Mohon tunggu...
Nina BSA
Nina BSA Mohon Tunggu... Akuntan - Equal Means Equal

ali_nadirah@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hujan 1999

22 Oktober 2017   19:32 Diperbarui: 24 Oktober 2017   23:53 1512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa saat kemudian, sang pemilik rumah pun datang. Nadia meminta informasi tentang pemilik rumah sebelumnya. Nadia mendapatkan nomor telepon. Nadia mencoba menghubungi nomor tersebut, tapi ternyata nomor yang dituju tak bisa dihubungi. Dan aktivitas itu berulang kali dilakukan Nadia.

***

Nadia terlihat sangat kacau. Pikirannya tidak keruan saat ini. Baru saja Nadia menerima kabar bahwa pesanan gaunnya dibatalkan. Itu membuat Nadia semakin pusing. Desain yang ia kerjakan selama hampir sebulan tiba-tiba dibatalkan begitu saja. Rasanya ia ingin sekali menelepon Rio dan menceritakan semuanya. Ia ingin bertemu Rio, tapi Nadia enggan menghubungi Rio saat ini karena rasa sakit yang dibuat Rio dalam hatinya. Nadia memutuskan untuk tidak menggunakan handphonenya yang biasa ia gunakan. Nadia tidak mau berkontak dengan Rio dulu.

***

Dua minggu sudah pencarian Nadia, tapi sampai detik ini Nadia belum bisa menemukan Nabilah. Ayah memberi tahu Nadia petunjuk-petunjuk keberadaan Nabilah. Sekarang waktu menunjukkan pukul tujuh malam. Biasanya Nadia menghentikkan pencariannya dan melanjutkannya esok hari jika sudah sore. Namun hari ini Nadia terlalu bersemangat. Tak sedikit pun semangatnya luntur dari dua minggu yang lalu. Kini Nadia sudah berada di depan rumah yang ditujunya. Ini adalah alamat terakhir yang ia peroleh dari ayah. Rumah yang berada di hadapan Nadia terlihat lebih mewah dari rumah-rumah yang sebelumnya dikunjunginya. Nadia mencoba memencet bel rumah tersebut. Setelah beberapa kali memencet bel, tidak ada seorang pun yang keluar dari rumah tersebut. Nadia pun memencet dan menunggu lagi. Sekitar sepuluh menit berlalu, belum juga ada seorang pun yang keluar dari rumah tersebut. Nadia tidak sabar. Apalagi sekarang sudah semakin malam. Akhirnya Nadia memutuskan untuk masuk ke rumah tersebut tanpa izin.

"Permisi.. permisi.." kata Nadia sambil terus melangkahkan kakinya ke dalam rumah. Sampai akhirnya Nadia melihat kaca pintu yang di balik sana terdapat banyak orang.

Kok nggak ada yang keluar bukain pintunya sih, batin Nadia.

Nadia membuka pintu tersebut. Pintu itu menghubungkan ke suatu taman yang cukup luas. Ada banyak balon dan lampu yang menyinari taman tersebut, seperti ada acara yang diadakan di sini. Nadia yang sangat penasaran menghampiri kerumunan orang di tengah taman tersebut. Nadia memerhatikan dua orang di tengan kerumunan orang tersebut. Nadia berusaha masuk diantara kerumunan sampai akhirnya Nadia berada di barisan terdepan.

Seorang lelaki yang berada di tengah kerumunan tersebut terlihat sedang berdansa dengan seorang wanita yang sedari tadi tertutupi oleh lelaki tersebut di hadapannya. Dan ketika menoleh ke arah Nadia berdiri, betapa terkejutnya Nadia ketika mengetahui lelaki tersebut adalah Rio. Nadia kaget bukan main. Matanya membulat dan perlahan kakinya berjalan mundur. Nadia tak menyangka alamat yang diberi ayah, membawanya ke suatu rumah di mana seseorang yang sangat ia cintai berada. Rio melihat Nadia dan menoleh ke arah wanita yang tadi berdansa dengannya. Nadia mencoba keluar dari kerumunan tersebut. Nadia duduk dengan lemas. Matanya masih membulat dan napasnya memburu.

Suara tepuk tangan menghiasi acara tersebut. Nadia masih dalam keadaan yang sama. Tiba-tiba hujan turun berjatuhan dari langit. Orang-orang yang menghadiri acara tersebut mulai memasuki rumah. Nadia masih duduk lemas di pinggir taman. Tiba-tiba ada telapak tangan yang menempel di bahunya. Napas Nadia perlahan mulai stabil. Begitu juga dengan pandangannya. Nadia menoleh ke sampingnya, ternyata tangan Sandra yang memegang bahunya. Lalu Rio datang dengan payung yang ia bawa untuk menutupi mereka. Nadia melihat Rio sejenak. Ingatannya kembali pada delapan belas tahun silam, ketika awal pertemuan mereka. Ketika Rio datang sambil membawa payung. Ketika hujan turun dari langit Jakarta. Ketika perasaannya sedang sedih. Nadia tanpa sadar menjatuhkan air matanya yang telah bercampur dengan air hujan. Nadia rindu kenangan itu. Ketika ia mengenal jatuh cinta untuk yang pertama kali. Nadia ingin semua kenangan itu kembali. Nadia ingin di antaranya dan Rio tidak ada yang berubah. Nadia ingin terus bersama Rio. Saat-saat di mana ia merasa terlindungi, di saat ia bercanda, di saat ia bisa melakukan segala hal dengan bebas tanpa ada rasa takut.

"Nad.. ayo masuk." kata Sandra. Namun Nadia seakan tak mau bangun dari duduknya. Masih terlalu berat menyeret kakinya. Terlalu sakit melihat kedua pasang ini bersama. Terlalu sulit melihat Rio membagi kasihnya pada Sandra. Terlalu asing untuk Nadia melihat Rio dengan yang lain. Nadia melihat Rio dalam waktu yang lama. Nadia ingat, Rio mudah sakit bila terkena hujan. Nadia keluar dari payung tersebut. Membiarkan dirinya kehujanan. Ingin rasanya ia mengatakan yang sejujurnya, kalau selama ini Nadia mencintai Rio. Ada rasa penyesalan di hati Nadia. Penyesalan yang teramat sangat. Nadia menyesal tidak mengatakannya dari dulu. Nadia berangan-angan dalam beberapa saat untuk bisa memutar waktu. Nadia ingin bilang kalau ia sangat mencintai Rio. Nadia tidak mau Rio dimiliki orang lain. Nadia berangan-angan... kalo aja dari dulu Yo. Apa mungkin sekarang masih ada Sandra di hati lo?... Angan-angan Nadia terlalu jauh. Jauh sekali. Kenyataannya, malam ini adalah hari pertunangan Rio dan Sandra. Hari pertunangan yang diwarnai hujan. Diwarnai dengan suasana sedih di hatinya. Nadia melihat wajah Sandra. Nadia tersenyum pada Sandra. Ia langsung memeluk Sandra. Dalam pelukannya, Nadia menangis. Tangisan yang berpadu dengan isakan. Di bawah hujan, Nadia memeluk Sandra erat. Nadia menangis sejadi-jadinya. Rio yang melihat Nadia bertingkah seperti itu tahu bahwa ada sesuatu dan membiarkan mereka berpelukkan di bawah hujan. Nadia melepas pelukannya perlahan dan mulai memegangi lengan Sandra. Sambil menatap mata Sandra lirih, Nadia berkata, "San... jawab jujur pertanyaan gue. Siapa lo sebenernya?!" tanya Nadia yang membuat Sandra terkejut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun