“Bukan,” kataku, laptop hitam bukan laptop gaming tapi laptop itu terlihat mahal.
“Tunggu di sini, jangan pergi, saya titip tas dengan laptopnya.” Pengemis itu segera pergi. Sudah dua tas dan laptop di depanku.
Hanya beberapa detik, pengemis itu sudah berada di depanku, “Kalau yang ini laptop, bapak? Tapi saya tidak yakin, karena jelek sekali laptop ini,” katanya sambil menyodorkannya.
“Iya, ini laptop saya.” Mataku berbinar, aku tahu persis detail laptopku, biar usang begini sudah ribuan artikel yang kutulis. “Terima kasih pak,” kataku sambil memberikannya selembar uang seratus ribu, namun ia menolaknya, kutambah seratus ribu lagi, ia tetap saja menolaknya. Ia mengaku dikirim tuhan untuk membantuku hari ini.
“Karena bapak orang yang jujur, saya berikan tiga laptop ini.” Ia segera memunggungiku, meninggalkan aku yang masih tidak percaya dengan apa yang telah aku alami.
Aku memilih untuk pulang, aku ingin menceritakan kejadian ini pada istriku.
***
Setibanya di rumah, aku tidak mendapati istriku, kutelepon tidak ada nada dering, kutanya tetangga pun tidak ada yang tahu, sepucuk surat pun tidak aku dapati. Aku tidak mungkin menelepon kakaknya, bisa habis aku di marahi, tapi aku khawatir, takut terjadi hal-hal yang tidak aku inginkan.
Malam merayap pergi, serupa dengan lembaran waktu sebelumnya, namun kali ini, aku meratapinya sendiri di tengah sepi yang melingkupiku.
Kulirik jam tanganku pukul 10:15 malam, masih saja tidak ada kabar, aku mulai gelisah, kukeluarkan motorku, aku akan berkeliling mencarinya. Satu jam sudah aku berkeliling tanpa arah dan tujuan, di depanku ada sebuah warung bubur kacang hijau, kuputuskan untuk singgah.
“Kang kopi liong,” pintaku, langsung aku menuju bangku paling ujung.