Mohon tunggu...
Ifah Latifah
Ifah Latifah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Penulis buku antologi Guru Profesional (Laikesa: 2020). Antologi Jawaban dari Tuhan (Dd Publishing:2020). Antologi Mengedukasi Negeri (Madani Kreatif: 2020) Guru Limited Edition ( Pustaka Literasi : 2021) Puisi 1000 penggiat Literasi judul Indonesia bangkit(Geliat gemilang abad i: 2021) Nak sungguh aku mencintaimu ( Little Soleil : 2021)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Apakah Perbedaan antara Menjadi Guru, Guru yang Dijadikan atau Guru Jadi-jadian?

5 Juni 2024   01:51 Diperbarui: 5 Juni 2024   03:08 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan belajar di kelas | Dokumen pribadi

Saat pertama kali saya melangkah menjadi seorang guru, status saya hanya sebagai guru honorer  dengan gaji yang jauh dari kata pas-pasan. Pembayaran gaji bersumber dari Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). 

Dana BOS ini memang dapat digunakan untuk membayar guru honorer, namun jumlahnya sangat terbatas dan harus dibagi dengan guru-guru honorer lain yang ada di sekolah tersebut. Maka tidaklah heran jika gaji yang saya terima hanya cukup untuk kebutuhan dasar, seperti membeli bahan bakar kendaraan menuju sekolah. 

Menjadi pendatang baru di suatu ruang lingkup kerja memang bukan hal yang mudah. Berbagai rintangan pun datang silih berganti. Alhamdulillah seiring berjalannya waktu akhirnya semua berjalan baik-baik saja. 

Profesi guru bagi saya adalah sebagai panggilan jiwa, biarlah jika sebagian orang tidak mempercayainya, namun nyatanya saya telah menjadi guru selama belasan tahun dengan honor di bawah standar dan bekerja di bawah tekanan. 

Meskipun kini saya sudah berstatus sebagai ASN PPPK bukan berarti saya melupakan tugas saya sebagai pendidik. Guru tetaplah guru seperti apa pun situasinya dia tetaplah pendidik yang semestinya memberikan pelayanan terhadap siswanya dengan penuh rasa cinta, terlepas dari segala keterbatasan yang dimilikinya.

Artikel ini saya tulis bukan untuk mendikte para guru, artikel ini saya tulis sebagai pengingat bagi diri saya sendiri agar bisa terus memperbaiki diri dan melakukan pengembangan kompetensi, dalam memberikan pelayanan terbaik agar  bisa memberikan dampak positif bagi anak didiknya  yang kelak menjadi generasi penerus bangsa.

Profesi guru adalah salah satu profesi yang paling mulia dan berpengaruh dalam pembentukan karakter dan pengetahuan generasi mendatang. Namun, tidak semua yang menyandang gelar guru benar-benar menghayati makna dan tanggung jawab profesi ini. 

Salah satu Kepala sekolah yang pernah menjadi atasan saya melabeli guru dengan istilah "menjadi guru," "guru yang dijadikan," dan "guru jadi-jadian." Dulu kami suka tertawa kalau mendengar pernyataan kepala sekolah tersebut. Tetapi kini saya mulai merenungi dan mencari apa makna dari ketiga pernyataan tersebut, dan ternyata inilah perbedaan dari ketiga istilah tersebut dan bagaimana dampaknya terhadap kualitas pendidikan?

Menjadi Guru

"Menjadi guru" adalah mereka yang benar-benar memahami dan menghayati esensi profesi ini. Mereka tidak hanya mengajar, tetapi juga mendidik dengan penuh dedikasi dan kasih sayang. Ciri-ciri guru yang benar-benar "menjadi guru" adalah:

1. Kompetensi Profesional

Guru yang sejati menguasai materi pelajaran yang mereka ajarkan serta metode pengajaran yang efektif. Mereka tidak hanya mengetahui apa yang mereka ajarkan tetapi juga memahami cara terbaik untuk menyampaikan informasi tersebut kepada siswa. Ini termasuk kemampuan untuk:

  • Merancang dan Merencanakan Pelajaran: Membuat rencana pelajaran yang terstruktur dengan baik, sesuai dengan kurikulum dan kebutuhan siswa.
  • Menggunakan Metode Pengajaran yang Beragam: Menerapkan berbagai metode dan strategi pengajaran untuk mengakomodasi berbagai gaya belajar siswa.
  • Evaluasi dan Asesmen: Menyusun dan melaksanakan penilaian yang adil dan akurat untuk mengukur pemahaman siswa dan memberikan umpan balik yang bermanfaat.

2. Komitmen

Guru yang benar-benar menjadi guru memiliki dedikasi tinggi terhadap profesi mereka dan para siswanya. Ini terlihat dalam:

  • Kehadiran dan Ketepatan Waktu: Selalu hadir tepat waktu dan siap mengajar dengan penuh semangat.
  • Pengembangan Profesional: Berpartisipasi dalam pelatihan dan pengembangan profesional untuk terus meningkatkan keterampilan mengajar mereka.
  • Keterlibatan dalam Kegiatan Sekolah: Aktif dalam berbagai kegiatan sekolah dan komunitas, menunjukkan komitmen terhadap keseluruhan perkembangan siswa dan lingkungan sekolah.

3. Empati dan Kepedulian

Empati dan kepedulian adalah inti dari mendidik. Guru sejati peduli terhadap perkembangan akademis dan emosional siswa. Mereka:

  • Membangun Hubungan yang Baik dengan Siswa: Menjalin hubungan yang positif dan mendukung dengan setiap siswa, memahami kebutuhan dan tantangan individu mereka.
  • Mendukung Kesejahteraan Emosional: Menyediakan lingkungan yang aman dan mendukung di mana siswa merasa nyaman untuk berbicara tentang masalah mereka dan mencari bantuan.
  • Mengenali dan Mengatasi Masalah: Cepat mengenali tanda-tanda masalah akademis atau emosional pada siswa dan mengambil tindakan yang tepat untuk membantu mereka.

4. Pembelajar Seumur Hidup

Guru yang sejati adalah pembelajar seumur hidup. Mereka terus-menerus berusaha meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka. Ini termasuk:

  • Mengikuti Perkembangan Terbaru dalam Pendidikan: Membaca jurnal pendidikan, mengikuti konferensi, dan berpartisipasi dalam komunitas belajar untuk tetap terinformasi tentang inovasi dan penelitian terbaru.
  • Mengembangkan Diri Secara Pribadi dan Profesional: Selalu mencari cara baru untuk memperbaiki metode pengajaran dan memahami kebutuhan siswa yang terus berkembang.
  • Beradaptasi dengan Perubahan: Mampu beradaptasi dengan perubahan dalam kurikulum, teknologi, dan kebutuhan siswa dengan cepat dan efektif.

Peran Guru yang Sejati

Guru yang sejati berperan sebagai teladan, inspirasi, dan motivator bagi siswanya. Mereka:

  • Menjadi Teladan yang Baik: Menunjukkan sikap positif, etos kerja, dan nilai-nilai yang baik melalui tindakan sehari-hari mereka.
  • Menginspirasi Siswa: Membantu siswa menemukan minat dan bakat mereka, serta mendorong mereka untuk mencapai tujuan yang tinggi.
  • Memotivasi Siswa: Menggunakan berbagai teknik untuk memotivasi siswa, baik melalui pujian, tantangan yang tepat, maupun dukungan berkelanjutan.

Menciptakan Lingkungan Belajar yang Menyenangkan dan Mendukung

Guru yang sejati selalu berusaha menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan mendukung. Mereka:

  • Menciptakan Atmosfer Positif di Kelas: Mengembangkan suasana kelas yang ramah dan inklusif, di mana setiap siswa merasa dihargai dan diterima.
  • Mendorong Partisipasi Aktif: Melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar melalui diskusi, proyek kolaboratif, dan kegiatan interaktif lainnya.
  • Mendukung Potensi Maksimal Siswa: Memberikan dukungan dan tantangan yang diperlukan agar setiap siswa dapat mencapai potensi maksimalnya, baik secara akademis maupun pribadi.

Dengan menghayati dan menerapkan ciri-ciri ini, guru yang sejati tidak hanya mengajar tetapi juga mendidik dengan penuh dedikasi dan kasih sayang, menciptakan dampak positif yang bertahan lama pada kehidupan siswa mereka. Guru yang sejati berperan sebagai teladan, inspirasi, dan motivator bagi siswanya. Mereka menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan mendukung, serta selalu berusaha membantu siswa mencapai potensi maksimalnya.

Guru yang Dijadikan

"Guru yang dijadikan" adalah mereka yang memasuki profesi ini bukan karena panggilan jiwa, melainkan karena keadaan atau keterpaksaan. Mereka mungkin memiliki kompetensi akademis yang memadai, tetapi tidak memiliki dedikasi atau minat yang kuat dalam mendidik. Beberapa alasan seseorang menjadi "guru yang dijadikan" meliputi:

1. Keterpaksaan Ekonomi

Memilih profesi guru karena alasan finansial atau keterbatasan pilihan karir adalah salah satu faktor yang menyebabkan seseorang menjadi "guru yang dijadikan." Dalam konteks ini, individu memasuki dunia pendidikan bukan karena panggilan jiwa atau minat yang mendalam terhadap pengajaran, melainkan karena:

  • Kebutuhan Ekonomi: Individu tersebut mungkin membutuhkan pekerjaan yang stabil dan terjamin secara finansial. Profesi guru sering kali dianggap sebagai pilihan karir yang aman dengan gaji tetap, tunjangan, dan pensiun.
  • Kurangnya Pilihan Karir: Di daerah atau komunitas tertentu, pilihan karir mungkin sangat terbatas. Seseorang mungkin memilih menjadi guru karena tidak ada peluang kerja lain yang lebih baik atau sesuai dengan kualifikasi mereka.

Dampak: Guru yang memasuki profesi ini karena keterpaksaan ekonomi cenderung kurang memiliki motivasi intrinsik untuk mengajar dengan sepenuh hati. Mereka mungkin hanya melakukan tugas secara minimum yang diperlukan tanpa berusaha untuk berinovasi atau meningkatkan kualitas pengajaran. Hal ini dapat berdampak negatif pada kualitas pendidikan yang diterima oleh siswa.

2. Tekanan Sosial

Menjadi guru karena dorongan dari keluarga atau masyarakat, bukan karena keinginan pribadi, adalah faktor lain yang membuat seseorang menjadi "guru yang dijadikan." Dalam hal ini:

  • Harapan Keluarga: Keluarga mungkin memiliki harapan atau tradisi tertentu yang mengharuskan individu memilih profesi guru. Misalnya, jika banyak anggota keluarga yang bekerja sebagai guru, ada tekanan untuk mengikuti jejak mereka.
  • Tekanan Masyarakat: Di beberapa komunitas, profesi guru sangat dihormati dan dianggap sebagai pilihan karier yang terhormat. Tekanan sosial untuk memenuhi norma atau ekspektasi masyarakat bisa mendorong seseorang untuk menjadi guru meskipun mereka tidak memiliki minat atau panggilan dalam bidang ini.

Dampak: Guru yang memasuki profesi ini karena tekanan sosial mungkin merasa tidak puas dan kurang bersemangat dalam pekerjaan mereka. Ini bisa menyebabkan penurunan kualitas pengajaran dan motivasi siswa, karena guru tidak sepenuhnya terlibat atau termotivasi untuk memberikan yang terbaik.

3. Minimnya Kesadaran

Tidak menyadari sepenuhnya tanggung jawab dan tantangan dalam profesi guru adalah faktor lain yang membuat seseorang menjadi "guru yang dijadikan." Hal ini meliputi:

  • Kurangnya Pemahaman: Seseorang mungkin memilih profesi guru tanpa pemahaman yang jelas tentang tanggung jawab besar yang menyertainya. Mereka mungkin menganggap mengajar hanya sebagai pekerjaan rutin tanpa menyadari kebutuhan untuk terus belajar, berinovasi, dan mengembangkan diri.
  • Ketidaksiapan Menghadapi Tantangan: Profesi guru memerlukan kemampuan untuk menghadapi berbagai tantangan, termasuk manajemen kelas, kebutuhan individual siswa, dan perubahan dalam kurikulum atau metode pengajaran. Tanpa kesadaran dan persiapan yang memadai, individu mungkin merasa kewalahan dan tidak efektif dalam mengajar.

Dampak: Guru yang tidak menyadari sepenuhnya tanggung jawab dan tantangan profesi ini mungkin merasa frustrasi dan tidak mampu memberikan pengajaran yang berkualitas. Hal ini bisa berdampak negatif pada perkembangan akademis dan emosional siswa, serta menciptakan lingkungan belajar yang tidak kondusif.

Guru yang dijadikan cenderung menjalankan tugasnya secara rutinitas tanpa inovasi atau inisiatif tambahan. Akibatnya, proses belajar mengajar menjadi monoton dan kurang inspiratif, yang berdampak pada rendahnya motivasi belajar siswa.

Guru Jadi-Jadian

"Guru jadi-jadian" adalah istilah yang mengacu pada individu yang mengajar tanpa kualifikasi yang memadai atau dengan cara yang tidak profesional. Mereka mungkin tidak memiliki latar belakang pendidikan yang cukup atau sertifikasi yang relevan. Beberapa karakteristik "guru jadi-jadian" meliputi:

1. Kurangnya Kompetensi

Kurangnya kompetensi adalah salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh "guru jadi-jadian." Mereka mungkin tidak memiliki pemahaman yang memadai tentang materi pelajaran yang mereka ajarkan atau metode pengajaran yang efektif. Faktor-faktor yang menyebabkan kurangnya kompetensi antara lain:

Kualifikasi yang Kurang: Beberapa "guru jadi-jadian" mungkin tidak memiliki kualifikasi formal atau pendidikan yang memadai dalam bidang yang mereka ajarkan.

Kurangnya Pelatihan: Mereka mungkin tidak pernah menerima pelatihan atau pendidikan lanjutan tentang teknik pengajaran yang efektif.

Keterbatasan Sumber Daya: Di beberapa lingkungan pendidikan, sumber daya yang tersedia untuk pelatihan dan pengembangan guru mungkin terbatas, menyebabkan kurangnya pengembangan keterampilan.

Dampak: Kurangnya kompetensi dapat mengakibatkan rendahnya mutu pengajaran, kesulitan dalam menjelaskan konsep-konsep yang kompleks, dan ketidakmampuan untuk memfasilitasi pembelajaran yang efektif. Hal ini dapat menghambat perkembangan akademis siswa dan mengurangi kepercayaan siswa terhadap guru.

2. Pendekatan Non-Profesional

Pendekatan non-profesional adalah perilaku yang tidak sesuai dengan standar etika dan profesionalisme yang berlaku dalam profesi guru. Beberapa contoh perilaku non-profesional antara lain:

jarang hadir dan tidajk patuh: "Guru jadi-jadian" mungkin sering absen atau tidak mematuhi aturan dan tata tertib sekolah.

Tidak professional dalam Berinteraksi: Mereka mungkin tidak memperlakukan siswa, rekan kerja, atau staf sekolah dengan hormat dan kesopanan.

Tidak Menyiapkan Pelajaran: Tidak mempersiapkan pelajaran dengan baik atau tidak memenuhi tanggung jawab pengajaran dengan serius.

Dampak: Pendekatan non-profesional dapat menciptakan lingkungan belajar yang tidak kondusif, menyebabkan ketidaknyamanan atau ketegangan di antara siswa dan staf sekolah. Ini juga dapat merusak citra profesi guru dan mengurangi rasa hormat terhadap guru.

3. Motivasi yang Tidak Tepat

Motivasi yang tidak tepat adalah saat seorang guru mengajar bukan untuk mendidik atau meningkatkan kualitas pendidikan, tetapi untuk tujuan lain yang tidak berkaitan dengan pendidikan. Beberapa alasan motivasi yang tidak tepat termasuk:

Penghargaan Finansial: Guru mungkin mengajar hanya untuk mendapatkan penghasilan tambahan, tanpa memperhatikan kebutuhan atau perkembangan siswa.

Kepentingan Pribadi: Mereka mungkin menggunakan posisi guru untuk memperoleh keuntungan pribadi atau politik, mengabaikan kesejahteraan siswa.

Ketidaktertarikan pada Pendidikan: Sebagian "guru jadi-jadian" mungkin tidak memiliki minat atau kecenderungan untuk menjadi pendidik, tetapi mengambil pekerjaan sebagai guru karena faktor lain.

Dampak: Motivasi yang tidak tepat dapat menyebabkan pengajaran yang tidak memadai, kurangnya komitmen terhadap keberhasilan siswa, dan kurangnya perhatian terhadap perkembangan siswa secara keseluruhan. Hal ini dapat menghambat kemajuan akademis dan emosional siswa, serta menurunkan kualitas pendidikan secara keseluruhan.

Kehadiran "guru jadi-jadian" dalam sistem pendidikan bisa sangat merugikan. Mereka tidak hanya gagal memberikan pendidikan yang berkualitas, tetapi juga dapat merusak citra profesi guru secara keseluruhan.

Dampak Terhadap Pendidikan

Perbedaan antara "menjadi guru," "guru yang dijadikan," dan "guru jadi-jadian" sangat mempengaruhi kualitas pendidikan. Guru yang sejati mampu menginspirasi dan memotivasi siswa untuk belajar dan berkembang. Sebaliknya, guru yang dijadikan dan guru jadi-jadian cenderung menghasilkan lingkungan belajar yang kurang kondusif, yang pada akhirnya merugikan siswa.

Kesimpulan

Menjadi seorang guru adalah panggilan mulia yang memerlukan dedikasi, kompetensi, dan kasih sayang. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, sangat penting bagi kita untuk mendukung dan mengapresiasi guru yang benar-benar menghayati profesi ini. 

Di sisi lain, perlu ada upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kompetensi bagi mereka yang "dijadikan guru" dan mencegah keberadaan "guru jadi-jadian" dalam sistem pendidikan kita. 

Dengan demikian, kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih baik dan memastikan setiap siswa mendapatkan pendidikan yang layak dan bermakna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun