DRR! Getar handphone Nadia berbunyi. Ternyata Rio meneleponnya, tapi Nadia tidak peduli dan kembali menuju lemarinya. Nadia menangis. Ia tak cukup kuat menahan perasaan rindunya pada Nabilah. Nadia merasa bersalah karena selama berpisah dengan Nabilah, tak sekali pun Nadia berusaha untuk mencari Nabilah. Nadia terus menangis di depan lemarinya yang terbuka dengan beberapa pakaian terserak mengelilinya.
Sekitar hampir setengah jam Nadia masih di kamarnya, bahkan ia belum berganti pakaian.
TOKTOK! Suara getukan pintu membuat Nadia menoleh ke arah bunyinya suara. Sang ayah kini masuk ke dalam kamarnya. Melihat anaknya yang terlihat bersedih itu, ayah langsung ikut duduk bersama anaknya.
"Kamu kenapa nak?." tanya ayah dan Nadia tidak menjawab.
Ayah mengelus rambut Nadia pelan dan berkata, "Tadi Rio telepon. Katanya kamu nggak angkat teleponnya. Ada apa?."
Nadia melihat ayahnya tajam dengan mata  sembapnya. "Aku mau nanya sama papah, tapi tolong jawab pertanyaan Nadia jujur pah."
Ayah hanya terdiam mendengar pertanyaan putrinya.
"Pah! Nabilah ada dimana pah?." tanya Nadia dengan nada sedikit tinggi.
Ayah benar-benar tidak bisa menjawab pertanyaan Nadia. Ayah lalu berdiri dari duduknya dan meninggalkan kamar Nadia.
***
Nadia terlambat satu jam dari jadwal yang sudah direncanakan. Matanya masih sembap dan Nadia tidak mempedulikannya. Nadia bahkan tidak sempat merias wajahnya.