"Saripah... Sari.. Saripah..."
"Kenapai Saripah?" ayah memegang pundak Sani. Ibu ikut penasaran.
Setelah cukup tenang, Sani menceritakan semua yang ia lihat.
Ayah tersungkur, nyaris tak sadar diri.
Ayah menyuruh Sani memanggil Daeng Nai', ayahnya untuk menuju sungai.
Mereka pun ke sungai. Mendapati mayatku, tangis ayah pecah. Semua yang melihat berduka. Sementara ibu di rumah sudah tak sadarkan diri, karena tak kuasa mengetahui hal tersebut.
Mayatku diangkat, lalu dibawa ke rumah. Hanya beberapa orang yang tahu kala itu.
Sesampai di rumah, ayah merundingkan perkara ini dengan Daeng Nai' juga ibu. Ayah yang melihat perut dan bekas sayatan di lengan, sudah menarik kesimpulan, bahwa saya bunuh diri dalam keadaan mengandung.
Untuk menutupi aib itu, ayah menyuruh ibu dan Daeng Nai' untuk tak menyebar informasi bahwa saya bunuh diri karena hamil. Itu aib bagi keluarga, juga kampung. Warga tak boleh tahu kebenaran itu.
Tak lama, masih dalam isaknya, ayah mencoba berpikir jernih. Ia mendapat ide, kematianku adalah pembunuhan oleh sekelompok orang dari kampung luar. Sejumlah lelaki yang memperkosa ku di pinggir sungai, lalu membunuh ku. Kemudian mayatku dibuang ke sungai.
Sani diminta oleh ayah untuk menjadi saksi dalam sandiwara itu, pemutarbalikan fakta yang akan menjadi legenda berpuluh-puluh tahun kemudian.