Mereka membopong tubuh pak sapto, meninggalkan hutan, menuruni lereng bukit yang gelap, bergegas menuju desa.
Sekelebat bayangan, seakan mengikuti mereka, mengawasi, kemanapun langkah mereka pergi.
-------
Dengan napas tersengal-sengal, amir dan pak darmo berhenti dibatas desa, disebuah pos kamling yang sudah tua dan tak terawat.
Dinding kusam dan atap genting bobrok berserakan, menandakan pos kamling tersebut tak lagi digunakan, suasana kian mencekam, saat suara burung kedasih terdengar dari kejauhan, seperti tawa kuntilanak yang samar-samar.
Hari mulai pekat dan suasana sepi desa ijoroyo menjadi hal yang lumrah menjelang matahari tenggelam, lampu-lampu penerangan jalan sangat minim, yang ada terpasang pun rusak tak lagi menyala.
"Mir berhenti dulu mir, bapak cape". Ucap pak darmo kepada amir, sembari melepaskan bopongan, pak darmo mengelap tangannya pada tembok pos kamling, lengketnya madu dan darah membuatnya risih.
"Mudah mudahan ada kendaraan yang lewat pak, aku juga sudah cape". Ujar amir.
"Sebentar lagi, tak sampai satu kilo itu puskesmas mir". Pak darmo menjawab.
"Bergegas pak, puskesmas jam segini tutup, kita ke pak mantri sugeng saja, lebih dekat dari sini, aduh ini pak sapto ga bangun-bangun". Ujar amir tak sabar.
"Itu masih napas dia, mir!" Jawab pak darmo.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!