Mohon tunggu...
Ilmi Cahya virlana
Ilmi Cahya virlana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas Nahdlatul Ulama Blitar

Seorang perempuan yang mengisi hidupnya dengan kegiatan dan afirmasi positif akan menciptakan kehidupan yang luar biasa.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menyingkap Kemudahan di Balik Kesulitan: Memahami Penerapan Kaidah Al- Masyaqqah Tajlib Al Taysir

24 Juni 2024   10:27 Diperbarui: 24 Juni 2024   10:40 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

  • Definisi Kaidah Al- Masyaqqah Tajlib Al- Taysir

 

Al-Masyaqqah (المشقة )menurut ahli bahasa (etimologis) adalah alta’ab yaitu kelelahan, kepayahan, kesulitan, dan kesukaran, seperti terdapat

dalam QS. An-Nahl: 16/7

 

 

وَتَحْمِلُ اَثْقَالَكُمْ اِلٰى بَلَدٍ لَّمْ تَكُوْنُوْا بٰلِغِيْهِ اِلَّا بِشِقِّ الْاَنْفُسِۗ اِنَّ رَبَّكُمْ لَرَءُوْفٌ رَّحِيْمٌۙ ۝٧

 

Artinya: Dan ia memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang memayahkan) diri. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

 

Selanjutnya Tajlib (تجلب) bermakna yaitu mendatangkan dan menghadirkan, Sedang Al Taysir (التيسير) secara etimologis berarti kemudahan, seperti di dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari yang artinya:

 “Agama itu memudahkan, agama yang disenangi Allah adalah agama yang benar dan mudah” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah)

 

Jadi makna kaidah Al Masyaqqah Tajlibut Taysir adalah kesulitan mendatangkan kemudahan. Maksudnya adalah bahwa hukum-hukum yang sudah ditentukan nash di dalam penerapannya apabila ada sebab-sebab kesulitan dan kesukaran bagi mukallaf (subjek hukum) dalam peribadatan, maka syariah meringankannya sehingga mukallaf mampu melaksanakannya tanpa kesulitan dan kesukaran, dan kaitan dengan Al Masyaqqah Tajlibut Taysir di sini ditentukan oleh Nash dan ruang lingkupnya dalam hal Ibadah saja.

 

Kriteria Kesukaran Syar’i Dan Penerapannya

 

Apabila kesukaran dijadikan dasar hukum bagi dispensasi dan kemudahan syar‟i, maka ia mempunyai implikasi nyata dalam penetapan hukum dan fatwa. Sehingga penetuan konsep “Kesukaran” dan kriteria yang ada di dalamnya merupakan suatu hal penting yang tidak dapat diremehkan dan merupakan keniscayaan untuk dikaji.

 

1) Kriteria Kesukaran Menurut Al-Izz Abdussalam

 

1. Kesukaran tidak dapat lepas dari ibadah pada umumnya. Maksudnya pelaksanaan ibadah tidak mungkin terjadi tanpa disertai dengan kesukaran tersebut.

 

2. Kesukaran yang secara umum terlepas dari ibadah, yaitu kondisi umum dimana ibadah dapat dilakukan tanpa disertai faktor kesukaran tersebut.

 

2) Sebab-Sebab Keringanan Di Dalam Ibadah Dan Lain-Lain

 

Adapun sebab-sebab keringanan di dalam ibadah dan lain-lain adalah:

 

1. Berpergian, dalam berpergian boleh mengqoshor dan menjamak sholat, boleh tidak berpuasa.

 

2. Sakit, dalam keadaan sakit orang boleh sembahyang dengan duduk atau berbaring, tayamum sebagai ganti berwudhu‟, tidak berpuasa dan sebagainya.

 

3. Terpaksa, dalam hal terpaksa orang boleh memakan makanan yang haram, bahkan boleh mengucapkan kata-kata kekafiran atau berbuat perbuatan yang mengkafirkan. Sesuai dengan ayat:

 

مه كفر بب هللا مه بعد ايمب وً اال مه اكري َلهبً مطمئه بباليمبن

 

“Barangsiapa yang kafir terhadap Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan dari Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir, padahal hatinya tetap tenang dalam keimanan” (QS. An-Naml: 106)

 

4. Lupa, orang bebas dari dosa karena lupa, seperti makan pada waktu puasa Ramadhan atau salam sebelum selesai sholat, kemudian dia berbicara sengaja karena menyangka sholatnya sudah selesai, maka dia tidak batal sholatnya. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi:

 

َضع عه امخّ انخطؤ َانىسيبن َمب اسخكرٌُا عهيًاخرجً انبيٍمّ عه عمر

 

“Diangkat dari ummatku (dosa) karena salah, lupa dan karena terpaksa”

 

5. Bodoh, seperti berbicara di dalam/ di tengah shalat karena tidak mengerti, maka sholatnya tidak batal.

 

6. Kekurangan, kekurangan adalah salah satu macam dari kesulitan, karena setiap orang mesti senang pada kesempurnaan. Kekurangan menyebabkan keringanan, seperti anak-anak dan wanita diberi banyak kebebasan dari kewajiban yang ada pada kaum laki-laki dewasa, misalnya: sholat jum‟at, membayar jizyah, berperang dan sebagainya.

 

7. Kesulitan dan umumul balwa, seperti sholat dengan najis yang sukar dihindari.

Misalnya darah dari kudis atau kotoran dari debu dan jalan. Demikian juga disyari‟atkan istinja‟ dengan batu, diizinkan dengan buang air besar dengan menghadap dan membelakangi kiblat, memakai pakaian sutera bagi laki-laki karena sakit, jual barang dengan salam, adanya khiyar di dalam jual beli dan sebagainya.

 

 Menurut Syekh Izzuddin bin Abdus Salam, macam-macam keringanan ada 6 (enam):

 1. Keringanan dengan pengguguran kewajiban, seperti gugurnya kewajiban sholat jum‟at karena ada halangan.

2. Keringanan dengan pengurangan beban, seperti mengqoshor shalat empat rakaat menjadi dua rakaat.

 

يجُزنهمسبفر( اِ انمخهبس ببنسفر )لصرانصالة انرببعيت( ال غيرٌب مه ثىبئيت َ ثالثيت.

 “Bagi orang yang berpergian yakni orang yang berpredikat berpergian, maka boleh meringkas sholat 4 rakaat jumlahnya, tidak boleh meringkas sholat selain yang empat rakaatnya, misalnya sholat yang terdiri dari dua rakaat dan yang tiga rakaat”.

 3. Keringanan dengan penukaran, seperti ditukarnya wudhu atau mandi dengan tayamum.

 4. Keringanan dengan mendahulukan, seperti jama‟ taqdim dalam sembahyang dan menyegerakan zakat sebelum waktunya.

 5. Keringanan dengan pengakhiran, seperti jama‟ takhir dalam sholat dan penundaan pusa Ramadhan karena sakit atau berpergian.

 6. Keringanan dengan kemurahan, seperti minum-minuman keras atau makan-makanan najis karena untuk obat.

 7. Al-„Alaai menambah keringanan ke 7 (tujuh), yaitu: Keringanan dengan perubahan, seperti perubahan cara sembahyang dalam keadaan yang menakutkan (tengah peperangan).

 

 

Macam-macam Rukhshah

 Adapun Macam-macam hukum rukhshah (Keringanan), sebagai berikut:

 

1. Rukhshah yang wajib dikerjakan

 Contoh: Memakan bangkai (hewan yang tidak disembelih menurut syara‟) bagi orang yang sedang terpaksa sebab bila tidak, akan membahayakan keselamatan jiwanya.

 

2. Rukhshah yang sunat dikerjakan

 Contoh: Mengqashar shalat dalam berpergian, tidak berpuasa lantaran di dalam berpergian dan melihat wanita yang akan menikahi.

 

3. Rukhshah yang boleh dikerjakan atau ditinggalkan

 Contoh: Transaksi jual beli dengan sistem salam (membayar dulu, barang baru dikirim kemudian sesuai dengan perjanjian) . 

Rukhshah yang lebih baik ditinggalkan

 Contoh: Menjama‟ shalat, berlaku bagi yang tidak mengalami kesulitan. Tayamum bagi orang yang mendapatkan air karena membeli dengan harga mahal sekalipun mampu membelinya.

 

5. Rukhshah yang makruh dikerjakan

 Contoh: Mengqashar shalat dalam jarak tempuh kurang dari tiga marhalah (lebih kurang 84 km).

 

KESIMPULAN 

Penerapan kaidah Al- Masyaqqah Tajlib Al- Taysir (kesulitan mendatangkan kemudahan) menunjukkan bahwa islam sangat memperhatikan kemaslahatan dan kemudahan bagi umatnya dalam menjalankan syariatnya. Namun perlu diingat bahwa penerapan kaidah ini memiliki Batasan dan syarat-syarat tertentu. Tidak semua kesulitan dapat dijustifikasi dengan kaidah ini. Ulama telah menetapkan berbagai kriteria dan metodologi untuk menentukan apakah suatu kesulitan dapat dikategorikan sebagai alasan yang sah untuk mendapatkan keringanan.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun