Sebagaimana kita ketahui MK telah membacakan putusan 7 dari 11 gugatan uji materiil syarat batas usia capres-cawapres Pemilu 2024, pada tanggal 16 Oktober 2023.
Menariknya tujuh gugatan tersebut terkait dengan batas usia minimal diputuskan lebih duluan dibandingkan sisa gugatan lainnya terkait batas usia maksimal. Seakan ada upaya mengabulkan salahsatunya sebelum batas akhir pendaftaran capres cawapres.
Saat itu Saya pribadi berkeyakinan seluruh uji materi yang digugat mestinya ditolak MK dengan pertimbangan: pertama: tahapan pemilu sedang berlangsung (batas pendaftaran capres cawapres di KPU tanggal 25 Oktober 2023), kedua: penambahan klausa setelah batas usia minimal 40 tahun tidak ada dalam materi syarat capres cawapres UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, ketiga: ada conflict of interest kekerabatan antara Ketua MK, Anwar Usman dengan subyek uji materi, Gibran anak Presiden Jokowi.
Memang enam perkara ditolak tapi ada satu perkara diterima yaitu Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru Re A.
Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun "atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah".
Pertimbangan hakim MK adalah "Dalam rangka mewujudkan partisipasi dari calon-calon yang berkualitas dan berpengalaman, Mahkamah menilai bahwa pejabat negara yang berpengalaman sebagai anggota DPR, anggota DPR, anggota DPRD, Gubernur, Bupati, dan Wali Kota sesungguhnya layak untuk berpartisipasi dalam kontestasi pimpinan nasional in casu sebagai calon Presiden dan calon Wakil Presiden dalam pemilu meskipun berusia di bawah 40 tahun,"
Di persidangan judicial review atas syarat capres cawapres terlihat suasana kebatinan delapan hakim MK yang tidak sama menilai gugatan perkara ini.
Empat hakim menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) terkait putusan ini. Mereka adalah Saldi Isra, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, dan Arief Hidayat.
Dua hakim konstitusi lainnya menyampaikan concurring opinion (alasan berbeda) untuk putusan yang sama, yakni Daniel Foekh dan Enny Nurbaningsih.
Pertimbangan MK hanya dibacakan oleh dua hakim konstitusi, yaitu Manahan Sitompul dan Guntur Hamzah.
Jika dilihat dari komposisi pendapat hakim MK 6:2 seharusnya Ketua MK Anwar Usman bisa memutuskan 1) menolak gugatan atau, 2) menolak penambahan klausa itu karena bersifat open legal policy untuk dikembalikan ke DPR sebagai pembuat UU atau, 3) mengabulkan sebagian tetapi berlaku untuk pemilu 2029.
Yang terjadi adalah Ketua MK, Anwar Usman mengetuk palu, menyatakan bahwa gugatan pemohon dikabulkan sebagian.