"Tak perlu Pak, lagian saya belum bekerja Pak" ucap Abdul.
Pak Bambang menaruh amplop itu kembali kedalam saku celananya, sambil mengajak Abdul duduk, pak bambang bertanya lagi," Mas berminat kerja apa? Siapa tahu saya bisa bantu".
"Tak perlu pak, saya baru saja dapat panggilan kerja hari ini, tapi belum rejeki saya Pak" ucap Abdul seraya memasukan jaketnya yang bersimbah darah kedalam tas.
"Maaf kalau boleh tahu dimana panggilan kerjanya?" Pak bambang menatap Abdul dengan serius.
"Di CV Trisakti Pak" jawab Abdul singkat.
"Yang dijalan R.E Martadinata Mas?" Tanya pak bambang.
"Betul pak" jawab abdul yang kembali duduk di bangku kayu, dilorong klinik.
Sang nenek pun terlihat sudah berada pada kursi roda, dengan didorong oleh suster lain yang dibawa Pak Bambang, beliau mengucapkan terima kasih kepada Abdul.
Pak Bambang dan sang nenek pun berlalu pergi meninggalkan klinik tersebut, dan kini Abdul berjalan sendiri dengan gontai kearah parkiran.
Vespa tua ditatapnya dalam-dalam, membayangkan memarkirkannya pada sebuah halaman rumah megah berlantai dua, berpagar putih dengan tanaman anggur yang merambat, dihiasi taman bunga warna-warni.
Dalam pikiran Abdul, harusnya diambil saja amplop dari Pak Bambang, paling tidak untuk membantu mpok minah bisa berjualan nasi uduk lagi, memastikan Abdul dapat sarapan setiap pagi. Abdul tahu pekerjaan Pak Sanin suami Mpok Minah, yang bekerja sebagai buruh tambat kapal di belawan tak begitu menghasilkan banyak uang.