"Pas Bapak pergi, Jarrel mau pasangkan kembali gelang itu di tangan Bapak. Jarrel titipkan doa di gelang supaya Bapak selamat dalam bekerja. Tapi Bapak keburu jauh dan pergi naik truk. Nah, teman Jarrel yang temani pergi memaksa untuk memakai gelang itu. Tiba-tiba air besar datang menyeret kami. Teman Jarrel gak bisa berenang. Jarrel sempat bantu tapi Jarrel pikir akan ikut terseret kalau terus menggiringnya. Arusnya sangat deras, Pak," jawab anaknya sambil menunjuk jenazah anak kecil di samping mereka.
Pak Kamran sangat bersyukur masih dipertemukan dengan keluarganya semua. Dia bersyukur anaknya sudah tumbuh bijak dan dewasa, sudah berpikir kritis menghadapi masalahnya sendiri. Dipeluknya lagi anak sulungnya itu dengan erat seakan tidak mau kehilangan orang yang sangat dicintai.
"Pak, emak dan adik bagaimana?"
"Mereka selamat juga, Nak," jawab Pak Kamran.
Pak Kamran kembali menggendong jenazah temannya Jarrel dan mereka berjalan menuju posko bantuan.
Di tengah jalan, Pak Kamran bertanya, "Jarrel kita pasti akan pergi ke air terjun itu, Nak."
"Nggak jadi, Pak."
"Lho!?"
"Nanti kalo Jarrel sudah jadi tentara, Jarrel akan bawa Bapak dan Emak memanjat air terjun itu. Kita bisa buat pondok kecil di sana," celoteh Jarrel sambil memakai kembali gelang dari biji sawo itu ke pergelangan tangannya.
Pak Kamran tersenyum bangga dan matanya berkaca-kaca mendengarkan ujaran Jarrel yang polos, berambisi namun sangat bijak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H