Mohon tunggu...
Ipan Yefta
Ipan Yefta Mohon Tunggu... -

Simple ...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

PERMINTAAN "ADAM"

28 Agustus 2010   08:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:38 757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sementara mereka semua berkabung. Jiwa anak laki-laki itu, semakin lama semakin menjauh dari jasadnya, dari Kepulauannya, dari bumi, dan sampai ke suatu tempat entah dimana itu. Semuanya berwarna putih, dan hanya ada dia sendirian di tempat itu. Anak laki-laki itu mendecakkan lidahnya, dia baru teringat akan permohonannya pada Sang Bintang saat itu. Yaitu, agar dia bisa meninggal dengan tenang saat dia mulai merasakan hari pertamanya di sekolah.

Oh, jadi benarkah Sang Bintang mengabulkan permohonannya itu? Dia tidak pernah mengira bahwa saat moment ‘Bintang Jatuh’ semua harapan akan terkabulkan. Namun, ternyata ketidak percayaannya itu sudah dibuktikan menjadi sebuah kenyataan, yang menyebabkan dirinya bisa sampai di tempat yang semuanya putih, dan dia sendirian.

Dilihatnya, ada secercah cahaya yang kian lama kian mendekati dirinya. Kedua mata Adam perlahan-lahan menyipit. Berusaha lebih jelas melihat secercah cahaya itu. Antara percaya atau tidak, mungkin waktunya untuk ‘bergentangan’ sudah habis. Sayang sekali.

“Kau, Adam, ikut aku.”

“Kemana?”

“Ke suatu tempat, peristirahatan terakhirmu, tempat dimana kau diadili.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun