Dari pengalaman kehilangan kunci itulah, saya telah belajar menemukan kunci pengaman dalam diri orang lain; ya, dalam diri orang lain dan sesama, kita bisa menemukan rasa aman.
3. Menepis penghakiman dari pikiran sendiri
Pergulatan pribadi saat mengalami kehilangan kunci kamar, membuka wawasan saya tentang bagaimana kekuatan penghakiman yang datang dari pikiran sendiri. Saya menjadi sadar bahwa betapa banyak manusia di bumi ini yang hidup dibawah tekanan penghakiman pikirannya sendiri.
Hari ini saya berbagi cerita seperti itu dengan teman, katanya dia juga mengalami bahwa terkadang pikirannya diliputi rasa takut, penuh prasangka buruk, penuh prediksi yang membuat dirinya kehilangan rasa aman.Â
Nah, manusia mau tidak mau hendaknya bisa menata pikirannya. Saat pertama kehilangan kunci, saya langsung berpikir bagaimana kalau benar-benar hilang, berapa besar biaya ganti kunci-kunci itu? Saat itu pikiran buruk berdatangan.Â
Ada yang berbisik, nanti teman-temanmu akan mencibirmu, dan lain sebagainya. Padahal, sama sekali tidak terjadi demikian, malah sebaliknya, mereka memberikan saran yang membuat saya lebih tenang.
Godaan pikiran sendiri itu, bagi saya sangat penting untuk dicermati. Menjadi kritis dengan pikiran sendiri, barangkali bukanlah hal yang mudah. Oleh karena itu, ketenangan batin itu sangat penting.
Saya ingat ucapan seorang Thomas Merton: Your life is shaped by the end you live for. You are made in the image of what you desire," atau hidupmu dibentuk oleh tujuan hidupmu. Kamu diciptakan dalam gambaran dari apa yang kamu inginkan.Â
Poros kesadaran diri untuk tetap positif atau kembali menjadi positif dan bisa mempercayai orang lain  merupakan cara yang tepat agar tidak terbawa lebih jauh lagi oleh kesesatan pikiran sendiri.
Cara untuk membedakannya sederhana, orang perlu pegang prinsipnya saja, bahwa yang namanya mencurigai orang lain tanpa punya bukti itu pasti tidak benar. Lebih baik bertanya langsung pada seseorang yang mencurigakan daripada hanya mencurigai tanpa bertanya dan terbuka mengatakan kecemasan.
4. Perkara konsentrasi pikiran