Mohon tunggu...
Ilham Muzaki
Ilham Muzaki Mohon Tunggu... Lainnya - Gold Entrepreneur in Mas Mulia Group shop and Olshop RunSky (Shopee)

Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang.

Selanjutnya

Tutup

Money

Jual Beli Dan Kontrak Bisnis Prespektif Perundangan dan Syariah

7 Desember 2020   10:52 Diperbarui: 7 Desember 2020   11:03 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tujuan Kontrak Bisnis Syariah

            Dalam pandangan Islam, suatu perbuatan harus senantiasa diniatkan karena Allah semata (Lillahita’ala). Niat yang baik karena Allah kemudian harus diwujudkan dalam bentuk amal perbuatan yang sesuai dengan ketentuan syariah yang telah ditetapkanNya. Ketentuan ini mengacu pada sabda Rasulullah SAW yang menegaskan bahwa “sesungguhnya amalan itu tergantung pada niatnya. Dan setiap amal perbuatan seseorang akan dinilai sesuai dengan apa yang diniatkan (HR. Bukhari). Berdasarkan hadist tersebut, berlaku qaidah fiqh yang menyatakan bahwa segala perkara (perbuatan) akan dinilai dengan apa yang menjadi maksud dan tujuanya.

Rukun dan Syarat Sah Akad (Kontrak)

            Selanjutnya berkaitan dengan akad, islam mengajarkan agar seseorang atau badan hukum misalnya, sebelum melakukan kontrak harus memperhatikan rukun yang ada. Menurut jumhur fukaha, rukun akad meliputi:

  • Pernyataan untuk mengikatkan diri (sighah al-‘aqd)
  • Pihak-pihak yang berakad
  • Objek akad

            Namun demikian, ulama Madzab Hanafi berpendapat bahwa rukun akad hanyalah satu, yaitu shigah al-‘aqd saja, sedangkan yang lain tidak termasuk rukun.

            Nemun demikian perlu dipahami, bahwa shigah al-‘aqd merupakan rukun yang terpenting, karena dengan shigah ini lah dapat diketahui maksud setiap pihak yang melakukan akad atau transaksi dalam sebuah bisnis. Shigah al-‘aqd biasanya diekspresikan melalui ijab dan qabul, dengan ketentuan:

  • Tujuan akad harus jelas dan dapat dipahami
  • Antara ijab dan qabul harus ada kesesuaian
  • Pernyataan ijab dan qabul itu harus sesuai dengan kehendak masing-masing, dan tidak boleh ada yang meragukan.

            Ijab dan qabul dapat saja dalam bentuk perkataan, perbuatan, isyarat dan tulisan dalam transaksi besar. Namun demikian, semua bentuk ijab dan qabul itu mempunyai kekuatan yang setara bagi pihak-pihak yang mengikatkan diri dalam sebuah transaksi apapun. Pernyataan itu seperti yang diucapkan, “Saya telah membeli barang ini dengan harga sekian”. Selanjutnya penjual mengatakan, “Saya telah menjual barang ini dengan harga sekian”. Pernyataan ijab dan qabul semacam ini menegaskan, sekaligus memperjelas, telah terjadi perpindahan hak dari satu pihak ke pihak lain. Demikian juga sebagai pertanda bahwa kedua belah pihak yang bertransaksi telah sama-sama menunaikan kewajiban masing-masing dalam sebuah perbuatan hukum.

            Pendapat lain menyatakan bahwa rukun akad terdiri atas:

  • Pihak-pihak yang berakad
  • Objek akad
  • Tujuan pokok akad
  • Kesepakatan (Pasal 22).

            Pihak-pihak yang berakad adalah orang, persekutuan, atau badan usaha yang memiliki kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum (Pasal 23). Dengan demikian anak-anak yang masih dibawah umur dan orang gila tidak sah dalam melakukan perjanjian dengan pihak lain. Atau dengan kata lain, yang sah melakukan kontrak sebagaimana telah disinggung sebelum ini adalah para mukallaf yang cukup syarat. Hal ini perlu ditekankan karena berkaitan dengan masalah pertanggungjawaban bagi setiap pelaku bisnis. Bukankah menurut Afzalur Rahman, dalam prinsip ekonomi syariah, akad yang dilakukan seseorang memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Bukankah tidak mungkin pelaku bisnis seringkali melanggar kontrak yang telah dilakukan jika hukum itu hanya berdasarkan hukum positif semata. Tidaklah demikian, apabila kontrak tersebut didasarkan pada hukum syari’ah yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist yang menekankan bahwa segala perbuatan manusia pasti akan diminta pertanggung jawabanya sampai di hari nanti di hadapan Tuhan Yang Maha Adil dan Maha Mengetahui.

            Dalam sebuah transaksi atau kontrak bukanlah tidak mungkin akan terjadinya ingkar janji (wanprestasi) yang dilakukan oleh salah satu pihak. Salah satu pihak dapat dianggap melakukan ingkar janji, apabila karena kesalahanya:

  • Tidak melakukan apa yang dijanjikan untuk melakukanya.
  • Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
  • Melakukan apa yang dijanjikanya, tetapi terlambat.
  • Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan (pasal 36).

            Lebih lanjut dijelaskan bahwa pihak dalam akad melakukan ingkar janji, apabila dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan ingkar janji atau demi perjanjianya sendiri menetapkan, bahwa pihak dalam akad harus dianggap ingkar janji dengan lewatnya waktu yang ditentukan (Pasal 37). Kepada pihak yang melakukan ingkar janji dapat dijatuhi sanksi: pembayaran ganti rugi, pembatalan akad, peralihan risikio, denda, dan pembayaran biaya perkara (Pasal 38).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun