Umur May sudah menginjak angka 4 tahun, usia yang ideal sebagai seorang calon ratu semut, dan tentunya ia harus banyak makan.
Namun May, masih saja gemar bermain-main dan tak betah tinggal di dalam sarang.
Satu-satunya hal yang bisa membuat May betah didalam sarang, adalah petuah-petuah kebijaksanaan yang disampaikan oleh bunda ratu dan karenanya May sangat sayang dengan Bunda Ratu.
"Bunda, aku tak ingin menggantikan posisi mu, aku mau bermain sebagai semut pekerja atau tentara saja," ucap May pada Bunda Ratu.
Bunda Ratu tidak langsung menjawab dan hanya tersenyum pada May, beliau kemudian kembali ke singgasana dan menggelengkan kepalanya.
Beliau berkata, "May putriku, bermainlah dengan riang dan pulanglah tepat waktu."
Hari itu, May bermain keseluruhan wilayah koloni dengan gembira, sungguh merepotkan penjagaan semut tentara yang mengawalnya.
Bunda Ratu yang sudah berusia 20 tahun masih sangat produktif, beliau menginginkan May segera mencari sarang baru, untuk membuat koloni yang baru pula.
Dan jika dirinya sudah berpulang diusia 30 tahun, maka May harus kembali untuk melanjutkan keberlangsungan koloni semut hitam, dengan jumlah penduduk koloni yang lebih besar.
"May putriku, jalankan segera apa yang menjadi takdir hidupmu, menjaga keberlangsungan koloni sebagai ratu," ucap Bunda Ratu.
"Baiklah Ibunda, namun ijinkan aku untuk mengenali lingkungan dan rakyatku, sebelum menjalani takdir sebagaimana engkau selama ini," jawab May penuh keyakinan.
"Aku kabulkan putriku" tutup Bunda Ratu.
May dan ratusan semut hitam pekerja dan tentara, akhirnya melakukan perjalanan untuk mencari sarang baru, meninggalkan bunda ratu dengan koloni besarnya.
Disebuah tembok wilayah timur kota manusia, May akhirnya menemukan tempat yang dirasa cocok untuk memulai sebuah koloni.
Namun tak jauh dari wilayah May berada, koloni semut merah sudah lebih dulu berada disana.
Semut merah yang terkesan bengis dan ganas, dipimpin oleh seorang ibu ratu yang sangat misterius, dan hampir tidak diketahui keberadaannya.
Karena selama ini, kekuasaan penuh semut-semut merah berada pada panglima semut yang bernama Octo.
Suatu ketika, May meninggalkan sarangnya dan berkeliling kewilayah barunya tersebut.
Melihat sebuah tenunan panjang kain sutera, berbentuk jaring yang luas dan lebar, rasa penasaran membawanya mendekati jaring tersebut, dan saat May duduk diatasnya, diapun tak dapat beranjak lagi.
May terjebak dalam jaring laba-laba, akan menjadi keadaan genting dan berbahaya jika sang laba-laba muncul dengan tiba-tiba.
May berusaha meminta pertolongan, namun semut-semut hitam tak ada yang berada didekatnya, mereka sedang sibuk mencari sumber makanan.
Hingga Octo sang panglima semut merah, melintas didepan jaring laba-laba tersebut secara tak sengaja, melihat May yang tengah berusaha melepaskan diri dari jaring tersebut.
Tanpa berpikir panjang, Octo membantu May lepas dari jeratan jaring tersebut, dengan capit pada sungutnya yang tajam, ia mencabik jaring tersebut dan melepaskan May saat itu juga.
"Terima kasih hai semut merah, siapakah namamu?" Ucap May sambil membersihkan sisa-sisa jaring yang masih menempel pada tubuhnya.
"Namaku Octo, aku panglima semut merah diwilayah ini," jawab Octo yang terlihat akan pergi berlalu.
"Tunggu Octo, kenapa kau menyelamatkan aku, bukankah kaum kalian terkenal bengis dan kejam," ucap May, sambil menghalangi Octo pergi.
"Kaumku mencari makan dengan berburu mangsa, lain dengan kaummu yang menunggu sisa-sisa hai semut hitam, siapa engkau berani menghalangi jalanku?" Ujar Octo pada May.
"Aku adalah May, ratu semut hitam dikoloni ini, hai Octo," jawabnya.
May dan Octo akhirnya mencari tempat yang aman untuk berbicara satu sama lain, tanpa rasa curiga dan dengan itikad baik.
"Aku menyelamatkan kamu karena kehendak alam, dimana ada mahkluk yang kesulitan maka mahkluk lainnya harus membantu, tak perduli warna tubuhmu, bukankah kita sama-sama semut," ucap Octo memulai pembicaraannya.
"Kemana ratumu Octo, setiap semut harus memiliki ratu," tanya May penasaran.
Dengan seksama, Octo berjalan mengambil tempat dekat disamping may dan diapun mulai bercerita.Â
Suatu ketika, sarang kami disebuah pohon ditebang dan menyebabkan ratu kami tewas karena tertindih kaki manusia yang menebangnya.
Padahal sebelumnya hidup koloni kami tenang dan damai, makanan berupa kutu daun, nyamuk, lalat dan hama tanaman mudah kami dapatkan.
Hingga suatu ketika, manusia menyemprotkan cairan yang membunuh makanan-makanan kami, cairan itupun meracuni kami dan hampir memusnahkan kaum kami.
Dan entah kenapa, tanaman-tanaman dan pohon disekitar kami perlahan-lahan berganti tembok beton dan besi beranekaragam, hingga tiba hal itu terjadi pada pohon yang menjadi sarang kami.
Adikku Bety adalah ratu pengganti yang masih sangat muda, telur-telur yang dihasilkan tidaklah banyak dan berkesinambungan, maka aku mengambil tanggung jawab sebagai pemimpin semut merah.
Tiba kaummu datang, dan hal itu adalah ancaman yang nyata pada sumber makanan kami.
Dengan mimik wajah serius, May menanggapi cerita Octo, "bukankah kita bisa berbagi makanan, saat kaummu berburu, kaumku mencari sumber makanan lain yang tersedia, tak perlu berbagi wilayah tapi hanya berbagi peran."
"Maksudmu, kita hidup berdampingan dengan saling bekerja sama?" Ujar Octo.
"Betul sekali, dengan begitu tiap semut bebas mencari makanan tanpa saling mengganggu dan terganggu," jelas May dengan antusias.
"Sepertinya menarik, kita harus menghilangkan rasa curiga antara semut merah dan hitam," ucap Octo menanggapi.
"Benar sekali, kau dan kaummu akan hidup nyaman, begitupun kaumku," ucap May semakin antusias.
"Ternyata, selain cantik, kau juga pintar dan bijaksana, May!" Ucap Octo kagum.
"Octo, kau semut bukan buaya!" Canda May, sambil mengajak Octo pergi menuju sarangnya.
Mereka pun berjalan bersama, terlihat dengan akrab bercerita satu sama lain.
Tak lama kemudian...
Tiba-tiba seekor burung emas terjatuh dari atap rumah, terluka pada sayap dan kepalanya akibat ulah usil anak manusia, hingga menemui ajalnya dibawah tembok timur.
Bangkainya yang berada didekat koloni semut merah berkeliaran, mengundang kedatangan semut merah untuk mengambilnya sebagai makanan.
Namun kehadiran semut merah ditempat itu sangat terlambat, karena koloni semut hitam tengah mencacah dan membawa bagian-bagian burung emas kedalam sarang mereka.
akhirnya perselisihan tak dapat dihindarkan, semut merah menyerang semut hitam dengan hebatnya, masing-masing mereka bertarung tanpa takut.
Semut hitam meskipun ukuran tubuhnya lebih kecil dari lawannya, namun jumlah semut hitam amatlah banyak.
Begitupun semut merah, meskipun jumlahnya sedikit, tapi tak ada rasa takut ataupun gentar dalam menghadapi lawan-lawannya.
Mereka sudah lama saling membenci, semut hitam merasa bahwa kawasan koloni mereka terganggu dengan aktivitas semut-semut merah yang seringkali menghalangi semut pekerja mencari makanan.
Sementara semut merah, menganggap kehadiran koloni semut hitam diwilayahnya adalah sebuah bentuk penjajahan, karena dengan cepatnya semut-semut hitam menguasai sumber-sumber makanan mereka.
Hingga pertempuran pun tidak terelakan, saat terjadi bentrokan diatas bangkai seekor burung emas, yang merupakan sumber makanan yang melimpah bagi kedua jenis semut tersebut.
May dan Octo yang melihat kondisi mengerikan tersebut, segera berlari kearah puncak paling atas dari bagian bangkai burung emas, dimana mereka akan berbicara kepada kedua koloni semut, untuk menghentikan perang antar semut.
Octo yang gagah berani, menemani May sambil memisahkan kerumunan semut-semut merah dan hitam yang tengah berseteru, memberikan jalan pada May untuk dapat mencapai bagian puncak bangkai burung emas.
Akhirnya mereka tiba pada puncak bangkai burung emas, dan mulai berbicara pada kedua koloni semut yang sedang berperang.
"Rakyatku, hentikan semua pertarungan ini dan lepaskan sungut dan capit kalian dari tubuh saudara-saudara kita!" Seru May darinatas puncak.
Octo pun ikut berseru pada koloni semut merah dan berkata, "saudaraku, kendalikan amarah kalian dan berhentilah segera!"Â
Semut-semut tersebut menghentikan aksi kekerasan diantara mereka, dan serentak menatap kearah puncak, dimana ada May dan Octo yang tengah berbicara pada mereka.
"Saudaraku, kami sudah mengambil kesepakatan atas kelangsungan hidup kedua koloni yang berada dalam satu wilayah, dan tolong dengarkan baik-baik apa yang akan disampaikan oleh sang ratu May." Ucap Octo dengan lantang.
May pun mengambil nafas dalam-dalam dan mulai berbicara.
"Semuanya, dengarkan! Kami sudah melihat banyak sekali korban sejak kepindahan kami kewilayah ini, dan kami menyadari bahwa diperlukan suatu kesadaran untuk hidup berdampingan dengan damai."
"Dan kedamaian hanya dapat diraih dengan saling memahami satu sama lain, saling berbagi satu sama lain, saling mengasihi satu sama lain tanpa memandang siapa ratu dan raja junjungan kita dan warna tubuh kita."Â
"Mulai saat ini, semut-semut apapun warna tubuh kalian, akan hidup berdampingan dibawah kekuasaan bersama, semut tentara, pekerja, dewasa dan kanak-kanak adalah satu saudara dalam wilayah ini," tutup May.
Octo bersiap melanjutkan seruan dan dengan lantang, diapun berbicara.
"Kalian semua bebas melayani ratu kalian masing-masing, tanpa mengusik dan menimbulkan konflik terhadap sesama semut."
"Dan tidak ada satu ekor semut pun yang boleh merasakan diskriminasi dan penindasan oleh semut lainnya," tutup Octo mengakhiri seruannya dari puncak.
Saat Octo mengakhiri seruannya, suasana seketika menjadi hening dan sepi.
Hingga seekor semut merah yang baru saja kehilangan kedua ruas kakinya beranjak bangkit dan berkata, "hidup raja Octo dan Ratu may!!"Â
"Hidup raja Octo dan Ratu May!!!" Seluruh koloni semut pun berteriak-teriak penuh semangat.
"Panjang umur perdamaian!" Ucap Octo pada May.
Maka, terdengarlah gemuruh suara semut-semut hitam dan merah dilangit timur kota sore itu bersahut-sahutan.
Dan mulai saat itu, semut-semut baik merah maupun hitam, hidup berdampingan tanpa kekerasan dan saling menghormati.
Saat semuanya telah hidup dalam damai dan saling menghormati, dari jauh terlihat seorang manusia berpakaian putih dengan sapu ditangannya berjalan menuju wilayah tersebut.
****
- Semut akan "menggigit" saat diganggu dan tidak pernah menyerang mahluk lain, jika tidak dibawa pulang dan dimakan.
- Semut bisa hidup berdampingan dengan alam.
- Dalam dongeng saja, semut tidak berpikir mendirikan negara dibagian timur wilayah berdasarkan kesamaan rasial, agama dan trauma kekerasan dimasa lalu.
- Semut-semut tersebut, memperbaiki bersama kesalahan dan membuka hati untuk menerima perbedaan.
Indra Rahadian, 11 Oktober 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H