Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Raperda AIDS Kab Bojonegoro Tidak Memberikan Langkah Konkret Penanggulangan AIDS

21 Mei 2016   05:16 Diperbarui: 21 Mei 2016   06:21 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasal 25: “Setiap orang yang telah mengetahui dirinya terinfeksi HIV dan AIDS dilarang mendonorkan darah, produk darah, sperma, cairan/organ/jaringan tubuhnya kepada orang lain.” Fakta menunjukkan banyak orang yang mendonorkan darah tidak mengetahui dirinya sudah terular HIV, tapi darah aman ditransfusikan karena PMI akan melakukan uji saring terhadap darah donor. PMI pun tidak boleh membeberkan donor yang darahnya terdeteksi mengandung HIV.

Pasal 30 disebutkan: “Setiap orang berisiko tinggi wajib mengikuti pemeriksaan Infeksi Menular Seksual yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.” Ini langkah di hilir. Artinya, orang-orang tsb. sudah tertular HIV karena melakukan perilaku berisiko tertular HIV. Yang lebih celaka mereka pun sudah menularkan HIV ke orang lain.

Pasal 31 berbunyi: “Setiap pengelola dan/atau pemilik tempat hiburan wajib melaporkan data karyawan secara berkala pada instansi berwenang dalam rangka perencanaan kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS oleh Pemerintah Daerah.”

Begitu juga di Pasal 32: “Setiap pengelola tempat hiburan dan/atau pemilik tempat hiburan wajib melaksanakan upaya penanggulangan HIV dan AIDS di tempat usahanya.” Dan di Pasal 33: “Setiap perusahaan wajib melaksanakan upaya penanggulangan HIV dan AIDS di tempat kerja.”

Pernyataan pada Pasal 30, 31, dan 32 itu memunculkan dugaan bahwa di tempat-tempat hiburan terjadi hubungan seksual yang berisiko yaitu dilakukan oleh laki-laki dengan perempuan yang sering ganti-ganti pasangan tanpa kondom.

Kalau hal itu terjadi ‘kan sama saja tempat hiburan itu dengan lokalisasi pelacuran hanya saja di tempat yang lebih ‘terhormat’ dan, tentu saja, terselubung. Itu artinya, maaf, kita terbelenggu kemunafikan. Kita tutup lokalisasi pelacuran, tapi praktek pelacuran dalam berbagai bentuk terjadi secara bebas.

Praktek pelacuran di tempat-tempat hiburan tidak bisa dilakukan intervensi karena hubungan seksual dilakukan secara terselubung. Berbeda dengan di lokalisasi pelacuran hubungan seksual terjadi terang-terangan sehingga intervensi bisa dilakukan.

Karena praktek pelacuran di wilayah Kab Bojonegoro tidak dilokalisir, maka tidak ada yang bisa dilakukan Pemkab Bojonegoro sehingga upaya menurunkan insiden infeksi HIV baru hanya bisa dilakukan dengan kesadaran laki-laki. Ada dua pilihan yaitu: tidak melakukan hubungan seksual berisiko, dan selalu pakai kondom jika melakukan hubungan seksual berisiko.

Mendorong Stigmatisasi dan Diskriminasi

Tentu saja tidak mudah membalik pradigma berpikir laki-laki yang sering melacur dengan PSK atau berzina dengan perempuan lain dengan dalih suka sama suka bahwa merekalah yang bisa memutus mata rantai penyebaran HIV.

Celakanya, peran serta masyarakat yang diharapkan dalam Raperda itu sama sekali tidak mendukung program penanggulangan HIV/AIDS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun