Aku merasa dadaku amat sesak.
      "Mas Bara hanya merasa tak sepadan dengan Mbak Tia yang berpendidikan tinggi, modern. Mas Bara paham bahwa Mbak Tia takkan mungkin mau diajak tinggal di desa, Mas Bara paham takdir Mbak Tia lain. Mas Bara hanya tak pernah bilang bahwa dia merasa begitu kesepian tanpa Mbak"
Kali ini pertahanan mataku jebol.
Kupeluk perempuan di depanku.
      "Mbak Tia, pulanglah Mbak. Mas Bara pasti kangen. Empat tahun adalah waktu yang tak mudah bagi Mas Bara untuk hidup sendirian, Mbak".
Maafkan aku Mas, maafkan aku yang tak pernah menanyakan apakah kau mencintaiku atau tidak. Maafkan kesimpulan kesimpulan yang kubuat sendiri.
      "Aku yakin Mas Bara akan tetap menerima Mbak Tia".
Aku mengangguk, menyemogakan banyak hal.
      "Gaun merah ini, Mbak saja yang simpan. Mas Bara suka warna merah Mbak, Mas Bara pasti suka kalau Mbak yang memakainya" katanya. Aku menggeleng, sudah kuniatkan jika hadiah ini untuknya.
      "Maaf Mbak, maaf sekali. Saya sudah terlalu banyak merepotkan Mas Bara selama ini. Rasanya tidak adil jika saya menerima hadiah ini"
Kami saling memeluk.