Mohon tunggu...
AHU Online
AHU Online Mohon Tunggu... -

Kanal Resmi Publikasi Humas Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Selanjutnya

Tutup

Money

Peran Balai Harta Peninggalan (BHP) dalam Restrukturisasi Utang Piutang

25 Februari 2019   15:29 Diperbarui: 25 Februari 2019   16:09 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peran Balai Harta Peninggalan dalam Restrukturisasi (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) boleh dikatakan tertutup, mengingat Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, tidak secara spesifik menempatkan Balai Harta Peninggalan bagian dari Pengurus. Dalam Pasal 234 ayat (3) UU no. 37 Tahun 2004, ditentukan bahwa, "yang dapat menjadi Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. Orang perorang yang berdomisili di wilayah Negara Republik Indoensia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus harta Debitor.

b Terdaftar pada Kementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan peraturan perundang-undangan".

Berbeda dengan Pasal 69 jo 70 yang mengatur mengenai Kurator. Dalam Pasal 70 ayat (1) Kurator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 adalah a. Balai Harta Peninggalan atau Kurator lainnya, yakni orang perseorangan yang berdomisili di Indonesia yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan/atau membereskan harta pailit.

Namun demikian jika kita melihat tugas Balai Harta Peninggalan yaitu "mewakili dan mengurus kepentingan orang-orang maupun badan yang karena hukum maupun Putusan/penetapan pengadilan tidak dapat menjalankan sendiri kepentingannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku". sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01.PR.07.01-80 Tahun 1980 tanggal 1 Juni 1980 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Harta Peninggalan.

Apabila dilihat dari tugas tersebut di atas, maka Balai Harta Peninggalan dapat saja menjalankan tugas Pengurusan harta Debitor yang diputus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, karena dasarnya adalahan adanya Putusan yang mana dalam petitum putusan tersebut menunjuk Balai Harta Peninggalan selaku Pengurus. Penujukkan Balai Harta Peninggalan selaku Pengurus bukan karena UU namun karena Putusan hakim yang berlaku sebagai undang-undang.  Penunjukan Balai Harta Peninggalan selaku Pengurus merupakan satu pilihan dalam hal Debitor, maupun Kreditor yang berwenang mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tidak mengusulkan usul Pengurus, maka Hakim Pengadilan Niaga harus menunjuk Balai Harta Peninggalan selaku Pengurus. Dengan demikian Pasal mengenai Kurator berlaku mutatis mutandis.  Putusan pengangkatan Balai Harta Peninggalan selaku Pengurus seringkali menimbulkan problem karena Putusan Pengangkatan BHP selaku Pengurus bertentangan dengan UU, sehingga Balai Harta Peninggalan dapat saja menolak diangkat selaku Pengurus dalam PKPU, meskipun sebenarnya Balai Harta dapat saja menjalankan putusan PKPU karen asalah satu payung hukum Balai Harta Peninggalan dalam menjalankan tugas adalam melaksanakan Putusan.

Tidak masuknya unsur Balai Harta Peninggalan selaku Pengurus dalam PKPU  berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU menambah daftar minimnya peran Negara dalam proses kepailitan dan PKPU. Sebagai upaya untuk menjaga kelangsungan usaha (goin conssern), Restrukturisasi utang para debitor (pelaku usaha) yang sedang mengalami kesulitan keuangan lebih dikedepankan dibandingkan penyelesaian utang-piutang melalui mekanisme kepailitan. Sehingga perlu memasukan Balai Harta Peninggalan selaku Kurator dalam Batang tubuh UU No. 37 Tahun 2004 jika akan dilakukan perubahan maupun pembaharuan hukum.

Dengan masuknya Balai Harta Peninggalan selaku Pengurus dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang potensi untuk menerima imbalan jasa Pengurus menjadi semakin besar, terlebih dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 1 tahun 2013 tentang Pedoman Imbalan Jasa Kurator dan Pengurus dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 2 Tahun 2017, ketentuan Upah Pengurus jauh lebih besar dari upah Kurator. Jika dilihat dari tugas dan tanggungjawabnya, Kurator jauh lebih berat dibandingkan tugas dan tanggungjawab Pengurus. Kurator dalam Kepailitan mengambil alih posisi Debitor pailit dan tanggungjawab melekat pada diri pribadi Kurator.

Berbeda dengan tugas Pengurus yang hanya membantu melakukan pengurusan Debitor. Karena Debitor PKPU masih berwenang untuk mengurus hartanya, hanya saja dalam pengurusan tersebut dibantu oleh Pengurus. Perlu ada keseimbangan antara Balai Harta Peninggalan dengan Pengurus Perorangan, sehingga perlu dimasukan Balai Harta Peninggalan selaku Pengurus dalam undang-undang kepailitan, agar posisi Balai Harta Peninggalan sebagai Pengurus sejajar dengan Pengurus Perorangan.

Source

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun