Mohon tunggu...
Idris setiawan
Idris setiawan Mohon Tunggu... Lainnya - Sang Pencinta Keheningan

Dari hidup kita belajar berjuang. Dan dari Tuhan kita belajar iklas. Tak ada perhentian yang akan indah selain mati dengan bahagia.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Perjalanan Kemanusiaan: Part 15 Relawan Kemanusiaan Itu Datang dan Pergi

20 Agustus 2023   23:55 Diperbarui: 21 Agustus 2023   00:40 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sore itu, di bawah sebatang pohon yang terdapat kursi taman berwana hijau dan diantara parkiran motor yang berjejer rapih oleh security Kantor. Aku dan Lastri tengah mengobrolkan terkait beasiswa yang kuterima dari sebuah universitas ternama di Kota Padang, Sumatera Barat. Kabar beasiswa S2 itu baru saja kuterima tadi malam, dari sebuah Website resmi kampus yang kuajukan untuk melanjutkan S2. Selain orang tuaku, Lastri yang merupakan teman akrab selama bekerja pun adalah orang yang harus kuberitahu lebih dahulu. 

"Kamu keterima di sana, San? serius." tanyanya kaget. 

"Ia Tri. Alhamdulillah." 

"Alhamdulillah ..., ya Allah. aku seneng loh dengernya San. Umi sama abi udah kamu beritahu San?" Lanjutnya.

"Ia sudah. Tadi pagi, waktu sarapan mau berangkat kerja Tri."

"Syukurlah. pengen peluuuuuk heheh" 

Lastri pun memelukku begitu erat, yang membuat sedikit sesak nafasku. karena tangannya yang besar seperti perawakan tubuhnya. tapi dari kekurangan yang ada dipenampilannya yang gemuk. Lastri adalah gadis baik dan teman terbaikku. yang dimana ia seperti alarm, yang selalu ontime untuk ada dan mengingatkanku. Bisa mengenai tentang pekerjaan, tentang perjalanan maupun ibadah. Apakah di Padang nanti akan aku temukan orang seperti Lastri lagi? Tanya yang selalu muncul setiap kali aku bersama Lastri. 

"Sudah, sudah Tri. Tubuhku sakit." 

"Kalo meluk tenaganya sesekali dikurangin lah Tri. kamu tau kan aku ini kurus. hampir saja aku mati kehabisan nafas tadi hehee" tambahku sambil menyeka air mata.

"Maaflah San. hehe janji, besok kalo meluk lagi tenaganya bakal dikurangin deh, janji hehe." jawab Lastri sambil melepaskan pelukannya.

"Ayo masuk San. sudah jam setengah 5" sambil mulai berdiri dari bangku dan memegang tanganku.

"Ayolah kalo gitu hehe" aku yang menurut saja seperti seekor kambing yang dibawah oleh pemiliknya. 

***

Hari ini, aku sedang mempersiapkan semua barang yang akan kubawah ke Padang dibantu oleh Umi. 

"Cek lagi San, jangan sampai ada yang ketinggalan." ucap Umi sambil memasukkan pakaianku ke dalam koper.

"iya Umi" jawabku yang sedang mondar-mandir mencari jam tangan yang dikasih oleh Lastri sebagai hadiah ulang tahunku di tahun kemarin. 

"Kamu lagi cari apa?" Tanya Umi dari dalam kamar, yang memperhatikanku mondar-mandir dari pintu kamar yang terbuka.

"Jam tangan Sandya mana yah Umi. Umi ngelihat ngga?" Tanyaku, sambil mengangkat baju - baju yang ada diember pakaian kotor.

"Heem, coba diinget lagi. Terakhir kamu ngelepasnya dimana?" Umi yang lekas keluar dari dalam kamar dan menghampiriku. 

"Tadi waktu mau mandi Umi. Tapi Sandya lupa dimana ngeletakinnya."n

"Anak gadis sekarang memang pelupa anaknya. heheh" sambil berjalan mengarah ke meja ruang tamu. 

"Ini San." sambil mengambil jam tangan yang tergeletak di atas meja.

"Terima kasih Umi." sambil memeluk Umi.

"Kamu ngambil S2 nya kok jau bener. Emang ngga bisa disini aja? Dekat sama Abi dan Umi. Nanti kalo Umi kangen gimana? Terus, kalo Umi lagi kesel sama Abi, terus Umi cerita ke siapa?" Ucap Umi sambil duduk ke sofa diikuti aku yang masih memeluknya.

"Kan ada Handphone Umi. Umi bisa nelpon Sandya kapan aja disaat Umi kangen Sandya. atau bisa jadi, nanti malah Sandya yang sering nelpon Umi hehe"

"Ialah, kamu memang pinter  ngomong San. Tapi Umi bangga sama kamu."

"Yang hati-hati ya disana." sambil memandang wajah dan mencium keningku.

Aku tau Umi begitu menyayangiku. Kalo setiap Abi pulang kemaleman karena rutinitasnya, atau Abi yang suka membuat Umi jengkel karena sifat pelupanya. Umi selalu datang ke kamar dan mengajakku bercerita. Apalagi, selama aku kerja di Lembaga Kemanusiaan. Umi selalu meminta cerita dariku hampir tiap malam sebelum tidur. Aku mungkin akan merindukan bercerita dengan Umi.

"Ya sudah. itu baju kamu sudah masuk ke Koper. Nanti jam 10 Abi akan pulang buat nganter ke Bandara katanya. Kamu makan dulu, biar ngga jajan di jalan." ucap Umi pelan.

"Baik Umi." sambil berdiri dan melepaskan pelukanku ke Umi. 

Sabtu kemarin adalah hari terakhirku di Perusahaan yang sudah mengajarkanku arti dari Memanusiakan Manusia. Sebuah perusahaan / Lembaga NGO(Non Governmental Organization) yang berbasis kemanusiaan dan pendidikan, Yang dimana 2 Tahun sudah aku berjibaku didalamnya sebagai Admin dari para relawan. Sebuah pekerjaan yang begitu menguras pemikiran, yang dimana di setiap waktu aku harus mengurus para Relawan yang bertugas di Lembaga tersebut.   

Bahkan, di Sabtu kemarin aku diberikan sebuah moment yang begitu mengesankan dalam hidupku. yang dimana semua Relawan yang berada di divisiku memberikan ucapan selamat perpisahan dengan mengajakku ke Puncak Bogor. Kami berada disana selama 1 hari 1 malam, terutama Lastri yang dari divisi lain pun turut ikut sebagai bestie ku di kantor.  

Kami bersuka-cita, bercanda dan tertawa bersama - sama. Hal yang begitu jarang kami dapatkan disaat sedang dalam posisi bekerja, yang dimana kadang rutinitas membuat kami sedikit berjarak, antara pimpinan maupun bawahan. Tapi disaat itu, kami seperti keluarga. Yang dimana saling melengkapi dan mendukung satu sama lain.  

"Umi ngga ikut makan?" 

"Nanti San. makanlah duluan." 

"Assalammuallahikum." Terdengar suara dari pintu depan. 

"Wa'allahikumussalam" Umi lekas berdiri dari kursi dan bergegas ke depan. 

Ternyata Lastri datang dari kantor yang ingin ikut mengantarku ke Bandara nanti selepas Dzuhur.

"Sandya mana Umi?"

"Itu lagi makan. Kamu juga, makan dulu sana sama Sandya" ajak Umi.

"Terima kasih Umi. Alhamdulillah, masih kenyang."

Umi pun lekas kembali duduk di sofa ruang tamu dan Lastri menghampiriku di meja makan. 

"Yang banyak makannya, biar gemuk hehe" ucapnya dan duduk disebelahku.

"ayo makan Tri? Umi masak tumis bicai ni, kamu pasti suka." 

"sudah kenyang San. terima kasih hehe."

"Kamu sendiri?" tanyaku sambil mengangkat cangkir air minum

"Ia. tadi sudah izin sama Kang Rizki."

"Yasudah makanlah dulu San, nanti kita cerita sesudah makan. Takutnya, kamu keselek jadi ngga berangkat ke Padang deh hehe"

" ia ia bawel hehe" 

Lastri pun menemaniku sambil memainikan handphonenya. Setelah selesai makan, aku dan Lastri segera menghampiri Umi yang berada di sofa ruang tamu. kami bercerita banyak hal sambil menunggu kedatangan Abi yang kata Umi sudah jalan arah Rumah dari Kantornya. Abi pun tiba pukul 11:20 WIB dengan membawah mobil Kijang tua kesayangannya. Sebuah mobil yang telah menemani di seperempat abad hidupnya. Dan merupakan sebuah mobil yang ia beli dengan tabungannya sendiri.

Barang - barang pun sudah dimasukkan semuanya ke dalam mobil. Umi naik di kursi depan, aku dan Lastri naik di kursi belakang. Mobil pun mulai berjalan mengarah keluar gerbang perumahan menuju Bandara. Jarak Bandara Soekarno-Hatta dan Depok tidak begitu jauh, bila tidak macet, mungki tak sampai 1 jam perjalanan. 

"San. kalo sudah sampai di Padang, kabarin aku yah?" Ucap Lastri.

"iyalah, pasti itu. hehe" 

"Kamu baik - baik disana. Aku pasti rindu kamu San, semoga teselesaikan dengan cepat yah S2 nya. kalo bisa 1 Tahun aja, kan kamu pinter anaknya hehe" 

"Bismillah, doakan yah." Sambil tersenyum ke Lastri.

Abi dan Umi hanya diam mendengarkan kami bercerita, tak sesekali Abi suka mecuri pandang ke belakang melalui kaca spion tengah yang berada di sebalah kiri Abi. Dan tak jarang sesekali Abi maupun Umi merespon percakapan kami. Sesampainya di Bandara Soekarno-Hatta, Abi memarkirkan mobilnya di dekat Mushola Parkiran mobil Bandara. Dan kami pun melaksanakan Shalat Dzuhur terlebih dahulu, sebelum menuju keruangan pemberangkatan penumpang. 

Selesai melaksanakan Shalat Dzuhur kami bergegas menuju ruang pemberangkatan untuk melakukan Registrasi ulang pemberangkatan. Pesawat berangkat dipukul 2 siang, kami pun menunggu di kursi tunggu. 

"Nanti kalo sudah sampai Padang, Jangan lupa langsung beri kabar yah" ucap Abi sambil melihatku. 

"Iya Abi." Jawabku.

Setelah agak lama menunggu, akhirnya pemberitaan untuk pesawat keberangkatan ke Padang pun di umumkan. Kami pun lekas berdiri dari kursi masing - masing. Aku mulai berjalan ditemani Lastri yang berada disampingku, diikuti Abi dan Umi yang berada dibelakang.   

Sesampainya dibatas pengantaran penumpang, aku pun berpamitan kepada mereka. 

"Abi, Sandya pamit yah" sambil mencium tangan Abi dan Abi meletakkan tanggannya diatas kepalaku yang terbalutkan kerudung. Setelah itu, kucium tangan Umi dan memeluknya, air mata Umi turut hadir mengantarkan keberangkatanku.

"Nah, nah kan. Cengengnya keluar. Umi, Sandya kan pergi buat nuntut ilmu, bukannya mau pergi ke medan Perang. sudahlah, Inshaallah Sandya baik - baik saja di Padang. berdo'a sama Allah." Ucap Abi sambil tersenyum.

"Iya Umi. Sandya janji." 

"Hati-hati, anak kesayangan Umi yang pinter ini." Jawab Umi sambil mencium keningku dan tak terasa air mataku turut turun membasahi pipi. 

Setelah itu aku berpamitan dengan Lastri yang telah rela mengantarkan keberangkatanku ke Padang. akupun memeluk Lastri dengan tubuhnya yang gemuk. Dan aku kembali menangis dipelukkannya. 

"Sudah, sudah. Menangisnya tunda aja dulu, kamu harus semangat disana. Jangan lupa kalo udah sampai Padang kabarin aku."

"Banyakin makan, jangan telat. biar gemuk kayak aku hehe" tambahnya.

"hemheeehe iya, yasudah saya pamit yaah Tri. salam buat semua orang di kantor" 

"Siap, Nanti saya sampaikan San. baek-baek yah" Lastri yang melepaskan pelukanku.

Sambil mendorong troli barang yang terisi 2 koperku, aku mulai menjauhi mereka dan berjalan menuju ke pesawat. Dengan mengucap Bismillah diikuti restu kedua orang tuaku, aku harus menjadi dewasa dan lebih baik lagi dari kemarin. 

ku akui, hidup ini memang seperti sebuah gerbong Kereta Api. Kadang kita naik dan memiliki perhentian masing - masing. Walau kita memiliki tujuan yang sama sekalipun, mungkin kita naik di gerbong yang berbeda dari orang lain untuk sampai ke tujuan tersebut. 

Begitulah hidup menurutku, mungkin saat ini aku harus keluar dari gerbong kereta Kemanusiaan yang sudah 2 tahun berada di dalamnya dengan tujuan beribadah dan membantu orang-orang yang membutuhkan. Dan mulai menaiki gerbong lain untuk tujuan yang sama yaitu, beribadah kepada Allah SWT.

Terima kasih untuk semua pelajaran yang telah didapat selama ini, semoga langkah yang kupilih akan membawah kaki ini tetap berada di dalam kebajikan. Terus membantu sesama dan menjadi kebanggaan keluarga. Terima kasih Abi dan Umi yang terus menjadi Surport system terbaik, dan Lastri yang menjadi teman terbaik.  

Terima kasih Lembaga Kemanusiaan, terima kasih dunia relawan beserta semua relawan kemanusiaan. Kalian begitu hebat dan aku bangga perna menjadi salah satu diantaranya.  

****

[Depok, 20 Agustus 2023 |SpK]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun