Abi dan Umi hanya diam mendengarkan kami bercerita, tak sesekali Abi suka mecuri pandang ke belakang melalui kaca spion tengah yang berada di sebalah kiri Abi. Dan tak jarang sesekali Abi maupun Umi merespon percakapan kami. Sesampainya di Bandara Soekarno-Hatta, Abi memarkirkan mobilnya di dekat Mushola Parkiran mobil Bandara. Dan kami pun melaksanakan Shalat Dzuhur terlebih dahulu, sebelum menuju keruangan pemberangkatan penumpang.Â
Selesai melaksanakan Shalat Dzuhur kami bergegas menuju ruang pemberangkatan untuk melakukan Registrasi ulang pemberangkatan. Pesawat berangkat dipukul 2 siang, kami pun menunggu di kursi tunggu.Â
"Nanti kalo sudah sampai Padang, Jangan lupa langsung beri kabar yah" ucap Abi sambil melihatku.Â
"Iya Abi." Jawabku.
Setelah agak lama menunggu, akhirnya pemberitaan untuk pesawat keberangkatan ke Padang pun di umumkan. Kami pun lekas berdiri dari kursi masing - masing. Aku mulai berjalan ditemani Lastri yang berada disampingku, diikuti Abi dan Umi yang berada dibelakang. Â Â
Sesampainya dibatas pengantaran penumpang, aku pun berpamitan kepada mereka.Â
"Abi, Sandya pamit yah" sambil mencium tangan Abi dan Abi meletakkan tanggannya diatas kepalaku yang terbalutkan kerudung. Setelah itu, kucium tangan Umi dan memeluknya, air mata Umi turut hadir mengantarkan keberangkatanku.
"Nah, nah kan. Cengengnya keluar. Umi, Sandya kan pergi buat nuntut ilmu, bukannya mau pergi ke medan Perang. sudahlah, Inshaallah Sandya baik - baik saja di Padang. berdo'a sama Allah." Ucap Abi sambil tersenyum.
"Iya Umi. Sandya janji."Â
"Hati-hati, anak kesayangan Umi yang pinter ini." Jawab Umi sambil mencium keningku dan tak terasa air mataku turut turun membasahi pipi.Â
Setelah itu aku berpamitan dengan Lastri yang telah rela mengantarkan keberangkatanku ke Padang. akupun memeluk Lastri dengan tubuhnya yang gemuk. Dan aku kembali menangis dipelukkannya.Â