“Ogah! Ketahuan dong gue pengen banget ketemu Rifat. Mana lo tahu mulut Amar, ember!” Jelasku kemudian. “Yang ada gue jadi bulan-bulanan dia lagi. ”
Natalie tertawa. “Iya ya. Lo kan produk gagal move on,”
“Sial lo!” umpatku. “Sama aja ternyata.”
Tawa Natalie makin kencang. Wajahku makin bertekuk dibuatnya. “Makanya move on biar nggak dibully mulu,”
“Apaan sih?” Aku melengos.
“Apaan-apaan? Lo tuh yang apaan. Ribet amat sih nyari info si Rifat mau datang apa kagak.” Gerutu Natalie. “Udah putus lama juga, masih ngarep,”
Aku meringis. “Namanya usaha, Nat.”
Kepala Natalie menggeleng. “Yakin lo dia masih jomblo?”
“Yakin,” anggukku mantap.
“Tau dari mana? Medsos?”
Kuanggukkan kepala sekali lagi. “Gue itu hafal ya sifat Rifat. Dia suka ngeshare momen-momen yang menurutnya terbaik. Nah selama ini gue nggak pernah lihat dia ngeshare foto yang ada ceweknya.”