Mohon tunggu...
ioanes rakhmat
ioanes rakhmat Mohon Tunggu... Penulis - Science and culture observer

Our thoughts are fallible. We therefore should go on thinking from various perspectives. We will never arrive at final definitive truths. All truths are alive, and therefore give life, strength and joy for all.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seluk-beluk Orientasi Seksual LGBT (Bagian 2)

13 Juli 2016   13:31 Diperbarui: 9 Maret 2018   16:41 1591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penari Didi Nini Thowok sedang membawakan tarian saat mengamen di Kawasan Monumen Serangan Oemoem Satu Maret Yogyakarta, Kamis (20 Oktober 2011). Kegiatan mengamen yang hasilnya disumbangkan ke sejumlah panti dan pementasan tari yang melibatkan komunitas waria merupakan rangkaian acara Indonesian Cross Gender yang berlangsung hingga 21 Oktober 2011. Foto ANTARA/Wahyu Putro A/ed/ama/11.

Jangan diabaikan: agama apapun mempunyai kekuatan untuk membuat anda yakin bahwa anda benar meskipun anda tahu anda tetap salah! Inilah yang dinamakan “backfire effect”, efek bumerang, yang lazimnya terjadi pada orang-orang yang hidup “in denial”, hidup dengan menyangkal semua fakta keras yang tidak sejalan dengan keyakinan-keyakinan ideologis (religius dan sekular) yang mereka pertahankan mati atau hidup. Orang yang hidup seperti ini sesungguhnya sedang menanggung banyak problem sosiopsikologis yang sangat berat!

Hiduplah dengan happy!

Jadi, jika anda memang seorang homoseksual, dan anda percaya bahwa OS anda ini genetis, bawaan kelahiran, ya hiduplah dengan happy, jangan tertekan, dan jika memungkinkan, berterusteranglah kepada semua orang, kepada masyarakat anda, bahwa anda memang memiliki OS homoseksual, tentu lewat gaya hidup dan pergaulan yang sesuai dengan tata-krama pergaulan yang pantas dalam masyarakat anda. Jangan berlebihan. Jangan ekstrim. Jangan juga suka teriak-teriak histeris dalam demo di jalan-jalan. 

Jika anda merasa sendirian, ya carilah dan temukan komunitas-komunitas yang dapat menerima anda apa adanya, seperti semua anggota yang lainnya juga dapat menerima diri mereka apa adanya dan merasa happy dalam kehidupan mereka. Jika anda dan pasangan sejenis anda tidak bisa menikah resmi karena ketentuan hukum yang mendukung perkawinan sejenis tidak ada, ya anda hidup bersama saja tanpa ikatan perkawinan yang resmi. Negara memang tidak perlu mencampuri.

Tetapi saya mau membangun semangat anda. Lewat perjuangan yang tidak kenal lelah, anda masih bisa punya masa depan yang bagus. Belajarlah dari kasus yang mau saya beberkan berikut ini, khususnya yang menyangkut kasus hukumnya, yang pernah sangat terkenal di Indonesia di awal 1970-an.

Kasus ini menyangkut kaum waria (lakuran kata-kata “wanita” dan “pria”) atau “transgender”. Waria (pernah juga disebut “wadam”, lakuran hawa dan adam) adalah seorang insan yang secara lahiriah kelihatan sebagai pria, tetapi dalam kehidupan sehari-hari menampakkan pola-pola kelakuan, perasaan, sifat, gerak-gerik, dan pembawaan sebagai wanita. Ada sejumlah waria di Indonesia yang sudah mengganti kelamin mereka, dari kelamin pria menjadi kelamin wanita. Ada yang melakukannya diam-diam, dan ada yang menjadi terbuka dalam masyarakat karena mereka memperjuangkan status hukum mereka setelah mengganti kelamin. Saya ingin anda fokus pada perjuangan waria Iwan Robbyanto Iskandar di ranah hukum.

Iwan Robbyanto Iskandar dilahirkan sebagai lelaki, 1 Januari 1944, dengan nama China Khan Kok Hian. Tetapi sejak kecil, khususnya sejak dia berusia 5 tahun, pola-pola kelakuan, sifat, gerak-gerik, dan pembawaannya menunjukkan dia wanita. Akhirnya, ketika sudah dewasa, dia menjadi perempuan lewat operasi dan terapi hormonal di RS Universitas Singapura, Januari 1973. Ketika sudah jadi perempuan, pada September 1973 dia mengajukan permohonan ke pengadilan negeri Jakarta Barat-Selatan untuk statusnya sebagai perempuan diabsahkan. Waktu itu kasusnya menjadi isu yang panas dibicarakan dalam masyarakat. Sejumlah lembaga keagamaan mengutuknya. Sebagian masyarakat bersimpati kepadanya dan membelanya, termasuk lembaga-lembaga yang bergerak dalam kajian-kajian seksualitas manusia.

Akhirnya pada 11 November 1973, pengadilan mengabsahkan Iwan sebagai seorang perempuan dengan nama Vivian Rubianti Iskandar. Lalu Vivian menikah, dengan mencatatkan perkawinannya di catatan sipil awal November 1975. Sayang, pernikahannya kandas dan selanjutnya dia memilih berdiam di Australia. Saya jadinya merenung-renung. Mungkin jauh lebih baik dan jauh lebih membahagiakan jika Iwan Robbyanto Iskandar dulu bertahan dengan happy dan relaks saja sebagai waria, dan sangat mungkin dia akan bisa berbahagia dan hidupnya teraktualisasi jika keluarga dan masyarakatnya menerimanya apa adanya, sebagai waria.

Tetapi, bagi saya pada kesempatan ini, hal yang menarik adalah diskusi-diskusi tentang aspek-aspek hukum penggantian kelamin pria Iwan Robbyanto Iskandar menjadi wanita Vivian Rubianti Iskandar. Waktu itu, Adnan Buyung Nasution menjadi pengacara yang memperjuangkan pengakuan negara atas status barunya sebagai perempuan. Tentang ini, saya kutipkan satu paragraf bagus dari sebuah kolom yang saya temukan via Internet, berikut ini:

“Secara hukum, ada yang berpendapat pengadilan seharusnya menolak permohonan Iwan. Alasannya, belum ada undang-undang (UU) yang mengatur pergantian kelamin dan hakim bukanlah pembuat UU. Adnan Buyung Nasution, pengacara Iwan, berpendapat sebaliknya. Belum adanya UU justru merupakan sebuah kesempatan bagi para hakim untuk membuat hukum. Permohonan pengesahan status yang diajukan Iwan tidak boleh ditolak hanya karena belum ada UU yang mengaturnya. Ini sesuai pula dengan UU tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman tahun 1970.”/45/

Nah, pahamilah, ketiadaan ketentuan hukum apapun di NKRI sekarang ini untuk perkawinan sesama jenis tidak berarti masa depan anda gelap sama sekali. Berjuanglah bersama rekan-rekan anda dan semua orang lain yang memahami anda, tentu dengan cara-cara yang lemah-lembut, cerdas, sabar, bersahabat, happy, pantas, bermartabat, dan dengan kepercayaan bahwa Tuhan yang mahapengasih dan mahapenyayang tidak pernah akan meninggalkan anda.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun