Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Berjuanglah, Ren!

4 Oktober 2016   14:44 Diperbarui: 4 Oktober 2016   16:58 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : princesskaurvaki.com

Rhi menunduk dalam. "Apa yang kamu rasakan, aku rasakan juga Ra, bahkan mungkin lebih pedih dari yang kamu rasakan. Kamu tahu, aku selalu melihat kamu di luar sana. Bicara, tersenyum dan tertawa. Terkadang aku ingin melompat keluar untuk menemui kamu, namun itu tidak mungkin."

"Kamu memata-matai aku?"

"Aku harus menjaga kakak."

"Mengapa kamu melakukan ini semua? Pergi secara tiba-tiba. Aku tidak tahu harus mencarimu dimana." Lira menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

"Aku harus melakukan ini Ra. Tak ada jalan lain. Aku pikir akan lebih mudah melupakan bila aku lenyap dari pandanganmu, biarlah aku saja yang merasa tersiksa. Kak Ren menyayangi kamu Ra. Kamu lah cahaya dalam hidupnya."

"Dengar ya Rhi, aku bukan cahaya atau apalah itu. Aku juga bukan boneka yang bisa kamu permainkan sesuka hatimu. Aku bersimpati kepada Ren, tapi aku merasa ini semua tidak benar." Lira merasa dadanya sesak.  Sementara Rhi bergeming.

"Lusa kak Ren akan menjalani operasi. Aku tidak akan meminta apa-apa lagi dari kamu Ra, karena aku tidak pantas untuk itu. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa kakak membutuhkanmu untuk ada di sisinya saat ia berjuang demi kehidupan yang dulu ingin ia tinggalkan. Aku menyayangi kamu Ra tapi aku juga menyayangi kak Ren. Seperti kamu, dia selalu ada untukku."

***

Malam itu, air mata Lira menerjang bagaikan air bah yang tak sanggup untuk dikendalikan.

"Ini tidak adil." Lira bergumam diantara isak tangisnya. Tempat tidurnya berubah menjadi kolam air mata.

Ruangan itu dipenuhi dengan nuansa hitam, orang-orang berbisik-bisik pelan dengan wajah muram. Lira terlihat kebingungan. Ia berlari menghampiri sosok yang terbujur kaku diantara wangi bunga melati yang menusuk hidung tak relanya. Ia menggoyang-goyangkan tubuh kaku itu seakan ingin membangunkannya, namun sosok itu bergeming. Semua ini nyata, tak akan ada lagi dia yang selalu melindunginya, mendengarkan curhatnya, mengantarkan kemana pun pergi, dan memberi limpahan kasih sayang yang tulus. Lira menjerit, meraung dan menangis sejadi-jadinya. Nafasnya terengah ketika ia membuka matanya. Tanpa pikir panjang, ia berlari keluar kamar, dan akhirnya menemukan yang ia cari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun