidur di atas tikar pandan bercapkan foto salah satu calon pimpinan daerah di kampung mereka. Ya, tikar itu katanya bantuan untuk masyarakat. Ibu Lilis senang rebahan di tikar itu. Katanya beda rasa dari yang dibeli sendiri. Yang gratis lebih nyaman.
Suara pintu kamar berderit membangunkan ibunya.
"Lilis, makan dulu, Nak," seru ibu kepada anaknya.
"Bu, sisa jualan masih banyak. Ada sepuluh lagi. Teman-teman di sekolah pada belanja di kantin," sahut Lilis sambil mengunyah sisa jualannya.