Mohon tunggu...
Ipan Yefta
Ipan Yefta Mohon Tunggu... -

Simple ...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

PERMINTAAN "ADAM"

28 Agustus 2010   08:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:38 757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

“Selamat malam, Nak,” suara seseorang membuatnya bergeser dari tempat duduknya beberapa sentimeter.

“Se—se—selamat malam. Bapak siapa ya, kalau boleh saya tahu?” tanya Adam, sembari memperhatikan sesosok pria di sebelahnya. Pria yang sepertinya sudah berkepala lima, terdapat beberapa helai rambut putih di sela-sela rambut hitam kelam yang dimiiliki Sang Pria Tua itu. Sementara Adam semakin heran dengan pria tua itu, beliau pun menjawab pertanyaan yang dilontarkan Adam.

“Nama saya adalah Kusuma Rahardjo. Saya kemari, mengunjungi adik untuk menyekolahkanmu,” kata Pak Rahardjo dengan nada yang tenang. Sebuah senyuman muncul di bibirnya. Setiap kerutan wajah Pak Rahardjo, menyiratkan betapa tuanya umur pria tua itu. Nuansa damai dan bersahabat saat ini sedang menyelubungi Adam—sebagai seorang anak yang berharap ingin sekolah.

“HAH!? Bisa tolong ulangi sekali lagi apa yang Bapak katakan tadi?”

“Ya, mulai besok kau bisa bersekolah. Mengenakan seragam, bersosialisasi dengan teman-temanmu, dan kau juga bisa mendapatkan ilmu pengetahuan yang tak akan habis dimakan jaman,” jawab Pak Rahardjo dengan nada penuh semangat, kemudian pria tua itupun menghela napasnya, sembari memperhatikan langit pada malam hari.

Mereka berdua pun akhirnya saling berbincang-bincang, dan bertukar pengalaman. Dan percakapan itu diakhiri dengan jabatan tangan antara seorang anak dan seorang pria yang sedang melakukan hal kebaikan. Saat sosok pria tua itu menghilang di tengah kegelapan, Adam melompat setinggi-tingginya. Merasa sangat gembira. Kegembiraannya itu bahkan tidak dapat dilukiskan dengan cara apapun. Dan kegembiraan ini telah membuatnya untuk tidak merasakan rasa sakit di punggungnya. Ya, setidaknya ada kabar baik yang hendak ia katakan kepada kedua orang tuanya.

Kedua kakinya membawa dirinya dengan cepat, melawan arus angin malam yang sedang berhembus sangat kencang pada saat itu. Setiap helai rambutnya kini berterbangan berlawanan arah dengan Sang Angin. Wajah Adam yang memang selalu pucat, saat ini menjadi cerah. Anak laki-laki itupun berlarian menyeberangi lahan-lahan sawah yang tertata rapi di sepanjang jalanan setapak itu. Sebentar lagi, dia akan sampai di rumah. Sesampainya di depan rumah, Adam mendorong pintu tua itu perlahan-lahan.

Dilihatnya air muka ayah dan ibunya seperti biasanya, berusaha untuk menutupi keadaan mereka yang sebenarnya. Orang tuanya bekerja dalam bidang pertanian, atau bisa disebut juga sebagai petani. Adam berjalan ke kamarnya, kemudian anak laki-laki itu mengelap peluh yang sekarang telah membasahi seluruh tubuhnya. Dia melepaskan pakaian yang lama. Kemudian menggantikannya dengan yang baru. Anak laki-laki itu segera menghampiri orang tuanya, dan tersenyum kepada mereka semua.

“Bunda, Bapak. Aku mendapatkan kabar bahagia untuk kalian berdua,”

“Ya, ada apa nak?” sang ibu akhirnya yang menjawab pertanyaan itu.

“Hmm,” gumam ayahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun