Mohon tunggu...
ioanes rakhmat
ioanes rakhmat Mohon Tunggu... Penulis - Science and culture observer

Our thoughts are fallible. We therefore should go on thinking from various perspectives. We will never arrive at final definitive truths. All truths are alive, and therefore give life, strength and joy for all.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seluk-beluk Orientasi Seksual LGBT (Bagian 2)

13 Juli 2016   13:31 Diperbarui: 9 Maret 2018   16:41 1591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penari Didi Nini Thowok sedang membawakan tarian saat mengamen di Kawasan Monumen Serangan Oemoem Satu Maret Yogyakarta, Kamis (20 Oktober 2011). Kegiatan mengamen yang hasilnya disumbangkan ke sejumlah panti dan pementasan tari yang melibatkan komunitas waria merupakan rangkaian acara Indonesian Cross Gender yang berlangsung hingga 21 Oktober 2011. Foto ANTARA/Wahyu Putro A/ed/ama/11.

Segera saja keputusan MK tersebut dinilai oleh banyak orang yang tidak paham sebagai legalisasi LGBT dan zina. Menanggapi penilaian yang keliru itu, juru bicara MK, Fajar Laksono, menegaskan bahwa dalam putusan MK terhadap perkara uji material nomor 46/PUU-XIV/2016, MK tidak melegalkan perbuatan seksual sejenis. Kata Laksono dalam sebuah keterangan tertulis (Senin, 18 Desember 2017), "Tidak ada satu kata pun dalam amar putusan dan pertimbangan Mahkamah yang menyebut istilah LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender), apalagi dikatakan melegalkannya."

Mantan ketua MK, Mahfud MD, juga ikut memberi respons atas penilaian atau sangkaan yang keliru itu lewat akun Twitter-nya di @mohmahfudmd, 15, 16 dan 17 Des 2017. Cuitannya berbunyi, "Yang kurang paham, menuding MK membuat vonis membolehkan zina dan LGBT. Yang benar, MK hanya menolak memberi perluasan tafsir atas yang ada di KUHP, bukan membolehkan, atau melarang. MK memang tidak boleh membuat norma." Mahfud MD juga menyatakan bahwa "mengatur untuk membolehkan atau melarang sesuatu adalah ranah legislatif, bukan ranah yudikatif. MK menolak memberi tafsir karena sudah diatur jelas di KUHP. Zina tetap dilarang...."/47/

Penutup

Saya melihat, ada tiga pilihan dalam menghadapi soal seksualitas manusia, khususnya homoseksualitas: pertama, bersikap acuh tak acuh karena merasa soal ini bukan urusan anda; kedua, menanggapinya dengan kebodohan dan fanatisme karena memegang keyakinan-keyakinan lama dan kolot tentang homoseksualitas; atau, ketiga, menanggapinya dengan cerdas dan memberi sikap yang tepat berdasarkan masukan-masukan dari ilmu pengetahuan dan etika.

Perlu diingat bahwa gagasan tentang OS HLGBTIQ muncul ke permukaan lalu menjadi sebuah gagasan yang makin umum baru pada abad ke-20 ketika seksualitas manusia mulai dikaji secara saintifik. Di zaman-zaman kuno ketika berbagai kitab suci ditulis konsep OS sama sekali belum dikenal; sains yang mempelajari seksualitas manusia secara klinis belum ada. Jadi, jangan memaksa membawa masuk dunia kuno ke dalam zaman modern, zaman di mana sains telah dan sedang memasuki nyaris semua bidang kehidupan manusia.

Supaya orang dengan OS homoseksual diperlakukan setara dengan orang dengan OS heteroseksual, dan juga supaya para heteroseksual diperlakukan sama dengan para homoseksual, saya memandang perlu untuk kalangan heteroseksual dimasukkan ke dalam LGBTIQ sehingga singkatan yang lebih inklusif dan adil adalah HLGBTIQ. Saya berharap, seterusnya singkatan HLGBTIQ dipakai dalam setiap percakapan atau tulisan atau ketentuan hukum (nasional dan internasional) tentang OS.

Saya sekarang perlu menegaskan dengan kuat, bahwa saya sama sekali tidak mampu untuk menentukan apakah NKRI nantinya mau melegalisasi perkawinan sesama jenis atau tidak. Untuk bergerak ke arah sana, saya sama sekali tidak punya kekuatan apapun, karena saya bukan seorang politikus tangguh yang duduk di lembaga legislatif negara ini. Saya hanyalah seorang kawulo kecil yang sedang berusaha mengamalkan agama besar Kebaikan Hati.

Tujuan saya yang utama menulis panjang lebar (dalam dua bagian) tentang orientasi seksual, khususnya homoseksualitas, adalah untuk mencelikkan mata masyarakat Indonesia di manapun bahwa orang-orang LGBT adalah orang-orang yang tidak memilih diri mereka sendiri sejak dalam rahim ibu mereka untuk menjadi LGBT. Ada faktor-faktor biologis dan genetis yang berpengaruh kuat dalam membentuk mereka menjadi LGBT, yang mereka tidak bisa tolak atau lawan ketika dilahirkan.

Jadi, sebagaimana kita bisa menerima dan bisa mencintai lelaki dan perempuan heteroseksual, mustinya kita bisa juga menerima dan bisa mencintai kalangan LGBT, sebagai sama-sama ciptaan sang Khalik yang mahabesar, al-Rahman dan al-Rahim. Tuhan yang mahapenyayang ini telah menciptakan bintang Matahari kita supaya cahayanya, panasnya dan terangnya memberi manfaat besar bagi kehidupan setiap insan dari orientasi seksual apapun.

Sebagai penutup, saya sekali lagi ingin membangun semangat anda yang LGBT dengan mengacu ke kasus pedangdut SJ yang kini sedang ditangani pihak kepolisian RI (sejak Februari 2016) atas laporan seorang lelaki muda korbannya. Kasus ini, memprihatinkan sekali, kini sedang dijadikan dalih oleh banyak ideolog anti-LGBT untuk makin mendiskreditkan kalangan LGBT. Kata mereka, itulah kebejatan moral para LGBT dengan mereka mengacu ke SJ yang sudah dikonfirmasi sebagai gay dan juga pedofilik. Dengan dalih ini mereka makin bertekad kuat untuk memerangi LGBT di Indonesia.

Sejumlah orang, karena kasus SJ itu, bertanya kepada saya, “Bagaimana nih Pak jadinya ke depan untuk kalangan LGBT?” Berikut ini jawaban pendek saya.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun