Semua tidak tahu kapan dan dalam situasi apa dia akan meninggalkan rumahnya. Namun, suatu waktu dia akan tahu seperti apa rasanya ketika meninggalkan rumah.
Rindu untuk kembali ke rumah sudah pasti ada. Namun bagaimana jika situasi tidak memungkinkan. Ya, mau tidak mau orang harus menerima keadaan kehilangan itu.
Nafas pasti sesak di dada ketika ingatan indah tentang masa lalu harus pergi dan tidak tahu kapan bisa kembali. Hidup itu ada waktunya. Ada waktu untuk meninggalkan rumah dan juga ada waktu untuk kembali ke rumah.
Saat untuk menerima keadaan apa adanya, mungkin saat paling baik untuk berdamai dengan diri sendiri. Perang itu tanpa kompromi. Tidak ada yang tahu kapan harus berhenti dan semua boleh kembali ke rumah masing-masing.
2. Mengangkat tangan
Ibarat orang yang tercebur ke dalam air atau kolam meminta pertolongan. Ia harus segera mengangkat tangannya. Semua orang yang melihatnya akan mengerti bahwa ia minta pertolongan.
Para pengungsi saat itu hanya bisa mengandalkan cara sederhana itu. Berdiri dengan tenang dan mengangkat tangan untuk meminta uluran tangan orang lain.
Sebuah simbol kehidupan yang bisa dimengerti oleh kebanyakan orang. Mengangkat tangan supaya ada uluran tangan. Mungkin itu ungkapan hati para pengungsi Ukraina saat ini.
Tak penting siapa benar atau salah, karena manusia butuh pertolongan dan keselamatan. Manusia butuh bantuan nyata. Manusia butuh satu potong roti, segelas teh, semangkuk sup.
Para pengungsi butuh pintu rumah yang terbuka. Kamar tidur tempat mereka bisa baring sejenak melupakan lelah dan penat. Kehidupan yang terkadang tidak bisa diduga datang menerpa hingga melarat begitu rupa.
Itu semua datang dari cerita tentang perang. Perang punya kisah yang mirip entah di mana saja. Mungkin saja rakyat Indonesia dulunya pernah mengalami hal seperti itu juga.