Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Bapakku Ngojol

25 November 2023   08:08 Diperbarui: 25 November 2023   08:11 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kenapa kamu tidak mengetuk pintu dulu sebelum masuk ruangan," tanya seorang wanita yang berkacamata, dengan rambut agak kuning yang panjangnya sebahu.

Aku bingung dengan kalimat yang diucapkan wanita yang rambutnya seperti temanku Jono yang terlalu sering main layangan, karena bingung jadi kututup kembali pintu itu, "Tok ... Tok ... Tok ..." baru kubuka lagi pintu ruangannya.  

"Permisi," kataku. Ia tidak membalasnya malah memelototiku.

"Kamu Suratno?" tanyanya.

"Iya bu," jawabku sambil menganggukkan kepalaku. Ia malah menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Ya sudah duduk disana," perintahnya. Aku pun menuruti perintahnya untuk duduk di sebuah kursi berwarna hitam persis dihadapannya, kursi itu terlihat empuk sekali, dan ternyata benar, baru saja kuhempaskan pantatku yang tepos ini, kursi empuk ini menenggelamkanku dalam pangkuannya, sandaran punggungnya pun membuatku terbuai, kursi ini bisa berputar, pasti mahal sekali harga kursi ini, beruntungnya aku bisa duduk di kursi mahal, pikirku, aku akan ceritakan pada emak nanti. "Kamu bawa portofolionya?" tanyanya.

Kata itu membuyarkan lamunanku tentang kursi yang empuk ini. "Apa bu?" tanyaku memastikan kata itu, karena sudah dua kali aku mendengar kata yang aneh itu.

"PORTOFOLIO," ucapnya tegas, aku terkejut ketika ia menegaskan kata itu.

"Maaf bu, saya enggak ngerti,"

"Astaga ... Kamu tahu kan tujuan kamu kesini?" Kacamatanya turun hingga setengah hidungnya, kepalanya setengah menunduk, matanya membesar.

"Iya, Bu," jawabku perasaanku semakin takut, karena wanita dengan rambut kuning itu memelototiku. "Saya mau jadi penulis."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun