Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tulah: Teror Berlumur Darah

4 Oktober 2020   10:12 Diperbarui: 4 Oktober 2020   10:24 1273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tulah (ilustrasi pribadi)

Suara gaduh dari ruang interogasi, terdengar sampai keluar, dan nampaknya hal itu disadari oleh kapten suryo, maka diapun sedikit menurunkan nada bicaranya.

"Setahun lalu, bapakmu ada laporan kesini, ngadu, kalau kebunnya diserobot pak darmo, dia bawa bukti ini". Terang kapten Suryo.

Kapten Suryo berdiri, memperlihatkan surat tanah yang masih berupa girik pada amir, surat tanah milik bapaknya, yang akan dijual oleh calon bapaknya.

"Sehari sebelum hilang, bapakmu kemari lagi". Lanjut kapten Suryo.

Kapten Suryo menghela nafas panjang, meletakan surat tanah milik pak diro, ayah amir, keatas meja.

"Dia melaporkan pak sapto, sama emakmu, karena dicurigai berbuat zinah". Sambung kapten Suryo.

Seketika, Kantor Polsek ijoroyo menjadi hening, amir tak mampu berkata apa-apa, wajahnya pucat pasi, pikirannya menerawang, pada mahluk merah darah di malam itu, seakan berusaha mengingat wajah bapaknya sendiri, pada emak, apakah betul bisa berbuat sebejad itu dengan pak sapto pencari madu, lalu pak darmo yang sudah seperti ayahnya sendiri, ternyata seorang pencuri, mulut amir seperti kaku, kemudian air matanya pun tumpah.

Suara obrolan dan lalu lalang petugas serta hiruk pikuk warga, diiringi suara berisik mesin tik, bersahut nada telepon berdering-dering dikantor Polsek ijoroyo, tak lagi dihirau amir, yang kini membeku pucat pasi.

-------

Bau anyir yang tidak sedap menyengat, mengisi seluruh ruangan disebuah kamar, sebuah kamar dirumah amir.

Emak menggeliat meronta-ronta, berusaha melepaskan ikatan tali ditangan, leher, mulut dan kakinya, matanya tak kuasa menahan air mata, terpancar ketakutan yang luar biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun