Mohon tunggu...
Intan Qomariah
Intan Qomariah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Kiai Haji Achmad Shidiq Jember

Hobi saya makan dan jalan jalan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perubahan Sosial dan Pendidikan Agama Islam

24 November 2023   07:40 Diperbarui: 24 November 2023   08:07 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PERUBAHAN SOSIAL

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiologi Pendidikan Islam

Dosen Pengampu:

Bahrul Munib S.H.i,.M.Pd.I

Oleh:

Intan Nurul Khomariyah (221101010058)

Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember

Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

Pendidikan Agama Islam

2023

A. Latar Belakang

Perubahan sosial ialah perubahan yang terjadi dalam masyarakat dan mempengaruhi sistem norma, nilai, sosial, sistem stratifikasi sosial, struktur sosial, tahap sosial, pola serta perilaku sosial, serta sistem sosial. Hal ini disebabkan adanya sifat perubahan sosial yang saling berkaitan dan berkaitan antara satu unsur masyarakat dengan unsur masyarakat lainnya. Secara umum perubahan sosial akan selalu ada dalam kehidupan masyarakat selama masyarakat masih mempunyai keinginan. Oleh karena itu, masyarakat bersifat dinamis dan berkembang seiring dengan perubahan.

Karena masyarakat sendiri merupakan kelompok biologis dengan realitas baru yang tumbuh kembang menurut pola perkembangannya masing-masing. Masyarakat bisa memciptakan kepribadian yang unik pada diri manusia, sehingga tidak ada keadaan dimana kelompok-kelompok manusia itu sendiri saling berhubungan atau saling berhubungan dalam bentuk kelompok besar atau kecil.

Salah satu perubahan sosial yang terjadi adalah pembangunan. Pada hakikatnya arti pembangunan umumnya ialah tahap perubahan yang terus terjadi ke arah yang lebih baik yang didasarkan pada norma tertentu. Pembangunan merupakan upaya suatu pemerintah atau kelompok untuk mewujudkan perubahan ke arah yang lebih baik. Baik dari aspek sosial, ekonomi, budaya, lingkungan hidup atau lainnya, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang seiring berjalannya waktu.

B. Konsep dan Teori Perubahan Sosial

1. Pengertian Perubahan Sosial

Manusia merupakan makhluk yang aktif, artinya perubahan sosial selalu terjadi pada diri manusia dalam aktivitas sehari-harinya. Tidak ada masyarakat yang tidak mengalami perubahan, dan masyarakat akan selalu berubah, bahkan pada tingkat terkecil sekalipun. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan yang mempunyai dampak signifikan terhadap kegiatan atau tingkah laku manusia. Syarat paling penting perubahan itu ialah sistem sosial yang melibatkan nilai-nilai sosial dan budaya dalam kehidupan bermasyarakat. Perubahan sosial terjadi sebab manusia adalah bagian dari fenomena sosial juga perubahan sosial, yang tidak hanya membawa perubahan pada 1 aspek saja, tetapi banyak sektor serta faktor yang mengalami beberapa perubahan di berbagai bidang lainnya.

Perubahan sosial mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, yakni berubahnya cara berfikir juga komunikasi masyarakat menjadi lebih rasional, perubahan perilaku juga orientasi hidup ekonomi menjadi lebih komersial, dan perubahan tata kerja sehari-hari lebih ditandai dengan adanya informatisasi. Pembagian kerja menurut spesialisasi aktvitas semakin tajam, perubahan kepemimpinan kelembagaan juga masyarakat menjadi lebih demokratis, perubahan prosedur serta sarana aktivitas menjadi lebih modern serta efisien.

Perubahan juga merupakan bagian dari budaya yang ada di masyarakat. Sebagaimana dijelaskan Soyo Mukti perubahan ialah bagian dari kebudayaan. Perubahan kebudayaan yang terjadi di masyarakat umumnya diskareakan oleh 2 faktor. Faktor pertama ingin dan sangat bersedia menerima perubahan. Sedagkan faktor kedua ialah kelompok yang amat konservatif yang melestarikan budaya dahulu serta tidak mau budayanya itu diubah atau merespons budaya baru.

Indradin dan Irwan berpendapat bahwa perubahan sosial adalah perubahan yang diterima dalam kehidupan manusia yang menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi geografis, budaya material, komposisi demografi, ideologi, dan penyebaran penemuan-penemuan baru. Perubahan sosial adalah perubahan yang ada dan terjadi dalam masyarakat akibat perubahan geografi, budaya, dan kondisi lain yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Oleh karena itu, perubahan sosial adalah suatu keadaan yang mengubah sesuatu dalam masyarakat. Menurut Soerjono Soekanto dalam "Rasyid", perubahan sosial diartikan sebagai perubahan pranata sosial dalam suatu masyarakat yang berpengaruh pada sistem sosialnya, yang mencakup nilai, sikap, serta pola perilaku antar kelompok sosial. Perubahan sosial dalam masyarakat berkaitan dengan nilai-nilai sosial, pola perilaku, organisasi, sistem sosial, kelas sosial, kekuasaan, dan otoritas.

2. Teori Perubahan Sosial

Terdapat 4 teori perubahan sosial yang dijabarkan oleh beberapa ahli, antara lain:

a. Teori Konflik

Menurut teori ini, konflik atau perselisihan terjadi akibat pergulatan kelas antara kelompok yang menguasai modal atau pemerintah dan kelompok yang tertindas secara material sehingga menyebabkan perubahan sosial. Prinsip teori ini adalah konflik sosial serta perubahan sosial selalu berkaitan dengan struktur sosial.

Teori ini berpendapat jika yang tetap ialahh bukanlah perubahan sosial melainkan konflik sosial. Sebab perubahan hanyalah dampak dari konflik ini. Dikarenakan konflik terus berlanjut, perubahan akan terjadi.

2 tokoh yang pemikirannya dijadikan sebagai pedoman dalam Teori Konflik ini yaitu Karl Marx juga Ralf Dahrendorf. Detailnya, pandangan Teori Konflik lebih berfokus pada beberapa hal antara lain yaikni:

1) Setiap masyarakat senantiasa berubah, dan setiap komponen masyarakat umumnya menyokong perubahan dalam masyarakat.

2) Semua masyarakat umumnya berada dalam ketegangan juga konflik.

3) Stabilitas sosial akan ketergantungan pada tekanan yang dilakukan suatu kelompok terhadap kelompok lain.

Dalam konteks ini, konflik dapat diartikan sebagai proses instrumental dalam membentuk, menyatukan, serta memelihara struktur sosial. Konflik bisa membentuk juga mempertahankan batasan antara 2 kelompok atau lebih. Konflik dengan kelompok lain bisa memperjelas identitas kelompok serta menghalanginya untuk berasimilasi dengan dunia sosial sekitarnya.

b. Teori fungsionalis

Teori tersebut menerangkan jika beberapa unsur budaya dapat berubah dengan cepat, sedangkan unsur budaya lainnya tidak mampu mengikuti perubahan tersebut. Teori tersebut juga menerangkan jika perubahan sosial pasti berkaitan dengan hubungan antar unsur budaya yang terdapat dalam masyarakat.

Dalam teori ini, berbagai unsur budaya mungkin dapat berubah dengan cepat, sedangkan unsur budaya lainnya mungkin tidak mampu mengimbangi cepatnya perubahan unsur itu. Oleh karena itu, elemen yang berubah dengan pelan akan tertinggal. Ketertinggalan ini berujung pada kesenjangan sosial atau ketertinggalan budaya. Para ahli teori fungsionalis percaya bahwa perubahan sosial bersifat konstan serta tidak membutuhkan penjelasan. Perubahan dianggap sebagai sesuatu yang mengganggu ketentraman masyarakat. Ketika perubahan diintegrasikan ke dalam budaya, proses penghancuran ini berhenti.

Menurut Rashid, beberapa tokoh teori struktur fungsional, Herbert Spencer, Emile Durkhein, Bronislow, Marino Malinowski, A. R. Radcliff-Brown dan Robert K. Merton, dari asumsi dasar teori fungsional, secara umum mempunyai pandangan yang sama, itu adalah:

1) Masyarakat ialah organisme kehidupan atau fitrahnya manusia itu ialah makhluk sosial.

2) Masyarakat mempunyai sub sistem kehidupan

3) Setiap subsistem mempunyai fungsi (kelompok orang miskin, pencuri, tokoh adat, dan lainya).

4) Setiap subsistem berfungsi untuk memperkuat subsistem lainnya (kaya versus miskin, pekerja versus pemberi kerja, ekonomi politik, dll).

Apabila menjelaskan konsep teori fungsional bisa diterangkan jika setiap orang ialah makhluk sosial yang alamiah dengan subsistem serta fungsinya yang saling menguatkan dalam kehidupan.

c. Teori Siklus

Teori sirkular menjelaskan jika perubahan sosial sifatnyat cyclical, yang mana berarti sifatnya siklus. Menurut teori ini, perubahan sosial tidak direncanakan atau diarahkan pada titik tertentu, melainkan berputar dalam pola siklus. Ide teori siklus ialah jika perubahan berulang. Dalam model perubahan ini tidak terjadi proses perubahan sosial yang progresif, jadi tidak jelas batas antara pola hidup primitif, tradisional, juga modern.

Faktanya, jauh sebelum lahirnya ilmu sosial modern, masyarakat Yunani, Romawi, dan Tiongkok kuno menganut pandangan siklis. Mereka membayangkan perjalanan hidup manusia pada hakikatnya terjebak dalam siklus sejarah yang tidak menentu.

Keaslian teori sirkular ini bisa kita lihat dari realitas sosial yang ada saat ini. Misalnya saja dari tingkah laku fashion pakaian juga gaya kepemimpinan politik. Misalnya dalam perubahan fashion pakaian, kita sering melihat bahwa fashion pakaian terkini terkadang merupakan tiruan atau pengulangan dari gaya pakaian lama.

Dalam teori siklus ini dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial terjadi berulang-ulang. Sesuatu yang terjadi saat ini akan mempunyai kemiripan dengan sesuatu yang terjadi pada zaman dulu.

d. Teori Perkembangan (Teori Linear)

Menurut teori perkembangan ini, perubahan sosial sifatnya linier atau berkembang sampai pada suatu titik tertentu. Pengikut teori ini diyakini jika perubahan sosial dapat diidentifikasi juga diatur menuju titik tujuan tertentu. Masyarakat yang mampu berkembang dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern yang kompleks.

Max Weber percaya jika masyarakat berubahnya dengan cara linier, serta masyarakat yang dikelilingi oleh pemikiran misterius bergerak menuju masyarakat rasional. Transformasi dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat rasional modern.

Dalam teori linier ini dapat dijelaskan bahwa perubahan yang terjadi akan bersifat linier atau mengikuti rencana yang telah ditentukan.

C. Lembaga Pendidikan Islam sebagai Agent of Change

Melihat proses berpikir yang terjadi dan tersebar di kalangan cendekiawan, aktivis, dan intelektual selama ini, nampaknya hanya mahasiswalah yang "paling tepat" mengusung istilah "agen perubahan". Padahal, stigma ini juga berpotensi besar bagi lembaga pendidikan nonformal berbasis agama, baik itu pesantren, pesantren, dan lain-lain.

Pendidik memahami apabila tujuan pendidikan yaitu memberikan ilmu pengetahuan dari generasi kepada generasi. Pengetahuan yang dimaksud pada pembahasan ini meliputi: pengetahuan tradisi juga nilai-nilai budaya (peradaban). Garis besarnya transmisi ilmu ini dilakukan oleh mereka yang memikul tanggung jawab terhadap generasi penerus.

Mereka diwakili oleh orang-orang yang memiliki visi masa depan, untuk menciptakan dan menghasilkan generasi yang lebih baik dan beradab. Peradaban kuno mencatat metode penyampaian ajaran melalui lagu, balada, puisi, atau cerita sederhana, yang sering kali menceritakan kepahlawanan dan sifat bijak yang lain.

Sejauh mana pendidikan Islam berfungsi sebagai agen perubahan, yang erat kaitannya dengan lembaga pendidikan itu sendiri yang menjadikan outputnya sebagai agen yang mampu mengubah tatanan sosial, budaya, dan ekonomi.

Sebagai agen perubahan sosial, kita tidak akan pernah bisa menghindari budaya komunal seperti yang telah disebutkan di atas, oleh karena itu kita akan meminta lembaga pendidikan Islam untuk berperan sebagai agen perubahan dalam mengatasi segala permasalahan yang ada. Oleh karena itu, apabila kita uraikan, lembaga pendidikan Islam harus menjadi agen perubahan di bidang sosial, budaya, juga ekonomi. Diharapkan bangsa Indonesia bisa bertambah maju dan menjadi paling depan dalam berbagai bidang.

a. Pendidikan Islam Sebagai Tameng Perubahan Sosial

Perubahan sosial ialah perubahan fungsi kebudayaan juga tingkah laku seseorang dalam masyarakat dari suatu kondisi ke kondisi yang lain. Selo Soemardjan berpendapat bahwa perubahan sosial bisa dianggap sebagai perubahan struktur sosial, seperti pola tingkah laku juga interaksi antar anggota masyarakat, seperti nilai, tindakan, serta norma sosial dalam masyarakat.

Perubahan-perubahan tersebut cepat terjadinya, kemudian dari segi bentuknya, perubahan sosial dapat dibagi menjadi berbagai kategori berikut:

1) Perubahan lambat jugaperubahan cepat

2) Perubahan kecil jugaperubahan besar

3) Perubahan terencana juga tidak terencana

Perubahan sosial tersebut menjadikan pendidikan Islam sebagai baris terdepan dalam menghadapi peristiwa yang terjadi. Pendidikan agama yang mereka terima tidak boleh didominasi oleh gaya mengajar yang menyampaikan persoalan-persoalan teologis yang eksklusif seperti janji pahala, kehidupan di surga, dan ancaman neraka, namun mereka juga harus dididik secara maksimal agar mampu mengenali dan mengekspresikan pemikiran mereka. Pilar-pilar yang menjanjikan lahirnya surga (lahir menuju kebahagiaan) dan batin).

Oleh karena itu, seiring dengan berkembangnya Revolusi Kebudayaan yang berdampak besar terhadap perilaku anak, maka baik guru maupun orang-orang yang berpengetahuan harus mampu dan mampu mengembangkan dimensi penjelasan sosial lainnya untuk menunjukkan arah yang tidak salah bagi anak dalam bersikap terhadap perubahan sosial. Dengan demikian, pendidikan Islam juga pengembangan lingkungan hidup bisa bersinergi dan dicerna bersama dalam lingkungan yang tidak sama.

Pendidikan Islam diimpikan dapat menjadi tameng dan senjata terhadap moralitas bangsa, khususnya akhlak anak, supaya tidak terjerumus serta menjadi pencipta "bencana" dalam kehidupan sesama warga negara, apalagi jika pelaku atau korban terlibat. pergaulan bebas dan perilaku lainnya, ini bukan sekedar bencana sosial dan pendidikan.

Pendidikan Islam sebagai salah satu aspek kehidupan tidak dapat apaabila dipisah dari masyarakat dan keikutsertaannya harus secara mendalam dalam proses perubahan. Sebab partisipasinya tidak ada batasan pada kemampuannya beradaptasi terhadap perubahan sosial. Oleh karena itu, kata kunci relevan yang diajukan adalah ialah "kreativitas" para pengelola pendidikan itu sendiri.

Pendidikan Islam juga masyarakat adalah 2 variabel yang tidak mudah untuk dipisah. Hubungannya memiliki sifat dialektis, sehingga ia tidak sekedar terhanyut dalam dorongan perubahan, namun bisa berperan sebagai agen perubahan itu sendiri. Kreativitas dalam konteks ini menjadi variabel yang perlu dipertimbangkan. Kreativitas merupakan salah satu indikator kecerdasan. Semakin pintar seseorang maka akan semakin tinggi kreatifitasnya, dan kecerdasan merupakan hasil kerja pikiran, sehingga cara mengoptimalkannya adalah dengan mengoptimalkan fungsi pikiran itu sendiri.

b. Pendidikan Islam Sebagai Agen Perubahan Budaya

Seperti yang dijelaskan oleh sebagian besar orang tua, sekolah, dan pengelola madrasah, lingkungan pendidikan Islam memberikan perhatian khusus terhadap kebutuhan keagamaan siswa dalam hal ketaatan spiritual, keberadaan aturan berpakaian Islami, peningkatan praktik Islami sejalan dengan adat istiadat sosial, dan peningkatan rasa memiliki.

Menurut sebagian orang tua, siswa butuh merasa nyaman saat menjalankan ajara Islam serta membangun rasa cinta juga keyakinan terhadap sejarah serta tradisi Islam, yang memerlukan pengalaman positif di sekolah Islam. Oleh karena itu, banyak orang tua yang merasa bahwa sekolah mendukung perannya sebagai orang tua dalam membantu anaknya menyeimbangkan kepribadian keagamaan dengan berbagai nilai kehidupan, seperti prestasi akademik dan penyesuaian diri dalam kehidupan Islam.

Seperti dalam buku Asri Budiningsih, Taylor mengartikan istilah kebudayaan sebagai suatu keseluruhan kompleks yang meliputi, pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat istiadat, juga hal-hal lain yang didapatkan seseorang sebagai kemampuan dan kebiasaan anggota masyarakat. Kebudayaan adalah sesuatu yang mempunyai keunikan tersendiri, bukan penjumlahan dari bagian-bagiannya yang berupa kemampuan kreatif non-materi manusia, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, keimanan, keimanan, seni, serta yang lainnya.

Supaya kebudayaan menjadi nilai yang langgeng, perlu ada proses internalisasi budaya. Yang biasa disebut, to internalize dalam bahasa inggris yang artinya mengintegrasikan diri sendiri. Oleh karena itu internalisasi berarti proses penanaman dan pengembangan nilai-nilai atau budaya sebagai bagian dari masyarakat yang terlibat. Penanaman juga pengembangan nilai-nilai tersebut dilaksanakan melalui beberapa metode pengajaran juga ceramah yang mendidik seperti pendidikan, bimbingan, serta indoktrinasi.

Berikutnya ialah proses pembentukan kebudayaan yang meliputi dari sub-proses yang saling berkaitan seperti kontak, penggalian, seleksi, konsolidasi, sosialisasi, penyuluhan, perubahan, dan pewarisan budaya. lingkungan hidup terjadi secara terus menerus dan berkelanjutan.

Dalam lingkungan organisasi, seperti lembaga pendidikan formal maupun informal yang berbasis agama Islam, kebudayaan mempunyai pengertian yang beragam. Pertama, sistem evaluasi, keyakinan dan tujuan yang dimiliki bersama oleh anggota organisasi yang membentuk perilaku mereka. Sekalipun anggotanya berganti, kami berharap dapat terus berlanjut untuk waktu yang lama. Misalnya saja di lembaga pendidikan, budaya ini diwujudkan dalam nilai-nilai luhur seperti cinta belajar, kebersihan, dan mengutamakan kerja sama. Kedua, sebagai norma perilaku pribadi, yaitu pola perilaku yang umumnya dianut dalam organisasi dan bertahan dalam jangka waktu lama karena semua anggota akan meneruskan perilaku tersebut kepada anggota baru. Dalam lembaga pendidikan, perilaku tersebut mencakup berbagai perilaku luhur seperti rajin belajar, selalu menjaga kebersihan, berbicara sopan, dan lain-lain.

Berbagai nilai Islam termasuk dalam sumber ajaran Islam, dan nilai fundamentalnya adalah nilai tauhid. Ismail Raj Farooqi mengemukakan jika kerangka Islam artinya mencakup teori, metode, prinsip juga tujuan yang taat pada esensi Islam, yakni tauhid.

Oleh karena itu, dalam melaksanakan pendidikan agama Islam perlu bergantung pada nilai-nilai dasar tersebut, yang akan memberikan arah juga tujuan dalam proses pendidikan dan memberikan semangat dalam kegiatan pendidikan. Menurut Al-Nahrawi, konsep dan tujuan pendidikan yang berlandaskan tauhid atau dikenal dengan sebutan andaf al-rabbani atau tujuan hakikat ketuhanan, hendaknya menjadi dasar pemikiran, tindakan, dan perbuatan dalam seluruh sistem dan kegiatan pendidikan. pandangan tentang kerangka hidup.

Oleh karena itu penanaman nilai-nilai keagamaan harus dilakukan dengan segera dan dengan berbagai cara, hal ini dapat dilakukan secara terus menerus dan konsisten melalui kebijakan-kebijakan pengambil kebijakan sekolah, aktivitas juga pelaksanaan pembelajaran di dalam ruang kelas, kegiatan ekstrakurikuler di luar kelas serta lingkungan sekolah. tradisi dan tingkah laku warga sekolah sehingga tercipta budaya religius di lingkungan sekolah.

Sekarang ini penanaman nilai-nilai keagamaan dan penciptaan budaya keagamaan di sekolah menghadapi beberapa tantangan baik dari sumber internal atau eksternal. Secara internal, pendidikan menghadapi sesuatu yang berkaitan pada keberagaman peserta didik, baik dari segi afiliasi keagamaan ataupun dalam afiliasi keagamaan tertentu. Tak hanya itu, setiap peserta didik mempunyai latar belakang kehidupan yang tidak sama. Maka dari itu pembelajaran agama hendaknya secara holistik mengimplementasikan prinsip keberagaman di semua tingkatan.

c. Pendidikan islam sebagai agen perubahan ekonomi

Perekonomian merupakan tulang punggung kehidupan suatu bangsa dan menentukan kemajuan, kemunduran, dan mutu sistem pendidikan sosial suatu bangsa. Oleh karena itu, kehidupan perekonomian suatu negara sangat mempengaruhi perkembangan lembaga pendidikan. Bahkan juga berdampak pada sistem pendidikan yang dilaksanakan dan lembaga pendidikan yang mampu menunjang atau mengembangkan sistem perekonomian yang diinginkan.

Dari sudut pandang ini, baik di daerah terpencil maupun terpencil, terdapat permasalahan kehidupan sosial dan ekonomi yang perlu diselesaikan oleh pemangku kepentingan dan pelaksana pendidikan. Apalagi jika mengingat kesuksesan di bidang pendidikan sama dengan proses mengembangkan pegawai yang ahli. Oleh karena itu, skala ekonomi terlalu elastis dan pragmatis untuk lembaga pendidikan semacam itu.

Namun, di bidang inilah institusi pendidikan kita saat ini menghadapi banyak tantangan. Jawaban yang diberikan oleh lembaga pendidikan khususnya tercermin dalam sistem pendidikan dan kurikulum atau program pendidikan yang ditetapkan.

D. Mini Research

1. Judul

Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perubahan Sosial Masyarakat Lingkungan Kedawung Kidul, Desa Gebang, Kecamatan Patrang, Kabupaten Jember.

2. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif interpretatif, tujuan penggunaan metode ini adalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan aspek-aspek perubahan sosial yang diakibatkan oleh pembangunan perumahan di pedesaan. Lebih lanjut, penelitian kualitatif sering juga disebut dengan metode penelitian naturalistik, yang alatnya adalah manusia. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peran peneliti adalah mencari dan menginterpretasikan data yang didapatkan dari lapangan.

Penelitian deskriptif bisa dijelaskan sebagai suatu langkah-langkah penelitian yang berupaya mencari solusi untuk masalah yang diteliti dengan cara mendeskripsikan kondisi terkini subjek atau objek penelitian (individu, lembaga, masyarakat, serta yang lain) berdasarkan fakta-fakta yang terlihat. Oleh karena itu, dalam penelitian ini fakta-fakta perubahan sosial ialah gambaran proses juga akibat sebenarnya dari perubahan sosial yang terjadi di lingkungan Kedawung Kidul, yang berdasarkan pada hasil pencarian data dari beberapa informan yang mewakili masyarakat, termasuk yang lahir dan yang tinggal di lingkungan Kidul Kidul serta masyarakat pendatang yang datang dari luar juga menetap di lingkungan Kidul Kidul.

Data penelitian ini dibedakan menjadi 2 jenis data, yakni data primer serta data sekunder. Data primer didapatkan secara langsung di lapangan dengan cara wawancara juga pengamatan, kemudian data sekunder didapatkan melalui penelitian dokumenter berupa buku, jurnal, dokumen, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Proses analisis penelitian ini dilakukan sejak pengumpulan data, yaitu pada awal penelitian sampai sepanjang proses penelitian. Teknik analisis data dilaksanakan dengan pengumpulan, reduksi, penyajian data serta penarikan kesimpulan.

3. Hasil dan Pembahasan

a. Perubahan Sosial di Lingkungan Kedawung Kidul

Perubahan sosial dalam praktiknya tidak saja dipengaruhi oleh 1 faktor saja, namun juga dipengaruhi oleh banyak faktor, dan faktor-faktor tersebut saling berkaitan. Berdasarkan hasil penelitian Lingkungan Kedawung Kidul, faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sosial dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Sarana dan prasarana dasar:

a) Aksesnya mudah dan hanya membutuhkan waktu sekitar 10 hingga 15 menit untuk sampai ke Kota Jember.

b) Jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, dan jaringan Internet semuanya sangat berkembang.

c) Menyediakan fasilitas air bersih dan sistem sanitasi yang baik.

d) Transportasi umum tersedia menuju lingkungan Kedawung Kidul dan dari lingkungan Kedawung Kidul ke luar lingkungan Kedawung Kidul.

2) Sarana dan prasarana pendukung:

a) Memberikan pelayanan pendidikan mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan berkelanjutan seperti SDN Gebang 1, SDN Gebang 4, SMPN 7 Jember, MTsN 2 Jember dan MAN 2 Jember

b) Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat antara lain Puskesmas dan Puskesmas seperti Puskesmas Banjarsengon dan Puskesmas Patrang.

c) Memberikan fasilitas olahraga kepada masyarakat seperti GOR Jaya Gebang.

d) Tersedianya fasilitas sosial seperti pos tempat perkumpulan warga serta fasilitas tempat ibadah.

3) Sarana dan Prasarana Ekonomi:

a) Tersedianya banyak pasar juga pertokoan, seperti Pasar Tunggul

b) Adanya pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) seperti pembuatan tempe, roti, jamur

Dari adanya faktor pendorong (internal) yang ada tersebut di atas, Hal ini secara otomatis menciptakan keterkaitan fisik, infrastruktur, dan ekonomi antara lingkungan Kedawung Kidul sebagai daerah penyangga dengan kota induk (yaitu Kota Jember).

b. Struktur Sosial Masyarakat Desa dan Masyarakat Pendatang

Walaupun lingkungan Kedawung Kidul telah berubah dari lingkungan tradisional menjadi lingkungan perkotaan seiring dengan berkembangnya perekonomian dan infrastruktur, namun ditinjau dari struktur sosial masyarakatnya, khususnya struktur masyarakat pedesaan yang sudah lama bermukim dan menetap, tidak banyak perubahan yang terjadi seiring berjalannya waktu. Perubahan yang lebih besar pada struktur sosial yang ada, sebagian besar disebabkan oleh interaksi antara masyarakat Aborigin dengan masyarakat pendatang yang tinggal di kawasan pemukiman, keduanya merupakan masyarakat yang mempunyai nilai juga budaya yang tidak sama. Pada akhirnya perjumpaan nilai dan budaya tersebut melahirkan nilai dan budaya baru yang memciptakan perubahan sosial di lingkungan Kedawung Kidul.

Dari segi sosial, lingkungan Kedawung Kidul, seperti masyarakat lain di Jember, memiliki ciri sosial yang sama dengan nilai-nilai budaya Jawa. Ketua RW (sering disebut Pak Suryadi dalam konteks ini) mempunyai peranan penting tidak saja sebagai pemimpin formal dalam pengelolaan pemerintahan masyarakat namun juga sebagai pemimpin sosial dalam tatanan lingkungan hidup masyarakat. Hal ini berkaitan pada posisi Ketua RW yang diharuskan bisa mengayomi masyarakat dalam segala aspek kehidupan. Kehadiran Pak Suryadi oleh masyarakat diberikan posisi sebagai sosok yang dihormati serta disegani.

Nilai-nilai kejawaan seperti perlunya saling menghormati juga menghargai, perlunya saling mendorong dan membantu untuk hidup bersama yang baik dianut dan diamalkan dalam kehidupan masyarakat di lingkungan Kedawung Kidul, sehingga pola hubungan interaksi yang dibangun oleh masyarakat lingkungan ini dengan masyarakat luar salah satunya berdasarkan pada nilai-nilai tersebut.

Struktur sosial masyarakat dibentuk sebab adanya ikatan kekeluargaan yang sudah berlangsung tidak sebentar, Struktur sosial yang didasarkan pada hubungan darah ini tidak hanya membentuk pola interaksi antar warga lingkungan Kedawung Kidul, namun juga membentuk pola hidup bermasyarakat antar anggota satu keluarga. Warga (RW) Rukun hidup dari pertalian darah, sehingga pada akhirnya terjalin hubungan sosial yang baik dan erat antar sesama warga. Karena struktur sosial yang terbentuk ini berdasarkan pada ikatan sosial, maka sifat solidaritas sosial, gotong royong, serta mufakat menjadi ciri khas masyarakat lingkungan Kedawung Kidul.

Dibandingkan dengan masyarakat yang sudah lama menetap di Lingkungan Kedawung Kidul, masyarakat pendatang yang tinggal di perumahan tersebut pada dasarnya mempunyai struktur sosial yang terbuka juga pragmatis, serta hubungan sosialnya yang berdasarkan pada keperluan dengan pihak atau anggota masyarakat lain. hubungan sosial yang dijalin tidaklah erat. Oleh karena itu, derajat solidaritas sosial dan gotong royong pada masyarakat pendatang pada umumnya rendah, hal ini disebabkan karena struktur sosial sebenarnya dibangun berdasarkan kepentingan dan mempunyai keterbatasan, yaitu selama ada kepentingan maka hubungan akan tetap ada dan hilang ketika minat telah terwujud.

Aspek lain antara masyarakat yang sudah lama tinggal di Lingkungan Kedawung Kidul dengan masyarakat pendatang yang tinggal di pemukiman ialah bentuk penghormatan yang diberikan kepada pemimpin formal juga informal. Masyarakat pendatang yang tinggal di lingkungan masyarakat Kedawung Kidul menghormati dan menjunjung tinggi struktur sosial yang ada, yang terdiri dari dua poros utama yaitu Ketua RW dan Sesepuh. Ketua RW merupakan salah satu tokoh yang dihormati masyarakat karena kewenangan formalnya dalam menjalankan pemerintahan. Sedangkan sesepuh adalah sosok yang menjadi sesepuh atau dihormati masyarakat karena peran dan kontribusinya terhadap masyarakat desa.

Posisi masyarakat pendatang terbagi dalam dua kategori. Pertama, adanya rasa menghargai dan hormat terhadap ketua RW dan sesepuh sebagai tatanan sosial lingkungan Kedawung Kidul di kalangan masyarakat pendatang, yang biasanya berasal dari masyarakat desa lain dan memiliki struktur sosial yang sama dengan desa-desa sebelumnya. Kedua, masyarakat pendatang mempunyai sikap "legalitas formal" yang berarti masyarakat hanya menghargai juga menghormati kepemilikan berdasarkan kewenangan, dalam hal ini yang dimaksud adalah ketua RW bukan para sesepuh, masyarakat pendatang ini asalnya dari masyarakat perkotaan dimana mereka dulu tinggal. tempatnya belum mengenal struktur sosial desa.

c. Perubahan Sosial Dari Adanya Pembangunan Kompleks Perumahan Di Ligkungan Kedawung Kidul.

1) Perubahan secara Positif

Kedatangan masyarakat pendatang yang tinggal di kawasan pemukiman memberikan dampak positif untuk perubahan sosial lingkungan Kedawung Kidul. Perubahan positif tersebut bisa dibedakan menjadi 2 bentuk perubahan, yakni perubahan pola berpikir dan perubahan pola sikap, dijelaskan sebagai berikut:

a) Perubahan Pola Pikir

Pembangunan kawasan pemukiman lingkungan Kedawung Kidul telah mengubah tatanan sosial, selain mengubah pola tata ruang pembangunan perumahan untuk mewadahi masyarakat pendatang untuk menetap dan hidup bermasyarakat, juga menuntut masyarakat untuk bersikap terbuka dan menerima keberadaan masyarakat pendatang juga nilai-nilai sosial yang dibawa oleh masyarakat pendatang. Implikasinya, masyarakat lingkungan menjadi lebih terbuka sejak kedatangan masyarakat pendatang, menerima ide-ide atau nilai-nilai sosial baru yang dibawa oleh masyarakat pendatang dan kemudian menyesuaikannya dengan nilai-nilai yang ada.

Pola pikir ini terlihat dari kecurigaan dan prasangka buruk masyarakat lingkungan kedawung kidul pada masyarakat pendatang, kini masyarakat lingkungan kedawung kidul sudah mulai berpikir rasional, setiap kali ada pendatang baru yang membawa nilai-nilai baru, masyarakat lingkungan kedawung kidul akan mempertimbangkannya manfaat baik juga buruk kemudian diambil sikap selanjutnya. Hal lain juga tercermin dalam mentalitas masyarakat lingkungan kedawung kidul, mereka akan menyaring terlebih dahulu permasalahan yang ada untuk dicari kebenarannya, selain itu cara-cara yang selama ini tidak rasional atau misterius dalam menyikapi suatu fenomena lambat laun digantikan dengan pola pikir yang logis dan rasional.

Keterbukaan pikiran juga ditujukan pada masyarakat lingkungan kedawung kidul, yang menerima ketidaksamaan kepercayaan atau agama yang dibawa oleh pendatang, dan masyarakat lingkungan kedawung kidul menerima ketidaksamaan tersebut sebagai bagian dari keberagaman mereka.

Selain itu, dampak lain dari peralihan ke pemikiran yang lebih terbuka adalah penekanan masyarakat lingkungan terhadap orientasi masa kini dan masa depan, seperti keyakinan masyarakat lingkungan sebelumnya bahwa penghidupan atau penghidupan itu penting. Jauh lebih penting dibandingkan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Masyarakat lingkungan hidup meyakini bahwa pendidikan tinggi itu penting dan dapat meningkatkan kemakmuran hidup.

b) Perubahan Pola Sikap

Perubahan pola sikap masyarakat lingkungan kedawung kidul tidak terlepas dari perubahan pola pikir masyarakat. Dampak perubahan sikap lingkungan kedawung kidul dijelaskan sebagai berikut:

* Sikap Terbuka

Sikap pertama yang ditunjukkan oleh masyarakat lingkungan terhadap kehadiran masyarakat pendatang yang tinggal di perumahan lingkungan Kedawung Kidul ialah sikap terbuka juga menerima kehadiran masyarakat pendatang tersebut. Penerimaan tersebut terutama dikarenakan oleh 2 faktor. Pertama, mereka yang berasal dari masyarakat pendatang, yang menghormati nilai-nilai yang ada juga diamalkan di lingkungan Kedawung Kidul. Hal ini dimaksudkan utuk masyarakat pendatang yaitu menyesuaikan kebiasaan serta tingkah lakunya dengan masyarakat lingkungan kedawung kidul sepanjang tidak menentang nilai prinsip juga kepercayaan. Kedua, faktor yang asalnya dari masyarakat lingkungan kedawung kidul itu sendiri dimana dengan melihat tingkah laku masyarakat pendatang yang mau menerima nilai-nilai yang ada di lingkungan Kedawung Kidul serta mau beradaptasi yang memunculkan kesan juga perilaku positif bagi masyarakat lingkungan kedawung kidul untuk menerima dan terbuka terhadap kehadiran masyarakat pendatang disebabkan sikap juga tingkah laku yang ditunjukan tersebut tidak menentang sikap juga tingkah laku masyarakat lingkungan kedawung kidul yang ada selama ini.

* Sikap Toleransi

Wujud lebih lanjut dari keterbukaan masyarakat lingkungan kedawung kidul terhadap kehadiran masyarakat pendatang adalah munculnya sikap toleran terhadap perbedaan yang ada. Masyarakat Lingkungan kedawung kidul menyadari bahwa tidak semua perbedaan dapat diselesaikan melalui adaptasi dan penyesuaian, dan permasalahan sikap juga perilaku antara masyarakat lingkungan kedawung kidul dan masyarakat pendatang dalam interaksi sosial masih dapat diselesaikan melalui adaptasi bersama. Namun pada isu-isu besar, perbedaan-perbedaan tersebut hanya bisa diatasi dengan toleransi, terbukti dengan hadirnya masyarakat pendatang yang berbeda agama (selain Islam).

Masyarakat lingkungan kedawung kidul harus menerima perbedaan agama yang ada dan terbuka terhadapnya. Temuan menunjukkan bahwa baik masyarakat lokal maupun pendatang menunjukkan sikap toleran, dimana kedua masyarakat tersebut menghormati ibadah masing-masing agama yang dianut oleh masyarakat tersebut dengan tidak mengganggu anggota masyarakat berdoa. Bahkan ada yang membantu warga lain untuk memperlancar ibadah atau kegiatan keagamaan, seperti membantu membersihkan jalan atau lalu lintas saat ada warga masyarakat yang kebetulan menggunakan sebagian jalan tersebut melakukan acara lantunan, dan bentuk toleransi lainnya.

* Sikap Bekerjasama

Sikap kooperatif merupakan sikap terbuka dan inklusif yang ditunjukkan baik oleh masyarakat lokal maupun masyarakat pendatang. Seperti disebutkan sebelumnya, kerja sama kedua masyarakat mencakup berbagai bidang, mulai dari pembangunan lingkungan hingga bidang ekonomi seperti jasa juga perdagangan. Kemitraan ini pada akhirnya memberikan dampak positif bagi masyarakat lokal maupun pendatang dan secara langsung mendorong perubahan sosial di lingkungan Kedawung Kidul.

Perubahan nilai-nilai yang terdapat di lingkungan Kedawung Kidul, atau yang dikatakan dengan nilai-nilai lama serra nilai-nilai baru yang terbentuk setelah adanya interaksi antara masyarakat lingkungan kedawung kidul dengan masyarakat pendatang, pertama-tama masyarakat lingkungan kedawung kidul mempunyai pengaruh yang besar terhadap nilai-nilai lama dan nilai-nilai baru. lingkungan tertutup dan secara alami mempengaruhi masyarakat luar, Interaksi yang terjadi hanya terbatas pada anggota masyarakat yang mempunyai ikatan keluarga atau tinggal dalam satu masyarakat atau lingkungan. Namun dengan datangnya masyarakat pendatang yang tinggal di pemukiman mengakibatkan masyarakat lingkungan kedawung kidul harus membuka diri dan berinteraksi dengan masyarakat pendatang. Karena baik masyarakat lingkungan kedawung kidul maupun masyarakat pendatang mempunyai kepentingan maka harus ada interaksi diantara keduanya, secara bertahap mengambil sikap penerimaan, maka masyarakat lingkungan kedawung kidul menjadi terbuka dan menganggap kehadiran masyarakat pendatang sebagai bagian dari kehidupan masyarakat lingkungan kedawung kidul saat ini.

2) Perubahan secara Negatif

Perubahan sosial yang terjadi di Lingkungan Kedawung Kidul tidak hanya berlangsung secara positif ke arah yang lebih baik, Namun hal ini juga mempunyai dampak negatif, dan perubahan ini justru memberikan dampak buruk bagi masyarakat lingkungan kedawung kidul dan pendatang, seperti yang dijelaskan di bawah ini:

a) Munculnya Sikap Individualistis

Beberapa masyarakat pendatang yang tinggal di wilayah pemukiman mempunyai sikap individualistis dan berorientasi pada kepentingan pribadi dengan interaksi sosial yang terbatas dengan masyarakat lingkungan kedawung kidul, artinya masyarakat pendatang akan berinteraksi dengan masyarakat lingkungan kedawung kidul  kapanpun mereka mampu. Individu yang tertarik dapat mengambil manfaat dari proses interaktif ini. Sikap individualistis yang mementingkan kepentingan pribadi ini tentu saja bertentangan dengan nilai-nilai sosial yang sudah ada di lingkungan Kedawung Kidul, dimana nilai-nilai kekeluargaan, solidaritas dan gotong royong menjadi landasan dalam interaksi sosial antar sesama warga.

Meskipun sikap individualistis tersebut bertentangan dengan nilai-nilai yang ada di lingkungan Kedawung Kidul, namun fenomena yang ada menunjukkan bahwa sebagian masyarakat lingkungan kedawung kidul ada yang mengambil sikap individualistis secara sengaja maupun tidak sengaja, dan ada sebagian warga masyarakat yang menunjukkan sikap individualistis. Hal ini terlihat pada kegiatan pembangunan lingkungan kedawung kidul, dimana anggota masyarakat yang mempunyai sikap individualistis cenderung tidak turut serta dan berpartisipasi dalam proses perencanaan pembangunan lingkungan kedawung kidul yang sedang berjalan karena dianggap tidak akan memberikan dampak atau manfaat bagi mereka. Munculnya sikap individualistis tersebut pada akhirnya mengubah pola interaksi sosial di lingkungan Kedawung Kidul ke arah yang negatif. Sikap individualistis ini membawa dampak negatif terutama pada sikap peduli sosial dan gotong royong yang terjalin di lingkungan Kedawung Kidul.

b) Menurunnya Sikap Kepedulian Sosial

Rasa kepedulian sosial yang ada di lingkungan Kedawung Kidul menunjukkan tanda-tanda penurunan, salah satu penyebabnya adalah menurunnya intensitas interaksi sosial yang dilandasi sikap peduli dan tidak mementingkan diri sendiri. Dahulu interaksi sosial di lingkungan Kedawung Kidul sangat erat kaitannya dengan berbagai bentuk kegiatan dan tidak dibatasi oleh konteks ruang dan waktu, misalnya jika ada anggota masyarakat yang melangsungkan pernikahan maka otomatis anggota masyarakat yang lain juga ikut membantu suksesnya pernikahan tersebut. Laki-laki akan bekerja sama mendirikan tenda dan menyiapkan fasilitas yang diperlukan, sedangkan perempuan akan bekerja sama menyiapkan dan menyajikan makanan untuk pesta pernikahan. Partisipasi masyarakat lingkungan kedawung kidul didasari oleh rasa solidaritas dan kepedulian sosial, sehingga partisipasi masyarakat lingkungan kedawung kidul tidak mengharapkan imbalan apa pun. Namun, dalam konteks saat ini, partisipasi masyarakat lingkungan kedawung kidul dalam pernikahan sebagian besar didasarkan pada insentif. Hanya sedikit orang yang masih bersedia meluangkan waktunya untuk membantu warga masyarakat yang sedang melangsungkan pernikahan tanpa meminta imbalan apa pun. Saat ini, sebagian orang mengharapkan imbalan dalam bentuk uang atau bentuk lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian, sikap masyarakat lingkungan kedawung kidul di atas menjadi salah satu alasan untuk mengikuti gaya atau kebiasaan masyarakat pendatang yang tinggal di Kawasan Perumahan Lingkungan Kedawung Kidul. Jika masyarakat pendatang mengadakan pesta pernikahan atau acara lainnya, mereka melibatkan masyarakat lokal dan memberikan upah atau insentif atas partisipasi masyarakat tersebut. Kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat lingkungan kedawung kidul ini menimbulkan sikap egois pada masyarakat sehingga mengurangi rasa kepedulian sosial.

c) Munculnya Sikap Oportunis

Dampak negatif lainnya adalah sikap oportunistik anggota masyarakat lingkungan kedawung kidul, yang salah satunya disebabkan oleh disposisi sebagian masyarakat pendatang yang tinggal di kawasan pemukiman untuk berinteraksi dengan masyarakat lingkungan kedawung kidul berdasarkan kepentingannya sendiri. Oleh karena itu, jika masyarakat pendatang membutuhkan bantuan dari masyarakat lingkungan kedawung kidul, maka sikap masyarakat lingkungan kedawung kidul bukan lagi membantu tanpa meminta imbalan apa pun, melainkan membantu dengan imbalan yang sepadan dengan hasil kerja. Selain itu, jika acara tersebut dilakukan semata-mata untuk kepentingan masyarakat pendatang, seperti pesta pernikahan atau khitanan, maka partisipasi masyarakat lingkungan kedawung kidul dalam acara tersebut merupakan insentif yang didasarkan pada partisipasi masyarakat lingkungan kedawung kidul. Implikasi dari pernyataan ini adalah selama ada insentif maka masyarakat lingkungan kedawung kidul akan berpartisipasi, jika tidak ada insentif maka hanya sedikit masyarakat lingkungan kedawung kidul yang berpartisipasi.

Alasan lain mengapa masyarakat bersikap oportunistik adalah karena banyak pekerjaan yang digantikan oleh pendatang, sehingga mengurangi peluang penduduk lokal untuk mendapatkan pekerjaan. Jika suatu acara atau kegiatan diadakan, sebagian penduduk setempat melihatnya sebagai peluang untuk mendapatkan pekerjaan atau penghasilan, meskipun hal tersebut disengaja atau tidak disengaja.

E. Kesimpulan

Perubahan sosial ialah perubahan kebiasaan hidup manusia yang menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi geografis, budaya material, komposisi penduduk, ideologi, serta penyebaran temuan baru. Perubahan sosial melibatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat. Perubahan sosial terjadi sebab manusia ialah aspek dari fenomena sosial, serta perubahan sosial menyebabkan perubahan pada lebih dari satu aspek saja. Adapun bentuk-bentuk perubahan sosial ada beberapa macam bentuknya seperti perubahan sosial yang lambat, kemudian yang cepat, perubahan kecil juga besar, perubahan terencana serta tidak terencana. Kemudian dibahas teori-teori perubahan sosial antara lain teori konflik, teori fungsionalisme, teori siklus, dan teori pembangunan.

Pendidikan Islam mengacu pada proses dimana pendidik membimbing peserta didik untuk berkembang secara jasmani, rohani dan intelektual, sehingga membentuk individu muslim yang unggul (Insan Kamil). Sejauh mana pendidikan Islam berfungsi sebagai agen perubahan, erat kaitannya dengan lembaga pendidikan itu sendiri yang menjadikan outputnya sebagai agen yang mampu mengubah tatanan sosial, budaya, dan ekonomi. Sebagai agen perubahan sosial, kita tidak akan pernah bisa menghindari budaya komunal seperti yang telah disebutkan di atas, oleh karena itu kita akan meminta lembaga pendidikan Islam untuk berperan sebagai agen perubahan dalam mengatasi segala permasalahan yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulsyani, Sosiologi Sistematika, Teori dan Terapan, Jakarta: Bumi Aksara, 2012.

Basrowi, David. Pengantar Sosiologi. Bogor: Ghalia Indonesia, 2005.

Budiningsih, Asri. Pembelajaran Moral Berpijak pada Karakteristik Siswa dan Budayanya, Jakarta: Rineka Cipta, 2004.

Depdiknas. Undang-undang RI No.20 tahun 2003.tentang sistem pendidikan nasional. 2003.

Drajat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1996.

Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, cet. 4, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2015.

Indradin dan Irwan, Strategi dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: Deepublish, 2016.

Lahmar, Fella. Dealing with Diversity in Muslim Schools in Britain. Ph.D. dissertation, University of Nottingham, Nottingham, UK, 2012

Machali Musthofa, Imam (ed), Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi: Buah Pikiran Seputar, Filsafat, Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Cet. I, Yogyakarta: Ar- Ruzz, 2004.

Moleong, L. J. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Yogyakarta: PT. Remaja Rosda Karya, 2017.

Muchsin, Bashori dan Abdul Wahid, Pendidikan Islam Kontemporer, cet. Pertama, Bandung: PT Refika Aditama, 2009.

Nanang, Martono. Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern,. Posmodern, dan Poskolonial, Cet. Ke-2, Jakarta: Rajawali Pers, 2012

Nawawi, H. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada Press, 2007

Rasyid, Abd. Perubahan Sosial dan Strategi Komunikasi (Efektifitas Dakwah dalam Pembangunan Sosial). Ponorogo: Wade Group, 2018.

Ruswanto, Sosiologi: SMA Kelas X. (Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2009), 3-4.

SM, Ismail, Nurul Huda, Abdul Kholoiq, Paradigma Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2001.

Soekanto, Soejono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012.

Soyomukti, Nurani. Pengantar Sosiologi. Yogyakarta: Ar-ruzz Media, 2014.

Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2013

Sulaiaman, Muhammad. Pendidikan Islam Sebagai Agent of Change, PANCAWAHANA: Jurnal Studi Islam 16, no. 1 (2021): 141-157.

Zaitun, Sosiologi Pendidikan (Teori dan Aplikasinya). Pekanbaru: Kreasi Edukasi, 2016.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun