Mohon tunggu...
Ibnu Arsib
Ibnu Arsib Mohon Tunggu... Mahasiswa - Bukan siapa-siapa, hanya manusia biasa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pesta, Buku dan Cinta

27 Juli 2022   18:39 Diperbarui: 27 Juli 2022   20:47 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Gak usah, gak usah. Simpan aja, nanti untuk yang lain aja." Pemuda itu tetap menolak dengan tersenyum ramah. Amelia terpaksa mengantongi uangnya kembali.

Merekapun duduk menghadap laut. Pemuda itu membuka mesin tiknya kembali, memasukkan kertas, terdengar suara yang khas. Sebetulnya itu hanya ritualnya saja. Ia tidak hendak mengetik malam itu karena menghargai Amelia di sampingnya. Tapi, jika terlintas ide-ide, dengan sigap ia mengikatnya dengan mesin tiknya. Padahal bisa menuliskannya dengan pena. Hal itulah yang membuat Amelia tertawa gembira. Cerita-cerita dari pemuda itu membuat ia jadi lupa dengan kepiluannya.

"Kenalkan, namaku Amelia." Gadis itu membuang kegengsiannya. Ia menyodorkan tangannya pada pemuda itu.

"Penting kali yah sebuah nama?" Wajah pemuda itu ragu untuk berkenalan.

Amelia merasa salah tingkah.

"Haha..., aku bercanda. Namaku, Lang. Panggil saja, Lang." Lang menyambar tangan Amelia dengan lembut.

Setelah perkenalan itu, mereka bertambah akrab. Bagai rasa asin dan air laut, bagai malam dan bintang. Sampai-sampai Amelia heran pada dirinya sendiri karena kepiluannya itu hilang begitu saja jika di dekat Lang.

Apakah dengan secepat itu Lang bisa mengisi hatinya yang telah dicampakkan? Atau apakah Lang suka pada Amelia? Lang begitu lihai menghibur manusia. Selama di kapal, kepiluan Amelia sirna. Walau Amelia tidak curhat, rasanya setiap kata-kata Lang mengobati hatinya yang diiris oleh silet kemudian disiram dengan air garam yang bercampur air jeruk.

Sesampai di Pelabuhan Belawan Medan, perpisahan pun tak dapat dihindari. Amelia ke Medan bukan untuk menemui Lang. Dan Lang juga tidak ada mengajaknya untuk tinggal bersama barang sebentar atau selamanya saat di kapal.

Bukan main sedihnya yang Amelia rasakan, kesedihan yang melebihi sedihnya saat Alex memutuskannya. Kesedihannya atas perpisahan dengan Lang itu tanpa amarah, tapi ah entah rasa apa namanya. Kesedihan berpisah dengan Lang membunuh kesedihannya berpisah dengan Alex. Saat perpisahan itu, lagi-lagi matanya sayu dan lembab. Mengapa kesedihan terus tumbuh pada Amelia?

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun