"Seperti biasa Drei naik cepat, entah bagaimana hormon adrenalinnya bekerja, sementara itu tanpa di duga cuaca berubah total. Kami sempat menghubunginya, dia bilang dia akan menyusul. Lalu kami turun dan menunggunya disini. Namun dia tak juga kembali, kami pun kehilangan kontak dengannya sampai hari ini."
Ve membisu, dadanya terasa sesak. "Maafkan aku Drei, gurauan ku kemarin ini sungguh konyol sekali." batinnya.
***
Sinar mentari menyelusup dari pepohonan yang berjajar rapat. Â Sejak tadi malam Ve tak dapat memicingkan matanya barang sejenak. Satu cup mie instan yang masih mengepulkan asap tak disentuhnya. Â Ia terlalu malas untuk mengunyah. Ve memandang ke jalan setapak dihadapannya, belum ada tanda-tanda kedatangan satu orang pun dari atas sana. Â Komunikasi terakhir dengan Edo adalah saat subuh tadi.
***
Ve membuka matanya perlahan, lelah membuatnya tertidur sejenak. Namun suara berdebum langkah kaki yang ramai membuatnya terjaga seketika. Terdengar teriakan-teriakan tak jelas di luar pos jaga. Ve bergegas keluar dan mendapati suasana yang sedikit ramai.
"Drei ditemukan." Leo berteriak kepada Ve.
Deg! perasaan hatinya tiba-tiba semakin tak keruan. Â Ve berlari menyibakan kerumunan.
"Do, dia baik-baik saja kan?" Ve memeluk lengan Edo.
Edo mengangguk sambil melirik Ve dari ujung matanya.
***