Nadia melangkahkan kakinya menuju alamat yang ia dapat dari panti asuhannya dulu. Ia memasuki sebuah taksi yang terparkir di depan kompleks panti asuhan dengan taksi lainnya. Dalam perjalanannya, ia sudah membayangkan ketika nanti bertemu Nabilah. Nadia akan langsung memeluk saudari kembarnya. Nadia akan menceritakan semua yang telah ia lalui selama delapan belas tahun ini. Nadia akan menghujani banyak pertanyaan pada Nabilah, Nabilah tinggal sama siapa? Seneng nggak? Rasanya gimana? Nabilah dulu sekolah di mana? Pernah pacaran nggak? Sekarang lagi pacaran nggak? Nabilah.. Nabilah.. Nabilah.. Nadia terbangun dari lamunannya dan menyadari kalau tempat tujuannya sudah di depan mata.
Nadia menelan air liurnya. Memerhatikan rumah di hadapannya. Rumahnya cukup besar dan mewah. Nadia memencet bel rumah tersebut yang berada tepat di sisi kanan tembok. Seseorang keluar dari rumah tersebut.
"Permisi bu. Saya mau tanya, ini alamatnya bener 'kan ya?." tanya Nadia sambil menunjukan selembar kertas.
"Oh iya non, bener. Kalo boleh tahu, non siapa ya? Dan mau cari siapa?."
 "Saya Nadia bu. Saya lagi nyari Nabilah. Ya, nama anaknya Nabilah. Emm.. seumuran saya bu. Orangnya tinggal di sini 'kan?."
"Wah non. Nggak ada tuh anak namanya Nabilah di sini. Adanya Dinda, itu juga umurnya masih sembilan tahun."
"Yang bener bu?." tanya Nadia tidak percaya.
"Iya non, bener. Yang punya rumah ini juga baru dua tahun tinggal di sini."
Nadia mencoba melihat ke dalam. "Emm.. bu, saya boleh nggak ketemu sama yang punya rumah? Saya butuh banget informasi ini bu. Bisa 'kan bu?."
"Tunggu di sini sebentar ya non. Saya coba izin ke nyonya."
"Iya iya bu. Saya tunggu."