Melihat kronologi pelanggaran etik kepada Ketua MK dan Ketua KPU serta "legalisasi" penggunaan APBN dengan Perpres dan SK Menteri Keuangan yang digelontorkan di masa kampanye serta mobilisasi ASN hingga perangkat desa yang secara masif mempengaruhi hasil pemilu agar dijadikan pertimbangan hakim MK sebagai pelanggaran pemilu 2024 ini memenuhi katagori "terstruktur dan sistematis".
Adapun proses politik (tahapan pemilu) telah berlangsung melalui penetapan rekapitulasi hasil oleh KPU namun konstitusi masih memberi ruang proses hukum perselisihan hasil pemilu di MK yang saling terkait dengan keabsahan hasil pemilu 2024 dan demi kepastian hukum.
Mengingat prinsip hukum Indonesia menganut "civil law system" maka kami berharap hakim MK tidak terpengaruh dengan kebiasaan putusan-putusan sebelumnya bahwa "MK tidak pernah putuskan pilpres ulang" atau misalnya "MK tidak pernah batalkan hasil pemilu".
Dengan menghadirkan keterangan saksi lembaga survey (partisan), dan empat menteri, kami berharap hakim MK menemukan fakta-fakta dan cermat dan bijaksana dalam menilai keterangan saksi sebagai petunjuk yang memenuhi pelanggaran yang "terstruktur dan sistematis" sebagai "cawe-cawenya" presiden Jokowi memanfaatkan sumber daya negara untuk pengaruhi hasil pemilu.
MK harus berani mengambil keputusan yang progresif diluar kebiasaan sebagai tekad mengembalikan kewibawaan MK sebagai benteng terakhir keadilan dan hukum.
Mempertimbangkan pernyataan Prof Yuzril Ihza Mahendra bahwa ada "penyelundupan hukum" dalam Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Menurutnya, putusan tersebut tidak mengalir dari hulu ke hilir, sehingga dinilai adanya "kecacatan hukum".
Dengan status "kecacatan hukum" tersebut bagaimana legitimasi pemerintahan "pemenang pilpres" dari proses cacat hukum?
Oleh karena itu harapan kami MK mengabulkan minimal sebagian dari gugatan pemohon untuk membatalkan/mendiskualifikasi Gibran dan memutuskan pilpres ulang atau pemungutan suara ulang yang mengikutsertakan Prabowo dengan pasangan cawapres baru pengganti Gibran.
Dengan demikian pilpres ulang atau pemungutan suara ulang kembali dilangsungkan dengan 3 pasang capres cawapres yaitu 01 Anies - Muhaimin, 02 Prabowo - (pengganti Gibran), 03 Ganjar - Mahfud.
Kembali saya tegaskan bahwa legitimasi hasil pilpres 2024 penting untuk membangun optimisme menuju Indonesia emas 2045.
Demokrasi bukan soal kalah menang, karena itu pasti dalam sebuah kontestasi.
Tapi pemilu yang jujur dan adil yang kita dambakan adalah tanpa melanggar konstitusi, tanpa intervensi kekuasaan, tanpa penyalahgunaan kekuasaan.
Maka Palu Hakim MK tanggal 22 April 2024 nanti akan dicatat sebagai sejarah penting perjalanan demokrasi untuk peradaban masa depan bangsa Indonesia.