Pak Kamran mengangguk mengiyakan.
"Kita ditunggu sekarang, Pak. Itu disana dekat jembatan. Air sudah  mulai surut, kita bisa menyeberang,"
"Baik, mari, Pak,"Â sahut Pak Kamran.
Mereka berlari kecil karena truk sudah menunggu dari tadi. Pak Kamran dan temannya duduk di samping supir truk. Mereka melaju melewati jembatan dengan perlahan karena air sungai masih menggenangi jalan.
Sesampai di lokasi, Pak Kamran bertemu dengan pemesan pasir. Seorang kontraktor yang terkenal di kampung sebelah. Dia adalah sahabat Pak Kamran waktu SMP dulu. Cukup lama mereka berbincang di rumah itu. Walau berkali-kali Pak Kamran mohon ijin untuk kembali ke tempat kerjanya, si kontraktor berulang kali juga menahan. Â Dia rindu bernostalgia saat mereka bersekolah karena sudah lama tak bersua.
Tak terasa hampir setengah hari Pak Kamran ada di rumah itu. Tiba-tiba suara beberapa warga terdengar berteriak, "Pak Kades, Pak Kades. Ada bencana banjir di kampung sebelah...."
Ternyata sahabat Pak Kamran itu adalah seorang kepala desa di kampungnya. Dia menghampiri warga yang ngos-ngosan berlari menuju rumahnya.
"Banjir dimana, Bapak-Bapak?"Â tanya Pak Kades.
"Desa Nagasari, Pak. Semua rata karena air," ucap mereka bersamaan.
Saat mendengar nama Nagasari, Pak Kamran dan teman satu kampungnya terperanjat. Kopi yang sedang mereka seruput pun muncrat mengenai alas meja.
"Bapak yakin berita itu, Pak?"Â tanya Pak Kamran pada warga.