Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Narasi Kecil tentang Pengungsi yang Lari Menyelamatkan Diri

20 Maret 2022   02:43 Diperbarui: 22 Maret 2022   00:29 778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tentang Narasi pengungsi yang lari menyelamatkan diri | Dokumentasi pribadi oleh Ino

Semua tidak tahu kapan dan dalam situasi apa dia akan meninggalkan rumahnya. Namun, suatu waktu dia akan tahu seperti apa rasanya ketika meninggalkan rumah.

Rindu untuk kembali ke rumah sudah pasti ada. Namun bagaimana jika situasi tidak memungkinkan. Ya, mau tidak mau orang harus menerima keadaan kehilangan itu.

Nafas pasti sesak di dada ketika ingatan indah tentang masa lalu harus pergi dan tidak tahu kapan bisa kembali. Hidup itu ada waktunya. Ada waktu untuk meninggalkan rumah dan juga ada waktu untuk kembali ke rumah.

Saat untuk menerima keadaan apa adanya, mungkin saat paling baik untuk berdamai dengan diri sendiri. Perang itu tanpa kompromi. Tidak ada yang tahu kapan harus berhenti dan semua boleh kembali ke rumah masing-masing.

2. Mengangkat tangan

Ibarat orang yang tercebur ke dalam air atau kolam meminta pertolongan. Ia harus segera mengangkat tangannya. Semua orang yang melihatnya akan mengerti bahwa ia minta pertolongan.

Para pengungsi saat itu hanya bisa mengandalkan cara sederhana itu. Berdiri dengan tenang dan mengangkat tangan untuk meminta uluran tangan orang lain.

Sebuah simbol kehidupan yang bisa dimengerti oleh kebanyakan orang. Mengangkat tangan supaya ada uluran tangan. Mungkin itu ungkapan hati para pengungsi Ukraina saat ini.

Tak penting siapa benar atau salah, karena manusia butuh pertolongan dan keselamatan. Manusia butuh bantuan nyata. Manusia butuh satu potong roti, segelas teh, semangkuk sup.

Para pengungsi butuh pintu rumah yang terbuka. Kamar tidur tempat mereka bisa baring sejenak melupakan lelah dan penat. Kehidupan yang terkadang tidak bisa diduga datang menerpa hingga melarat begitu rupa.

Itu semua datang dari cerita tentang perang. Perang punya kisah yang mirip entah di mana saja. Mungkin saja rakyat Indonesia dulunya pernah mengalami hal seperti itu juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun