"Kau jualan buku di sini?" tanya Amelia.
"Bukan, hanya buka lapak baca aja. Nanti kalau jualan bisa kena pajak." Pemuda itu tersenyum pada Amelia dengan tatapan akrab.
Amelia mengangguk paham sambil membalas senyuman. Senyuman itu lahir atas keterpaksaan atau terukir begitu saja, Amelia pun tidak paham, tiba-tiba saja terjadi. Ia mulai memperhatikan satu per satu judul buku di sana. Mungkin hanya untuk menghargai pemuda yang sudah ramah padanya.
"Kau suka baca buku?" tanya pemuda itu yang sudah mengetik entah apa.
"Kurang."
"Ooh..." pemuda itu mengangguk paham.
Selama Amelia mengunjungi lapak baca, mereka berdua pun akrab. Anehnya, pemuda itu tidak mau mengajaknya kenalan. Amelia gengsi untuk memulai. Mereka berbicara sana-sini tanpa saling mengetahui nama.
Matahari pun telah pulang ke pengaduannya. Langit di sebelah barat terlihat memerah. Angin laut tak henti-henti mendesir dibawa gelombang dingin. Angin itu tidak bosan-bosan menyibak rambut lurusnya Amelia dan rambut gondrong pemuda itu. Debur ombak air laut tidak pernah berhenti memukul-mukul dinding bawah kapal.
"Hari udah mulai malam, nih. Kau mau ke mana?" tanya pemuda itu pada Amelia sambil mengemasi buku-buku dan mesin tiknya.
Perempuan paruh baya, gadis kecil tadi serta para pengunjung lapak baca sudah memasuki tempat istirahat mereka.
Amelia diam saja. Ia tidak tahu harus kemana untuk menikmati pemandangan selama di kapal. Ini kali pertama ia naik kapal laut. Ia tidak mau naik pesawat setelah kejadian menimpa Ibunya. Ia trauma.