Mohon tunggu...
Indra  Gunawan S.E. M.H
Indra Gunawan S.E. M.H Mohon Tunggu... Konsultan - Indonesia Raya

UNIVERSITAS MERCU BUANA, JAKARTA SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS NASIONAL - HUKUM

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pancasila sebagai Main Power Planning

10 Agustus 2021   11:18 Diperbarui: 25 Desember 2021   22:07 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PANCASILA SEBAGAI MAN POWER PLANING

BANGSA INDONESIA

 

TUGAS 

FILSAFAT HUKUM

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Menempuh Ujian Tengah Semester Pada Sekolah Pasca Sarjana Magister Hukum Universitas Nasional



Oleh:

INDRA GUNAWAN

NPM : 20102.........


SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS NASIONAL

JAKARTA 2021

  • RUMUSAN MASALAH

“Legal philosophy Pancasila philosophy of the nation formed from Indonesia. He unearthed in ontology, epistemology, and axiology qualify as a science of law. This study uses normative law with a conceptual approach. Pancasila as staatsfundamentalnorm has undergone ups and downs. Now, after rolling back reform of the Indonesian nation awakened to the importance of Pancasila as a staatsfundamentalnorm. Value Pacasila now poured in primary values, namely: value-communality Religiosity and Values Diversity. Those values are about to direaktualisasi with a series of specific methods to put it back as the soul of Indonesian law.”

Falsafah Hukum Pancasila terbentuk dari falsafah bangsa Indonesia. Ia tergali secara ontologi, epistemology, maupun aksiologi memenuhi syarat sebagai sebuah ilmu pengetahuan hukum. Penelitian ini menggunakan metode hukum normative dengan pendekatan konseptual. 

Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm telah mengalami proses pasang-surut. Kini setelah bergulir reformasi kembali Bangsa Indonesia disadarkan akan arti penting Pancasila sebagai sebuah staatsfundamentalnorm. Nilai Pacasila kini dituangkan dalam nilai-nilai utamanya, yaitu : Nilai Religiusitas dan Nilai Komunalitas-Kebhinekaan. Nilai-nilai tersebut hendak direaktualisasi dengan serangkaian metode tertentu untuk meletakkannya kembali sebagai jiwa hukum Indonesia.

Indonesia memiliki Pancasila sebagai dasar falsafah, pedoman atau pandangan hidup, dan dasar negara yang merasuki hukum di Indonesia secara keseluruhan. Pembentukan peraturan atau undang-undang berpedoman pada Pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia. Sehingga menjadikan Pancasila sebagai sebuah sistem filsafat yang menjiwai hukum-hukum yang berada di dalam sistem hukum Indonesia. 

Hubungan antara filsafat hukum dan pembentukan hukum di Indonesia adalah filsafat hukum berperan dalam mengarahkan pembentukan hukum ke arah yang lebih demokratis, mengarahkan pada pembentukan hukum yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat. Selain itu, filsafat hukum juga mengubah beberapa tata-urutan hukum di Indonesia. Misalnya Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia di mulai dari Tap XX/MPRS/1966 hingga tata-urutan Peraturan Perundang-undangan yang didasari Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 2011.

  • Sejauh mana PANCASILA digunakan sebagai Dasar Kekuatan Dan Ideologi Bangsa ini dalam Implementasinya ?

Sebagai Nation (Bhinneka Tunggal Ika), Indonesia yang memiliki penduduk besar Desember 2020 mencapai 271.349.889 jiwa penduduk (sensus Tahun 2020) dan kondisi geografis yang memiliki kandungan sumber kekayaan alam yang besar merupakan modal perjuangan yang utama.[1]

 

Dalam perkembangannya, persenyawaan antara kondisi geografis dan demografis dimaknai dan dirumuskan sebagai sumber jati diri bangsa, dasar negara dan pandangan hidup bersama[2]. 

 

Berdasarkan modal tersebut, melalui perjuangan yang panjang dan semangat juang serta jiwa yang luhur, para pendiri bangsa berhasil merumuskan pemikiran besar, yang sarat dengan nilai-nilai kehidupan.

 

Rumusan semangat, pemikiran, perjuangan, dan pengorbanan untuk membangun negara dan bangsa yang utuh, akhirnya diterima dan disahkan sebagai dasar negara, ideologi, falsafah bangsa Pancasila pada tanggal 18 Agustus 1945.

 

Pancasila yang digali dari akar budaya dan nilai-nilai luhur bangsa mencakup kebutuhan dasar dan hak-hak azasi manusia secara universal, sehingga dapat dijadikan landasan dan falsafah hidup serta menjadi tuntunan perilaku seluruh warga negara dalam mewujudkan tujuan nasional. Kesepakatan seluruh bangsa tersebut menjadi penting dan bermakna karena masyarakat, suku, kelompok maupun individu yang memiliki perbedaan ideologi, budaya, agama, bahasa, karakter serta sentimen primordial sepakat mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan individu.

 

Bertumpu pada nilai-nilai luhur dan ikatan sendi kehidupan tersebut, bangsa Indonesia selayaknya mampu menghayati, mengamalkan dan mengembangkan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara guna mewujudkan tujuan nasional [3] 

 

Keberadaan Pancasila sebagai ideologi yang mempersatukan seluruh elemen bangsa secara de facto dan de yure sudah final.

 

Namun dalam perjalanan sejarah perjuangan bangsa, sejak proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 sampai saat ini, pemahaman, penghayatan dan pengamalan Pancasila mengalami ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang berat dan sulit diprediksi, yang bermuara pada ancaman disintegrasi bangsa serta penurunan kualitas kehidupan dan martabat bangsa.

 

Penurunan kualitas hidup dan nasionalisme tersebut terutama dalam kaitan dengan dinamika politik yang menyalahgunakan Pancasila untuk tujuan kekuasaan dan kepentingan pihak-pihak tertentu.[4] 

 

Pancasila yang sarat dengan nilai-nilai luhur bangsa secara sistematis dijadikan sarana untuk memburu kekuasaan dan kepentingan tertentu, bahkan dipolitisir dengan mengingkari nilai-nilai Pancasila itu sendiri, baik nilai ketaqwaan, religiositas, kemanusiaan, kebhinekaan, kerakyatan, keadaban, kebersamaan, kesetiakawanan sosial, kebijaksanaan, kemufakatan, keadilan sosial dan keharmonisan.

 

Pada konteks reformasi, perkembangan yang sedang berjalan selama ini telah membawa berkah, sekaligus juga musibah. Masyarakat pada satu sisi mendapat berkah dibidang kebebasan berpendapat dan aktivitas politik, namun sebaliknya sebagian dari masyarakat menggunakan euforia kebebasan dengan tidak mengindahkan kepentingan orang lain, menggelar aksi anarkhi dan merusak aset umum.

 

Dinamika situasi ini berdampak besar bagi kehidupan masyarakat yang tingkat kesejahteraannya terbelenggu oleh krisis moneter yang belum pulih, terkena jebakan hambatan investasi sarana dan pasarana pendukung pembangunan ekonomi, dan mengalami keterbatasan kemampuan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam.

 

Situasi tersebut pada tataran makro berpengaruh bagi kelangsungan pembangunan nasional, karena :

 

Stabilitas politik nasional terkait erat dengan ketahanan ekonomi dan ketahanan pangan; sedangkan

 

Pencapaian ketahanan pangan merupakan basis bagi pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas; dan

 

Pemantapan ketahanan pangan berarti terpenuhinya kebutuhan pangan bagi setiap warga, sebagai perwujudan hak azasi manusia atas pangan.

 

Pada tataran praktis, ketahanan pangan yang mengalami situasi krisis karena tidak tersedianya produk domestik dengan harga yang terjangkau oleh sebagian besar penduduk serta menipisnya cadangan pangan mengakibatkan degradasi nilai-nilai yang tersirat dalam mukadimah UUD 1945 dan ideologi Pancasila.[5]

 

Berdasarkan pengamatan empiris yang dilakukan para ahli, era reformasi yang telah berlangsung selama 15 tahun ini ternyata masih menyimpan agenda permasalahan bangsa yang memerlukan pemikiran, solusi dan kebijakan untuk menjaga kelangsungan pembangunan nasional. Paradigma kepentingan nasional yang mencakup kepentingan keamanan dan kepentingan kesejahteraan, terutama kebijakan nasional penyediaan pangan harus disertai dengan pembangunan karakter yang dilandasi oleh nilai-nilai luhur bangsa dalam rangka memperbaiki tatanan kehidupan dan menyelamatkan masa depan bangsa dan negara.

 

Atas dasar itu, maka isu strategis yang perlu dikedepankan dalam menanggapi perkembangan situasi nasional yaitu melakukan redefinisi, reposisi dan reaktualisasi Pancasila sebagai dasar negara, ideologi dan falsafah bangsa. Dalam implementasinya pendidikan ideologi Pancasila harus dilakukan dengan serius dan konsisten oleh seluruh komponen bangsa, baik pihak eksekutif, yudikatif dan legislatif serta elemen masyarakat.

 

Dengan menanamkan nilai-nilai Pancasila diharapkan dapat dibangun karakter bangsa yang dilandasi oleh nilai-nilai luhur bangsa sehingga agenda reformasi dapat dilakukan dengan kaidah-kaidah yang benar. Pancasila sebagai Man Power Planning Bangsa ini.

 

Bagi bangsa Indonesia, Pancasila telah diterima sebagai kesepakatan bangsa bersama tiga pilar yang lain yaitu UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila secara de yure telah disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 sebagai dasar negara, ideologi dan falsafah bangsa. Rumusan Pancasila sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV terdiri dari lima sila, azas atau prinsip yaitu : 1) Ketuhanan Yang Maha Esa; 2) Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3) Persatuan Indonesia; 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan; 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

 

Dengan berlandaskan agama, budaya, mata pencaharian dan lingkungan yang heterogen, seluruh elemen masyarakat dapat menemukan kesamaan sebagai manusia Indonesia. Persenyawaan tersebut pada perkembangannya berhasil menemukan nilai-nilai dasar manusiawi yang secara konkrit digunakan untuk mengatur kehidupan bersama dalam wadah negara, yang berwujud Pancasila.

 

Rumusan Pancasila secara material memuat nilai-nilai dasar manusiawi, sedangkan sebagai dasar negara, Pancasila memiliki ciri khas yang hanya diperuntukkan bagi bangsa Indonesia. Atas dasar itu, keberadaan Pancasila yang pada hakekatnya adalah nilai (value) yang berharga, yang memuat nilai-nilai dasar manusiawi dan nilai-nilai kodrati yang melekat pada setiap individu manusia diterima oleh bangsa Indonesia[6] 

 

Mencermati nilai-nilai dasar yang melekat dalam kehidupan manusia, Notonagoro yang membahas Pancasila secara ilmiah populer, menjelaskan bahwa sesuai sifatnya manusia memiliki sifat individual dan sekaligus sebagai makhluk sosial. Dengan memaknai nilai-nilai dasar manusiawi tersebut, wajar bahwa nilai-nilai Pancasila dapat diterima oleh seluruh bangsa Indonesia sebagai bangsa yang memiliki landasan hubungan antara manusia dengan Tuhan Penciptanya, dengan sesamanya dan dengan lingkungan alamnya. [7] 

  

Pancasila sebagai Man Power Planning

 

Suatu bangsa harus memilki karakter yang kuat untuk terus mempertahankan eksistensinya, terutama dalam persaingan kuat di era globalisasi saat ini. Banyak sekali paham-paham baru di era saat ini, karena semua informasi bebas masuk ke Indonesia. Semua kalangan dari anak kecil sampai dewasa dengan mudahnya bisa mendapatkan begitu banyak informasi dari dunia maya melalui jejaring Internet. Tentunya seluruh informasi yang ada di internet beraneka ragam, ada yang sifatnya positif dan ada yang sifatnya negatif. Di sinilah perlu adanya filterisasi terhadap seluruh informasi yang masuk.

 

Karakter Berbasis Pancasila Karakter yang kuat adalah salah satu alat filterisasi di jaman globalisasi. Sulistyarini dalam pembahasannya mengenai Pengembangan Karakter Berbasis Pancasila menjelaskan bahwa karakter adalah watak, tabiat, akhlak atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtue) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap dan bertindak. Kebajikan terdiri dari sejumlah nilai, moral, dan norma.

 

Pengembangan Karakter Bangsa dapat dimulai dari pengembangan individu, yang dilakukan dalam lingkungan sosial budaya bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Pancasila merupakan dasar negara yang didalmnya terdapat nilai-nilai luhur bangsa. Sudah sepantasnya pancasila menjadi patokan dalam pengembangan karakter bangsa.

 

Namun realita dilapangan memperlihatkan kondisi yang bertolak belakang dari apa yang diharapkan tentang pendidikan karakter berbasis Pancasila. Diakui oleh banyak pihak bahwa saat ini terjadi degradasi nilai-nilai Pancasila dalam pembentukan karakter bangsa. Menurut pandangan Pemerintah Republik Indonesia (2010:16-19) dewasa ini terdapat enam permasalahan yang dihadapu bangsa, yaitu :

 

  • Disorientasi dan belum dihayatinya Nilai-nilai Pancasila sebagai Filosofi dan Ideologi Bangsa.
  • Keterbatasam Perangkat Kebijakan Terpadu dalam mewujudkan Nilai-nilai Esensi Pancasila
  • Bergesernya Nilai-nilai Etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
  • Memudarnya kesadaran terhadap Nilai-nilai Budaya Bangsa
  • Ancaman Disintegritas Bangsa
  • Melemahnya Kemandirian Bangsa

 

Terdapat banyak sekali kasus di masyarakat yang menunjukkan 6 hal disorientasi nilai-nilai Pancasila di masyarakat. Dikutip dari media online merdeka.com (10 Februari 2019), terdapat sebuah berita yang menerangkan adanya siswa yang berani menantang Guru Honorer dikarekan ditegur saat merokok. Kasus itu berawal dari saat dirinya hendak mengajar di kelas namun mendapati ada siswanya yang tidak ada di ruang kelas. Kemudian guru honorer mencari siswa tersebut, dan mendapatinya sedang berada di sebuah warung koi yang tidak jauh dari sekolah. Ketika sang guru menegur siswanya, siswa tersebut kemudian berbalik marah dan mengancam gurunya. Dari kasus tersebut terlihat bahwa nilai-nilai sopan santun yang mendasari karakter siswa tersebut sudah mengalami degradasi karena tidak lagi mau menghormati guru yang berusaha mendidiknya. Ancaman degradasi karakter bangsa ini tentunya perlu menjadi perhatian bersama pemerintah dan masyarakat. Karena bagiamanapun juga pembangunan SDM harus saling mendukung dari pendidikan formal dan non formal.

 

Tak bisa dipungkiri Pemerintah saat ini juga sudah berjuang dalam meningkatkan kualitas SDM di Indonesia, salah satunya dengan menekankan pendidikan karakter di setiap jenjang pendidikan, mulai dari SD sampai jenjang perguruan tinggi.

 

Ditambah lagi saat ini dimasa pandemi covid 19, ini tantangan pemerintah dan seluruh masyarakat dalam pendidikan karakter bangsa ini tentunya akan semakin berat. Dengan dilakukan sistem Pembelajaran Jarak Jauh saat kolaborasi antara orang tua dan anak dalam belajar adalah menjadi penentu keberhasilan studi. Mnurut Kemendikbud (Kompas.com) pendidikan life skill seperti membantu orang tua membersihkan rumah, memasak, dan berkebun saat ini juga sudah menjadi salah satu tugas pokok di rumah untuk anak di jenjang SD yang dapat menunjang karakter anak.

 

Berdasarkan penjelasan di atas terlihat begitu eratnya peran orang tua, lingkungan sosial dan masyarakat dalam pembentukan karakter bangsa. Sehingga perlu adanya kolaborasi satu sama lain. Karena program pembinaan karakter yang telah dibuat pemerintah tidak akan bisa suskes tanpa kolaborasi seluruh segmen masyarakat. Apabila karakter yang kuat telah terbentuk maka wawasan dan kesadaran bernegara, perilaku cinta tanah air,dan ketahanan bangsa akan terjaga dalam menghadapi arus globalisasi saat ini.

 

  • TUJUAN PENELITIAN

 Mengenai fungsi Filsafat Hukum, Roscoe Pound [8] menyatakan, bahwa ahli filsafat berupaya untuk memecahkan persoalan tentang gagasan untuk menciptakan suatu hukum yang sempurna yang harus berdiri teguh selamalamanya, kemudian membuktikan kepada umat manusia bahwa hukum yang telah selesai ditetapkan, kekuasaannya tidak dipersoalkan lagi. Suatu usaha untuk melakukan pemecahan menggunakan sistem hukum yang berlaku pada masa dan tempat tertentu, dengan menggunakan abstraksi terhadap bahan-bahan hukum yang lebih tinggi. Filsafat hukum memberikan uraian yang rasional mengenai hukum sebagai upaya untuk memenuhi perkembangan hukum secara universal untuk menjamin kelangsungan di masa depan. Filsafat hukum memegang peranan penting dalam kegiatan penalaran dan penelaahan asas dan dasar etik dan pengawasan sosial, yang berkaitan dengan  : 

 

  • tujuan-tujuan masyarakat,
  •  
  • masalah-masalah hak asasi,
  •  
  • kodrat alam[9] 

 

Falsafah hukum di Indonesia, adalah Pancasila merupakan sebuah Roh dan kesatuan hukum dan pembenahan moral hukum, budaya, Moral bangsa ini.

 

  • PEMBAHASAN

 

Penulis berusaha memberikan sajian kecil pada makalah Mata Kuliah Filsafat Hukum yang berjudul “PANCASILA SEBAGAI MAN POWER PLANNING BANGSA INDONESIA “ dalam Rangka memperingati hari lahir Pancasila 1 Juni, yang diperingati saat pandemi covid 2021,.

 Pancasila dalam fungsinya sebagai guiding principle dan meta-kaidah yang befungsi menjadi batu uji atau norma perilaku yang bersifat evaluatif melalui asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Adapun kajian ini mencakup tiga masalah pokok bahasan, yaitu :

 Fungsi Cita Hukum Pancasila dalam sistem hukum nasional;

  • Fungsi Cita Hukum Pancasila dalam refleksi asas-asas hukum pembentukan peraturan perundang-undangan; dan
  • Fungsi Cita Hukum Pancasila dalam pengujian peraturan perundang-undangan. Alur dari pokok bahasan ini akan memandu pengkajian serta merupakan pencerminan sistematika karya ilmiah ini, dan diuraikan berturut-turut sebagai berikut.

 Fungsi Cita Hukum Pancasila dalam sistem hukum nasional, yaitu  merujuk pada konsepsi Rudolf Stemmler, Radbruch, dan Hans Kelsen, tampaknya Hamid S. Atamimi berpendapat bahwa Pancasila memiliki kedudukan ganda yakni sebagai rechtside (cita hukum) yang menguasai Hukum Dasar Negara, baik Hukum Dasar yang tertulis (peraturan perundang-undangan) maupun Hukum Dasar yang tidak tertulis. [10]

 

Lebih jauh Attamimi (1992:68), mengutip pendapat Rudolf Stammler (1856-1939) ahli Filsafat Hukum aliran Neo-Kantian, sebagai berikut : “ rechtside (cita hukum) ialah konstruksi pikir yang merupakan keharusan bagi mengarahkan hukum kepada cita-cita yang diinginkan masyarakat.

 

Cita hukum berfungsi sebagai bintang pemandu (Leitstern) bagi tercapainya cita-cita masyarakat. Meski merupakan titik akhir yang tidak mungkin dicapai, namun cita hukum memberi manfaat karena ia mengandung dua sisi : dengan cita hukum kita dapat menguji hukum positif yang berlaku, dan dengan cita hukum, kita dapat mengarahkan hukum positif sebagai usaha dengan sanksi pemaksa menuju sesuatu yang adil (Zwangversuch zum Richtigen).

 

Oleh karena itu menurut Stammler, keadilan ialah usaha atau tindakan mengarahkan hukum positif kepada cita hukum. Dengan demikian maka hukum yang adil (RichtigesRecht) ialah hukum positif yang memiliki sifat yang diarahkan oleh cita hukum untuk mencapai tujuan-tujuan masyarakat”. Dalam versi yang lain Gustaf Radbruch[11], menyatakan pula bahwa ada dua fungsi cita hukum (rechtside), ialah : 

 

  • fungsi regulatif, yaitu cita hukum sebagai tolok ukur yang bersifat regulatif, yaitu yang menguji apakah suatu hukum positif adil atau tidak;
  •  
  • fungsi konstitutif, yakni sebagai dasar yang bersifat konstitutif, yaitu yang menentukan bahwa tanpa cita hukum, hukum akan kehilangan maknanya sebagai hukum. Dipengaruhi oleh epistemologi idealisme transcendental dari Imanuel Kant, pemikiran Rudolf Stammler tentang cita hukum berlandaskan akal budi teoritis dan praktis, dinamakan pula “Aliran Hukum Alam Rasa Mala” (Hukum Alam yang terikat pada ruang, waktu dan keadaan yang berubah-ubah). Dikemukakan pula konstruksi pemikiran Rudolf Stammler tentang cita hukum dalam konteks membangun sistem hukum, sebagai berikut :
  •  
  • Semua hukum positif menuju pada hukum yang adil;
  •  
  • Hukum Alam membuat metode untuk menentukan kebenaran hukum yang relatif pada setiap situasi;
  •  
  • Hukum suatu sistem yang harmonis dan teratur; dan
  •  
  • Melalui analisis-logis ditemukan asas-asas hukum untuk mengevaluasi hukum yang sah yang layak memperoleh pengakuan hukum dalam interaksinya dengan hukum yang lain dalam suatu sistem.[12] Pendiri negara mengkonsepkan bahwa cita hukum (rechtside) pada Fungsi Cita Hukum Pancasila Dalam Pembentukan Peraturan Perundangundangan dan Pengujiannya Penjelasan Umum UUD 1945 yang memformulasikan bahwa pokokpokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan mewujudkan citacita hukum (rechtside, lebih tepat diterjemahkan dengan istilah cita hukum) menguasai hukum dasar negara, baik yang tertulis (UndangUndang Dasar) maupun hukum dasar tidak tertulis. Pokok-pokok pikiran dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 meliputi : 
  •  
  • Negara persatuan, negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
  •  
  • Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
  •  
  • Negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan/ perwakilan,
  •  
  • Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Dengan demikian pokok-pokok pikiran yang mewujudkan cita hukum tersebut sejatinya tidak lain adalah Pancasila. Rumusan nilai-nilai luhur Pancasila ini terdapat dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Simpulannya Pancasila yang terumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 adalah Pancasila dalam tatanan hukum yang merupakan landasan formal dari sistem hukum nasional [13]

 

Menurut M. Noor Syam (2008:3) selain beberapa keunggulan tersebut di atas, kemajemukan sosial budaya yang dikristalisasikan dalam bentuk nilai filsafat hidup bangsa (Filsafat Pancasila) adalah merupakan :

 

  • Jati diri Nasional,
  • Jiwa bangsa,
  • Asas kerokhanian negara dan
  • sumber cita nasional sekaligus identitas dan integritas nasional, yang diikat dalam satu ikatan Bhinneka Tunggal Ika dan rasa cinta tanah air bangsa dan negara.

 

Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki sistem kenegaraan Pencasila, yang memancarkan identitas sebagai sistem filsafat theisme-religious, sebagai sistem nilai kenegaraan yang unggul untuk menghadapi tantangan zaman. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, bangsa Indonesia dilandasi oleh nilai ideologis Pancasila, yang juga memiliki nilai keunggulan dan fungsi Pancasila adalah sebagai dasar negara (filosofische grondslag) dan pandangan hidup bangsa Indonesia.

 

Sebagai pandangan hidup bangsa berarti nilai-nilai luhur Pancasila harus tercermin dalam perikehidupan sehari-hari bangsa Indonesia. Nilai-nilai luhur Pancasila berada, dan tumbuh kembang dalam perjalanan bangsa dan interaksinya dengan idea-idea besar dunia. Sehingga Pancasila yang mengandung nilai-nilai budaya bangsa dan bahkan menjadi roh bagi kehidupan bangsa itu, dapat menjadikan bangsa Indonesia bangsa yang bermartabat.

 

Sebagai dasar negara, Pancasila dijadikan sebagai dasar atau landasan dalam mendirikan bangunan NKRI. Perwujudan Pancasila sebagai dasar negara, adalah berupa suatu sistem dan tatanan hukum nasional yang bersumber pada nilai-nilai luhur Pancasila. [14]

 

Mochtar Kusumaatmadja (2000:121) menyebutkan bahwa sistem hukum nasional sebagai sejumlah sub sistem dengan komponen komponennya yang saling berkaitan dan berinteraksi satu dengan yang lainnya. Komponen-komponen sistem hukum itu tersusun atas :

 

  • Asas-asas dan norma-norma;
  • Kelembagaan hukum; dan
  • Proses-proses perwujudan hukum. Perlu ditegaskan, bahwa penggolongan penduduk pada masa penjajahan Belanda diatur dalam Pasal 163 Indische Staatsregeling (IS) jo. Pasal 131 IS. Penggolongan penduduk yang diatur dalam pasal tersebut substansinya berwatak sangat diskriminatif, yaitu terdiri atas :
  • Golongan Eropa;
  • Golongan Timur Asing; dan
  • Golongan bumi putra atau Indonesia asli, Penggolongan penduduk tersebut di atas tentu saja setelah proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 telah kita tinggalkan, karena sejak berdirinya NKRI, penggolongan penduduk yang diskriminatif itu tidak sesuai dengan cita-cita dan asas-asas dasar negara Pancasila. Oleh karena itu dalam sistem hukum positif Indonesia tidak ada lagi pembedaan golongan-golongan penduduk 7 Fungsi Cita Hukum Pancasila Dalam Pembentukan Peraturan Perundangundangan dan Pengujiannya dengan hukum yang berbeda seperti pada zaman kolonial Belanda. Pada hakekatnya bagi semua warga negara Indonesia berlaku hukum yang sama sesuai prinsip equality before the law. Bertumpu pada pemikiran posisi Pancasila sebagai cita hukum yang diidealkan dalam membangun sistem hukum nasional, karya ilmiah ini akan fokus pada kajian pencerminan Pancasila dalam fungsinya sebagai guiding principle dan meta-kaidah yang befungsi menjadi batu uji atau norma perilaku yang bersifat evaluatif melalui asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Adapun kajian ini mencakup tiga masalah pokok bahasan, yaitu:
  • Fungsi Cita Hukum Pancasila dalam sistem hukum nasional;
  • Fungsi Cita Hukum Pancasila dalam refleksi asas-asas hukum pembentukan peraturan perundang-undangan; dan
  • Fungsi Cita Hukum Pancasila dalam pengujian peraturan perundang-undangan.

 

 

 

TINJAUAN PUSTAKA

 

Kompas dan Website, biro stastistik penduduk indonesia

Yudi Latif, 2011: (hal : 2-3)

Kirdi Dipoyudo, 1990 (hal :  21,27).

Kristiadi, 2011 : (hal :528).

Undang Undang Dasar 1945

Paulus Wahana, 2001: (hal : 73).

Notonagoro, 1987: ( hal : 12-23).

Roscoe Pound (1972: 3)

(Leon Duguit, 1919: 47)

(Attamimi; 1992:67).

(Attamimi, 1992:68)

(Atmadja, 2013:137)

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

(Wiyono, 2013: v).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

      

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun